Maju Mundurnya Islam di Spanyol
MAJU MUNDURNYA
ISLAM DI SPANYOL
Oleh: Sitti
Aisyah
Fakultas
Syari’ah dan Hukum UIN
Alauddin Makassar
Jalan Sultan Alauddin No. 36
Samata-Gowa
E-mail: sittiaisyahsulaeman@yahoo.com
Abstract
This paper discusses Islam in Spain which is one of the historical
evidence of Muslim rule. Spain is an Islamic territory conquered in 705 AD,
during the reign of the Umayyads. The arrival of Islam in Spain is an event
that greatly influenced the Islamic world in which he brought and opened the
eyes of the Europeans who have provided its own nuances and invaluable
contribution to both the Islamic world and the Western world, in terms of
science and civilization. The progress
brought and introduced Islam to the Western world is characterized by the
emergence of figures scientists and philosophers of the country. Muslim rule in
Spain which had reached its peak and then slowly destroyed due to various
factors.
Keywords:
Spain, Islamic word, Western.
A. Pendahuluan
S
|
etelah
berakhirnya periode klasik Islam, ketika itu Islam mulai memasuki masa
kemunduran sedangkan Eropa pada saat itu mulai bangkit dari keterbelakangannya.
Kebangkitan itu bukan saja terlihat dalam bidang politik dengan keberhasilan
Eropa mengalahkan kerajaan-kerajaan Islam dan bagian dunia lainnya, tetapi terutama
dalam bidang ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Bahkan kemajuan dalam bidang ilmu dan tekhnologi
itulah yang mendukung keberhasilan politiknya. Kemajuan-kemajuan Eropa ini
tidak bias dipisahkan dari pemerintahan Islam di Spanyol.
Dengan masuknya
Islam di Spanyol, sebagai salah satu peristiwa yang sangat mempengaruhi bagi
dunia Islam yang membawa dan membuka mata orang-orang Eropa yang telah
memberikan nuansa tersendiri bagi perkembangan dan pertumbuhan pendidikan dan
kebudayaannya.
Islam di Spanyol
telah mencatat satu lembaran peradaban dan kebudayaan yang sangat brilian dalam
bentangan sejarah Islam. Ia berperan sebagai jembatan penyeberangan yang
dilalui ilmu pengetahuan Yunani-Arab ke Eropa. Spanyol adalah
salah satu bukti sejarah yang merupakan daerah kekuasaan Islam yang ditaklukkan
pada tahun 705 M, yakni pada masa pemerintahan Dinasti Bani Umayyah. Dengan masuknya Islam di Spanyol,
sebagai salah satu peristiwa yang sangat mempengaruhi bagi dunia Islam yang
membawa dan membuka mata orang-orang Eropa, yang telah memberikan nuansa
tersendiri bagi perkembangan dan pertumbuhan pendidikan dan kebudayaannya.
Pada saat Cordoba
dan Granada di Spanyol merupakan pusat-pusat peradaban Islam yang sangat
penting saat itu dan dianggap menyaingi Bagdad di Timur. Ketika itu,
orang-orang Kristen, Katolik maupun Yahudi dari berbagai wilayah dan negara
banyak belajar di perguruan-perguruan tinggi Islam di sana.[1] Pada saat itu Islam menjadi “guru” bagi orang
Eropa.[2]
Di sini pula mereka dapat hidup dengan aman penuh dengan kebahagiaa, kedamaian
dan toleransi yang tinggi, kebebasan untuk berimajinasi dan adanya ruang luas
untuk mengekspresikan jiwa-jiwa seni dan sastra. Oleh karena itulah Islam di
Spanyol banyak dilirik oleh orang-orang sejarawan di dunia.
Kehadiran orang-orang
Islam di Spanyol merupakan awal munculnya Islam di benua Eropa, karena Spanyol
merupakan pintu gerbang bagi benua tersebut. Sebagaimana diinformasikan dalam
buku-buku sejarah, ekspansi Islam ke wilayah Barat (dalam hal ini benua Eropa
bagian Barat) Hal
ini terjadi pada pada masa Dinasti Bani Umayyah, yakni pada masa pemerintahan
al-Walid bin Abd al-Malik (86-96 H / 705-715 M).
