Pendidikan Islam Dalam Sisdiknas
PENDIDIKAN
ISLAM DALAM SISDIKNAS
DI INDONESIA
Disusun
Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Ilmu Pendidikan Islam
Dosen pengampu : Moh Inami
B1-ELK
Semester Gasal
Ditulis oleh :
1. Khoirul Muarif
(1510120051)
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERIKUDUS
JURUSAN TARBIYAH PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM
TAHUN AKADEMIK 2016/2017
DAFTAR ISI
BAGIAN PERTAMA
PENDAHULUAN
BAGIAN KEDUA
PESANTREN, SEKOLAH,
DAN MADRASAH
1.
Peranan
Pendidikan Pondok Pesantren dalam. Menciptakan Masyarakat Madani & Efektivitas
Pendidikan Agama di Sekolah
2.
Efektivitas
Pendidikan Agama Disekolah
3.
Pemberdayaan
Pendidikan Pada Era Otonomi Daerah
4.
Profesionalisme
Guru Madrasah dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan
Pendahuluan
Pendidikan islam diindonesia telah
berlangsung sejak masuknya islam ke Indonesia .menurut catatan sejarah masuknya
islam ke Indonesia dengan damai berbeda dengan daerah-daerah lain kedatangan
islam dilalui dengan peperangan,sperti irak parsi,mesir dan beberapa daerah
lainnya. Peranan pedagang dan mubalig sangat besar sekali andilnya dalam proses
islamisasi diindonesia. Salah satu jalur islamisasi itu adalah pendidikan.
Kajian histori tentang pendidikan
islam di indonesia sejk awal masuknya islam ke Indonesia dapat dibagi menjadi 3
fase. Fase pertama sejak mulai masuknya islam ke Indonesia . fase kedua sejak
masuknya ide-ide pembaruan pendidikan
islam diindonesia, dan ketiga ,sejak diundangkannya UUD tentang Sistem
Pendidikan Nasional (UU No.2 Tahun 1989 dan dilanjutkan dengan UU No. 20 Tahun
2003). Setiap fase ditandai dengan ciri khas masing-masing.
Fase pertama ciri-cirinya materi
pembelajaran terkonsentrasi kepada
pengembangan dan pendalaman ilmu-ilmu agama, dan outputnya adalah kiyai
,ustadz.
Fase kedua, pada masa ini pendidikan
mulai mengadakan gerakan pembaruan dengan ide-ide pemikiran . diantara tokoh
yang mengadakan pembaruan yaitu K.H Hasyim Asy’ary dengan organisasi Nahdhotul
Ulama.(Dauly,2001:47). Dengan ciri pembelajaran menggudakan metode klasikal
berdasarkan urutan kelas ketika tahun masuk,dan lamanya belajar.
Fase ketiga yaitu ditaindai dengan
diundangkannya UU tentang SISDIKNAS
Dan PP yang mengatur tentang pendidikan.
PESANTREN, SEKOLAH, DAN MADRASAH
A.
PERANAN PENDIDIKAN PONDOK PESANTREN DALAM MENCIPTAKAN MASYARAKAT
MADANI
Pesantren adalah lembaga pendidikan
Islam yang sudah berdiri sejak ratusan tahun yang lalu. Di lembaga inilah
diajarkan dan dididikkan ilmu dan nilai-nilai agama kepada santri. Pada tahap
awal pendidikan di pesantren tertuju semata-mata mengajarkan ilmu-ilmu agama
saja lewat kitab-kitab klasik atau kitab kuning. Ilmu-ilmu agama yang terdiri
dari berbagai cabang diajarkan di pesantren dalam bentuk wetonan, sorogan,
hafalan, ataupun musyawarah (muzakarah). Pada tahap awal juga sistemnya
berbentuk nonformal, tidak dalam bentuk klasikal, serta lamanya santri di
pesantren tidak ditentukan oleh tahun, tetapi oleh kitab yang dibaca. Biasa
juga seorang santri berpindah-pindah dari satu pesantren ke pesantren lainnya,
untuk mendalami ilmu yang lebih spesifik dari pesantren yang bersangkutan, dan
biasa juga bagi santri yang memiliki kemampuan ekonomi melanjutkan pelajaran ke
Makkah atau ke Mesir (Kairo).
Ciri yang paling
menonjol pada pesantren tahap awal tersebut adalah pendidikan dan penanaman
nilainilai agama kepada para santri lewat kitab-kitab klasik, selanjutnya
setelah masuknya ide-ide pembaruan pemikiran Islam ke Indonesia, turut serta
terjadinya perubahan dalam bidang pendidikan. Pendidikan pesantren yang pada
mulanya hanya berorientasi kepada pendalaman ilmu agama semata-mata mulai
dimasukkan mata pelajaran umum. Masuknya mata pelajaran umum ini diharapkan
untuk memperluas cakrawala berpikir para santri dan untuk bisa pula para santri
mengikuti ujian negara yang diadakan oleh pemerintah.
Selain dari itu di dunia pesantren
juga telah diperkenalkan berbagai bentuk keterampilan. Dengan demikian ada tiga
”H" yang dididikan kepada santri saat sekarang ini, yaitu ”H” pertama,
head artinya kepala, maknanya mengisi otak santri dengan ilmu pengetahuan,
”H" kedua, heart yang artinya hati, maknanya mengisi hati santri dengan
iman dan takwa, dan ”H” yang ketiga, adalah hand artinya tangan, pengertiannya kemampuan
bekerja.
Dengan berdasarkan kemampuan ketiga ”H” tersebut pesantren saat
sekarang ini akan berperan sebagai lembaga pendidikan Islam yang mencetak kader
ulama, bangsa, dan negara.
Pengertian, Ciri-ciri, dan Unsur-Unsur pesantren.
Pengertian pesantren berasal dari
kata santri, dengan awalan pedan akhiran van berarti tempat tinggal santri.
Soegarda Poerbakawatja juga menjelaskan
pesantren berasal dari kata santri yaitu seseorang yang
belajar agama Islam, sehingga dengan
demikian pesantren mempunyai arti tempat orang berkumpul untuk belajar agama
Islam. Ada juga yang mengartikan pesantren adalah suatu lembaga pendidikan
Islam Indonesia yang bersifat ”tradisional” untuk mendalami ilmu agama Islam
dan mengamalkannya sebagai pedoman hidup keseharian.
Sesuai
dengan arus dinamika zaman, definisi serta persepsi terhadap pesantren menjadi
berubah pula. Kalau pada tahap awalnya pesantren diberi makna dan pengertian
sebagai lembaga pendidikan tradisional, tetapi saat sekarang pesantren sebagai
lembaga pendidikan tradisional tidak lagi selamanya benar. Dan polapola
pesantren yang akan dikemukakan dalam uraian ini akan terlihat bahwa tidak
selamanya pendidikan pesantren saat sekarang ini digolongkan kepada pendidikan
tradisional. Namun secara umum perlu diberikan suatu keseragaman pengertian
tentang pesantren. Untuk itu tentu tidak mudah oleh karena banyaknya pesantren,
yang dapat disebutkan hanyalah unsur-unsur pokoknya saja.
Unsur-unsur
tersebut menurut Zamakhsyari Dofier ada lima: pondok, masjid, santri, pengajaran
kitab-kitab klasik, dan kiai. Namun berdasarkan kenyataan di lapangan
unsur-unsur pokok itu dapat dikemukakan: pondok, masjid, santri, pengajaran
ilmu-ilmu agama, dan kiai.
B.
EFEKTIVITAS PENDIDIKAN AGAMA DISEKOLAH
agama adalah salah satu dari tiga
mata pelajaran yang wajib diberikan pada setiap jenis, jalur, dan jenjang
pendidikan (Pendidikan Pancasila, pendidikan ' agama, dan pendidikan
kewarganegaraan) (UU Nomor 2 Tahun 1989 Pasal 39 ayat (2)). Dalam Pasal
penjelasan diterangkan pula bahwa pendidikan agama merupakan usaha untuk
memperkuat iman dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama
yang dianut oleh peserta didik yang bersangkutan dengan memperhatikan tuntutan
untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antarumat beragama dalam
masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional, dan merupakan salah satu hak
peserta didik dan mendapat pendidikan agama, sesuai Pasal 12 Bab V UU No. 20
Tahun 2003. "Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak
mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan
sesuai oleh pendidik yang beragama”.
Dalam pendidikan
agama disekolah umum memiliki beberapa problem
1.