Pada saat itu Musa bin Nusair sebagai panglima perang khalifah dan Tariq
bin Ziyad sebagai komandan lapangan, dimana keduanya dianggap sebagai tokoh
pelaku utama atas masuknya Islam di Spanyol. Mereka berhasi menguasai wilayah Afrika Utara dan
kemudian menyeberang ke benua Eropa.
Setelah masuknya
Islam di Spanyol, maka banyaklah kemajuan-kemajuan yang diperoleh dan hal ini
dapat terlihat dengan banyaknya tokoh-tokoh dan para ilmuwan yang muncul dari
sana. Namun setelah berabad-abad lamanya setelah Islam menguasai Spanyol,
kemudian lambat laun mulailah Islam mengalami kemunduran dan kehancuran bahkan
kemudian Islam hilang dari bumi tersebut.
B. Spanyol Pada Masa Kekuasaan Islam
1. Masuknya Islam di Spanyol
Spanyol sebelum
kedatangan Islam dikenal dengan nama Iberia/Asbania, kemudian disebut
Andalusia, ketika negeri subur itu dikuasai bangsa Vandal. Dari perkataan
inilah orang Arab menyebutnya Andalusia.[3]
Menurut J.J.
Sounders bahwasanya Islam masuk ke Spanyol pada masa Dinasti Bani Umayyah,
yakni pada masa pemerintahan al-Walid bin Abd al-Malik (86-96 H / 705-715 M),[4] yaitu salah seorang khalifah dari
Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Sebelum penaklukkan Spanyol, umat Islam
telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya sebagai salah satu propinsi dari
Dinasti Bani Umayyah.
Penguasaan
sepenuhnya atas Afrika Utara itu terjadi di zaman khalifah Abdul Malik (685-705
M). Khalifah Abdul Malik mengangkat Hasan ibn Nu’man al-Ghassani menjadi
gubernur di daerah itu. Pada masa khalifah al-Walid, Hasan ibn Nu’man sudah
digantikan oleh Musa ibn Nushair. Di zaman al-Walid itu, Musa ibn Nushair
memperluas kekuasaannya dengan menduduki Aljazair dan Marokko. Selain itu, ia
juga menyempurnakan penaklukkan ke daerah-daerah bekas kekuasaan bangsa Barbar
di pegunungan-pegunungan, sehingga mereka menyatakan setia dan berjanji tidak
akan membuat kekacauan-kekacauan seperti yang pernah mereka lakukan sebelumnya.
Dalam proses
penaklukkan Spanyol terdapat tiga pahlawan yang sangat berjasa dalam
memimpin pasukan ke sana, mereka adalah
Tharif bin Malik, Thariq bin Ziyad dan Musa bin Nushair. Thariq dapat disebut
sebagai perintis dan penyelidik. Ia menyeberangi selat yang berada di antara
Maroko dan Benua Eropa itu dengan satu pasukan perang, lima ratus orang di
antaranya adalah pasukan berkuda, mereka menaiki 4 buah kapal yang disediakan
oleh Julian. Dalam penyerbuan itu Thariq tidak mendapat perlawanan yang
berarti. Ia menang dan kembali ke Afrika Utara.[5]
Kemenangan pertama
yang dicapai oleh Thariq ibn Ziyad membuka jalan untuk penaklukkan wilayah yang
lebih luas lagi, sehingga pada tahun 711 M, Musa ibn Nushair mengirim pasukan
ke Spanyol sebanyak 7000 orang dibawah pimpinan Thariq ibn Ziyad. Thariq ibn
Ziyad lebih banyak dikenal sebagai penakluk Spanyol karena pasukannya lebih
besar dan hasilnya lebih nyata.Pasukannya terdiri dari sebagian besar suku
Barbar yang didukung oleh Musa ibn Nushair dan sebagian lagi orang Arab yang
dikirim khalifah al-Walid. Pasukan itu kemudian menyeberangi selat di bawah
pimpinan Thariq ibn Ziyad. Sebuah gunung untuk pertama kali Thariq dan
pasukannya mendarat dan menyiapkan pasukannya yang dikenal dengan nama
Gibraltar (Jabal Thariq).[6]
Dengan dikuasainya daerah ini maka terbukalah pintu untuk menguasai
Spanyol.
Kedatangan pasukan
Islam itu terdengar oleh raja Roderick melalui para saudagar yang
menyaksikannya. Maka raja itupun mempersiapkan bala tentaranya untuk menghadapi
pasukan Thariq. Kedua pasukan itu
bertemu di tepi sungai Rio Barbate sehingga terjadilah pertempuran yang sengit.
Pasukan Roderick terdesak dan dapat dikalahkan, bahkan Roderick sendiri tewas
tenggelam di Rio Barbate ketika hendak melarikan diri.[7]
Dari pertempuran
ini Thariq dan pasukannya terus menaklukkan kota-kota penting, seperti Cordova,
Granada dan Toledo (ibu kota kerajaan Gothik saat itu. Sebelum Thariq
menaklukkan kota-kota Toledo, ia meminta tambahan pasukan kepada Musa ibn
Nushair di Afrika Utara. Musa mengirimkan tambahan pasukan sebanyak 5000
personel, sehingga jumlah pasukan thariq seluruhnya 12.000 orang. Jumlah ini
belum sebanding dengan pasukan Gothik yang jauh lebih besar. Kemenangan ini
membuat Musa ibn Nushair merasa perlu melibatkan diri dalam gelanggang
pertempuran dengan maksud membantu perjuangan Thariq. Dengan satu pasukan yang
besar , ia berangkat menyeberangi selat itu, dan satu persatu kota yang
dilewatinya dapat ditaklukkan.[8]
Dengan kemenangan ini, maka keduanya berhasil menguasai seluruh kota penting di
Spanyol, termasuk bagian Utara mulai dari Saragosa sampai Navarre.
2. Perkembangan Islam di Spanyol
a. Dinasti Islam di Spanyol
Ketika gerakan Abbasiyah berhasil menjatuhkan Bani Umayyah dari tampuk
kekuasaan pada tahun 750 M, maka berdirilah Khalifah Bani Abbas dengan
mengambil Bagdad sebagai pusat pemerintahan. Bersama dengan itu, Emirat Islam
di Spanyol menyatakan tunduk kepada Bagdad.
Abdurrahman Ibnu Hisyam adalah seorang pangeran dari Bani Umayyah yang
berhasil lolos dari kejaran Bani Abbas. Setelah melarikan diri ke Mesir, lalu
melewati berbagai built batu dan gurun yang tandus, akhirnya pada tahun 756 M
dapat memasuki Spanyol yang sedang dilanda perselisihan antara kelompok Mudhari
yang berasal dari lembah Eufrat dan kelompok Yamani yang berasal dari Yaman
keturunan Qathan. Kedatangan Abdurrahman segera mendapat sambutan dan dukungan
yang luas. Dan setelah berhasil memadamkan perlawanan Amir Yusuf al-Fikri,
penguasa Spanyol sebagai Emirat dari Khalifah Abbasiyah, Abdurrahman menduduki
kursi kepemimpinan sebagai Amir. Dengan demikian, Spanyol secara resmi tidak
lagi menjadi bagian wilayah Khalifah Abbasiyah. Pada saat itu, Abbasiyah
dipimpin oleh Khalifah Abu Ja’far al-Mansyur, Khalifah kedua di Bagdad. Amir
Abdurrahman yang dipanggil al-Dakhil (New Comer) menetapkan Cordova sebagai ibu
kotanya.
Karena kegigihan dan ketangkasannya, ia mampu melepaskan diri dari
kejaran Bani Abbas hingga dapat mendirikan emirat (Dinasti Umayyah di Spanyol),
Khalifah Al-Mansur di Bagdad menjulukinya sebagai “The Falcon of Quraysh” atau
si rajawali Gurays.[9]
Dinasti Bani Umayyah di Spanyol dapat mempertahankan kekuasaannya sampai tahun
1031 M, Abd al-Rahman al-Dakhil berkuasa selama 32 tahun (756-788 M).Di bawah
kekuasaannya, Spanyol mulai menyaksikan hari-hari kemenangannya.Ia memiliki
kemampuan yang besar dan kecakapan yang cukup dalam membenahi pemerintahannya.
Ia mengangkat Gubernur-gubernur yang mampu dan jujur. Ia benahi kota tua
Cordova dengan gedung-gedung dan tanam-tanaman yang indah. Tanaman berupa
buah-buahan dan sayur-sayuran di datangkan dari Timur untuk di kembangkan di
pertanian Spanyol.
b. Pembangunan Islam di Spanyol
1) Bidang Militer dan Pemerintahan
Sebagai suatu wilayah negara,
Islam Spanyol diperlengkapi dengan personil-personil militer lebih
banyak dari jumlah ketika mereka datang. Dan untuk keamanan dan pertahanan
kedaulatannya, Amir membangun kekuatan militer di Spanyol. Ia mendatangkan
lebih dari 40.000 personil dari Afrika untuk dilatih dengan mendapat gaji baik,
agar mereka benar-benar setia menghormati dan mau ikut menjaga kekuasaan Amir.
Pasukan militer dibedakan menjadi empat kelompok, yaitu:
(a)
Tentara tetap (Profesional) yang berpangkalan di Cordova
(b)
Tentara regular yang dipimpin oleh penguasa wilayah militer.
(c) Tentara
Irreguler (Belladi) yaitu orang-orang Arab yang datang bersama Musa Ibnu
Nushair.
(d) Tentara
luar biasa atau sukarelawan (Hasyid) yaitu orang-orang yang tidak diminta dan
dengan sukarela bergabung bersama kekuatan militer .[10]
Disamping kekuatan darat dibentuk juga kekuatan laut setelah adanya
serangan mendadak Normandia di pantai Barat Spanyol pada tahun 844-845 M.
Kemudian dibangun menara-menara pengintai musuh yang melakukan kegiatan di
samudera Atlantik di sepanjang pantai.
Setelah Abdurrahman I meninggal, maka pemerintahan dipegang oleh anaknya
Hisyam I (789-796), dia seorang yang memiliki pengetahuan yang luas tentang
Al-Qur’an dan Sunnah, dan banyak dipengaruhi oleh ulama fikih. Ia meneruskan
pembangunan masjid Cordova dan juga membangun terusan Cordova. Hisyam adalah
penguasa yang taqwa, adil, dan lemah lembut serta
dermawan. Dia menduduki tahta selama 8 tahun, tetapi banyak kemajuan-kemajuan
yang dicapai pada masa pemerintahannya.
Setelah Hisyam wafat ia digantikan oleh anaknya, demikianlah seterusnya
hingga pada periode pemerintahan Abdurrahman III , yang pada saat itu ia
membangun beberapa buah istana dan memajukan pertanian rakyat. Rakyat taat
padanya dan semua orang merasa hidup damai bersamanya.
Pada saat itu Cordova, Konstantinopel dan Bagdad adalah tiga kota yang
merupakan pusat kebudayaan dunia pada saat itu. Di Cordova terdapat 113.000
rumah, 70 perpustakaan, sejumlah took buku dan mesjid, bermil-mil jalan aspal
ditengarai dengan lampu-lampu dari rumah-rumah yang berhamparan. Semuanya membuat
Cordova memperoleh popularitas Internasional dan kekaguman para pengunjungnya.
Banyak perutusan diplomatic berkumpul di Cordova, baik dari dalam maupun dari
luar Spanyol.
Abdurrahman III dianggap sebagai sang penyelamat imperium muslim Spanyol.
Dengan berbagai kebijakan dan kemampuan intelektualnya, maka stabilitas
nasional terkendali serta dapat menarik masyarakat Spanyol dengan tidak
menimbulkan jurang pemisah antara kelas dan golongan agama yang ada, sehingga
benar-benar tercipta suatu imperium Umayyah yang damai dan kuat di Spanyol.
Setelah memegang kekuasaan selama 49 tahun, ia meninggal dunia pada bulan
oktober tahun 961 M.
Pemerintahan selanjutnya dipegang oleh anaknya Hakam II (961-976 M). Ia
meneruskan politik ayahnya dalam mempertahankan stabilitas pemerintahan dan
kemakmuran negaranya. Hakam memiliki sifat yang mirip dengan ayahnya. Ia tetap
mempertahankan menteri-menteri yang diangkat oleh ayahnya. Pada masa
pemerintahannya