Peserta
didik
Pendidik
berasal dari lingkungan yang berbeda beda dan tingkat pemahamannya pun berbeda
serta pengalaman penghayatan agamanya pun berbeda sehingga perlu memeperhatikan
semuanya.
2.
Pendidikan
Konitif
Pendidikan yang
ditekankan pada mengisi pendidikan kognitif mulai dari yang sederhana seperti
menghafal sehingga peserta didik mencintai kebaikan dan membenci kejahatan.
3.
Pendidikan
Parsial
Menanamkan nilai
agama kedalam pelajaran.
4.
Sarana
dan Prasarana
Pendidikan
agama jugamembutuhkan sarana seperti video keagamaan music-musik religi dan
sebagainya.
C.
PEMBERDAYAAN PENDIDIKAN PADA ERA OTONOMI DAERAH
Salah satu tuntutan reformasi adalah
adanya otonomi daerah. Berkenaan dengan itu lahirlah Undang-Undang No. 22 Tahun
1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah. Selanjutnya diiringi pula dengan
Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom. Arus dari tuntutan otonomi ini
adalah demokratisasi. Suara dari seluruh penjuru dunia Pangat gencar saat
sekarang ini untuk menyuarakan demokratisasi tersebut termasuk Indonesia
terlebih-Iebih setelah reformasi.
Uraian dalam dasar pemikiran tentang
UndangUndang No. 22 Tahun 1999 diungkapkan beberapa hal yang relevan dengan
pembahasan ini, yaitu penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan
memberi kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah secara
proporsional yang diwujudkan dalam peraturan ,pembagian, dan pemanfaatan
sumberdaya nasional yang berkeadilan serta pertimbangan keuangan pusat dan
daerah. Diuraikan juga bahwa pelaksanaan otonomi daerah itu dilaksanakan dengan
prinsip-prinsip demokrasi ,peran serta masyarakat,pemerataan dan keadilan
,serta ,memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. Disin sangat dituntut
adanya upaya untuk memperdayakan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan
kreativitas peran masyarakat.
Daerah otonom mempunyai kewenangan
luas, mulai dari perencanaan, pengaturan, pelaksanaan serta evaluasi dalam hal
penetapan anggaran dana berdasan kan aset yang dimiliki daerah. Bidang-bidang
yang menjadi cakupan daerah menjadi tanggung jawab daerah, antara lain misalnya
pendidikan. Oleh karena Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota bukan bawahan dari
Pemerintah Provinsi, maka Bupati dan Walikota bertanggung jawab kepada DPRD
setempat karena itu alokasi pendanaan setempat ditentukan oleh Pemerintah
Daerah bersama DPRD setempat.
Pendidikan adalah salah satu bidang
yang di otonomkan dari sekian banyak bidang lainnya. Gelombang demokratisasi
dalam pendidikan menuntut adanya desentralisasi pengelolaan pendidikan,
beberapa dampak dari sentralisasi pendidikan telah muncul di Indonesia
uniformitas. Uniformitas ini mematikan inisiatif dan kreativisme serta inovasi
perorangan maupun masyarakat (Tilaar, 1999: 89]. Di tengah-tengah masyarakat
yang majemuk seperti Indonesia sangat perlu pula dihargai adanya sisi perbedaan
yang tidak mesti seragam, karena keberadaan masyarakat majemuk itu menuntut
untuk adanya berbagai perbedaan yang merangsang untuk tumbuhnya kreativitas dan
inovasi.
Dengan dilaksanakannya otonomi
daerah di bidang pendidikan ini, bisa dicapai tiga tujuan, seperti yang dikutip
oleh Imam Prihadiyoko dari Inspektur Jenderal Departemen Pendidikan Nasional,
ketika menjelaskan tentang Dewan Sekolah: l) Untuk mendorong melakukan
pemberdayaan masyarakat, 2) Menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, dan 3)
Peningkatan peran serta masyarakat serta mengembangkan peran dan fungsi DPRD
(Imam Prihadiyoko, Kompas, 2000: 10-17).
Permasalahan Pendidikan
Berbicara tentang permasalahan pendidikan di Indonesia sungguh kompleks
sekali, tidak ubahnya seperti menyelesaikan benang kusut, harus hati-hati dan
juga dipertanyakan dari mana dimulai. Mungkin tulisan singkat ini hanya dapat
merangkum sebagian kecil saja dari permasalahan yang muncul di permukaan yang
dapat dilihat secara nyata dalam keseharian kita.
1. KUALITAS PENDIDIKAN
Indonesia tergolong negara yang kualitas manusianya masih tergolong
rendah. Ada beberapa indikasi tentang ini, antara lain peringkat Human
Development Index (UNDP 2000) Indonesia berada pada peringkat ke109. Demikian
juga indikasi perguruan tinggi yang juga berada di bawah negara tetangga
Malaysia. Laporan Asia Week (30 Juni 2000). Dari 39 perguruan terbaik di Asia
dan Australia dalam bidang IPTEK, ITB pada urutan ke-21. Sedangkan dari 77
perguruan tinggi terbaik dalam multibidang (multi-diciplinary university),
tercatat U1 Urutan ke-61, UGM Iga-68, UNDIP ke-73, UNAIR ke-75, dan tentu juga
banyak indikasi lain. Dari ungkapan tersebut dapat dimaklumi betapa kualitas
pendidikan kita belum menggembirakan, belum kompetitif di era globalisasi yang
memerlukan kehandalan kompetitif. Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya mutu
pendidikan tersebut, di antaranya raw inputnya sendiri, yaitu manusia yang akan
diproses di dunia pendidikan, instrumen inputnya, baik berkenaan dengan guru,
kurikulum sarana fasilitas, buku daras, dan lain sebagainya. Selanjutnya
environmental inputnya, lingkungannya, terutama di sini adalah lingkungan
sosial budayanya, termasuk sikap kita terhadap pendidikan, sistemnya dan tentu
tidak ketinggalan pengalokasian dana yang amat sedikit untuk sektor pendidikan,
menurut Ki Supriyoko Ketua Pendidikan dan Kebudayaan Majelis Luhur Taman Siswa,
bahwa dalam kurun tiga atau empat tahun terakhir ini pemerintah hanya
mengalokasikan dana pendidikan sekitar 1,4°/o dari GNP, dan ini terlalu rendah
karena rata-rata negara berkembang sudah 3,8% dan untuk negara maju 5,1%.
Kualitas hasil pendidikan tidak hanya diukur dari kemajuan intelektualnya saja,
tetapi juga harus ditinjau dari segi mental, misalnya etos kerja, disiplin
semangat belajar, kemandirian, dan sebagainya, yang juga dari sudut ini out put
pendidikan kita juga lemah.
2.
PEMERATAAN PENDIDIKAN
Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar
1945 disebutkan salah satu tujuan negara Republik Indonesia adalah
“mencerdaskan kehidupan bangsa". Dalam batang tubuh Undang-Undang Dasar
1945 Pasal 31 ayat (l): ”Tiap-tiap warga negara berhak mendapat
pengajaran". Selanjutnya berkenaan dengan itu dituangkan pula di dalam
Undang-Undang No. 4 Tahun 1950 sebagai dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di
sekolah. Pada Bab XI Pasal (17) berbunyi: "Tiap-tiap warga negara
Indonesia mempunyai hak yang sama untuk diterima menjadi murid di suatu sekolah
jika syarat-syarat yang ditetapkan untuk pendidikan dan pengajaran pada sekolah
itu dipenuhi". Dalam kaitannya dengan wajib belajar Bab VI Pasal 10 ayat
(1) disebutkan ”semua anak yang sudah berumur 6 tahun berhak dan yang sudah
berumur 8 tahun diwajibkan belajar di sekolah, sedikitnya 6 tahun lamanya. Ayat
(2) menyatakan ”belajar di sekolah agama yang telah mendapat pengakuan dari
Menteri Agama dianggap telah memenuhi kewajiban belajar”.
Di dalam Undang-Undang No. 2 Tahun
1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab III Pasal 5 menyebutkan ”setiap
warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan". Pasal 6
menyebutkan ”setiap warga negara berhak atas kesempatan yang seluas-luasnya
untuk mengikuti pendidikan agar memperoleh pengetahuan, kemampuan, dan
keterampilan rang sekurang-kurangnya setara dengan pengetahuan, :emampuan, dan
keterampilan tamatan pendidikan dasar”.
D.
PROFESIONALISME GURU MADRASAH
DALAM MENINGKA'I'KAN KUALITAS PENDIDlKAN
Guru adalah salah satu di antara
faktor pendidikan yang memiliki peranan yang paling strategis, sebab gumlah
sebetulnya 'pemain' yang paling menentukan di dalam terjadinya proses belajar
mengajak. Di tangan guru yang cekatan fasilitas dan sarana yang kurang memadai
dapat diatasi, tetapi sebaliknya di tan ;an guru yang kurang cakap, sarana, dan
fasilitas yan canggih tidak banyak memberi manfaat.
Berangkat dari asumsi te sebut, maka
langkah pertama yang dilakukan untuk memperbaiki kualitas pendidikan adalah
dengan memperbaiki kualitas tenaga pendidiknya terlebih dahulu. Dicanangkanlah program
DII untuk guru Sekolah Dasar dan Madrasah ibtidaiyah adalah merupakan bagian
dari upayi untuk meningkatkan kualitas guru baik untuk pro am pengadaan maupun
penyetaraan.
Salah satu di antara ciri ke ajuan
zaman tersebui adalah adanya suatu pekerjaan yang ditangani secara profesionalis,
sehingga pekerjaan itu dikerjakan secara sungguh-sungguh dan serius oleh orang
yang memiliki profesi di bidang tersebut. Pekerjaan guru merupakan pekerjaan
profesi, karena itu mesti dikerjakan sesuai & dengan tuntutan
profesionalis.
Di bidang keguruan ada tiga
persyaratan pokok seseorang itu menjadi tenaga profesionalis di bidang
keguruan. Pertama, memiliki ilmu pengetahuan di bidang yang diajarkannya sesuai
dengan kualifikasi di mana dia mengajar. Kedua, memiliki pengetahuan dan
keterampilan di bidang keguruan, dan ketiga memiliki moral akademik.
Timbul pertanyaan upaya apakah yang
dilakukan sehingga guru madrasah dapat menempatkan dirinya sebagai tenaga
profesionalis. Untuk itu, tulisan ini akan mencoba menguraikannya.
Profesionalisme Tenaga Pendidik
Profesionalis adalah pekerjaan yang
dilakukan sebagai kegiatan pokok yang menghasilkan nafkah hidup dan menghendaki
suatu keahlian (Salam, 1997; 137 ). Cirinya:
1, Memiliki keahlian di bidang tersebut.
2. Menggunakan waktunya untuk bekerja dalam bidang tersebut.
3. Hidup dari pekerjaan tersebut.
4. Bukan sebagi hobi.
Indonesia saat ini
termasuk Negara yang kualitas manusianya rendah. Ada beberapa hal yang perlu
mendapat perhatian dalam meningkatkan hasil pembelajaran :
1.
Peserta
didik
Dipandang dari
sudut peserta didik ada beberapa faktor yang mempengaruhi belajar :
a.
Faktor
intern
1.
Faktor
jasmani
2.
Faktor
psikologi
b.
Faktor
ekstern
1.
Keluarga
2.
Faktor
sekolah
3.
Faktor
masyarakat
2. Sarana dan Fasilitas
3. Pendidik
Ada beberapa hal yang
perlu direnungkan dalam rangka meningkatkan peran guru
a.
Pemantapan
kompetensi guru
b.
Memegang
teguh etika profesi guru
c.
Guru
berperan sebagai motivator dan dinamisator bagi peserta didik
4.
Likngkungan
E.
ANALISIS
PENUTUP
Pendidikan budi pekerti adalah
bagian .integrited yang tidak bisa dipisahkan dari pembentukan manusia
seutuhnya, karenanya pendidikan budi pekerti memiliki kedudukan yang strategis
yang selama ini diterapkan lewat pendidikan agama. Karena itu kehadiran pendidikan
budi pekerti saat sekarang ini diposisikan sebagai pengayaan dan pengembangan
dari pendidikan agama. Suasana dan kondisi bangsa kita yang sudah terperosok
kepada dekadensi moral termasuk generasi mudanya, perlu segera diantisipasi
sehingga pemulihan etika berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat berada dalam
acuan budi pekerti luhur.
Untuk memberdayakan pendidikan budi pekerti sehingga berhasil guna
dan berdaya guna, perlu diperhatikan beberapa hal, yang meliputi kurikulum,
pendidikan, lingkungan pendidikan, dan sinkronisasi antara pendidikan di
sekolah, rumah tangga, dan masyarakat.
0 komentar: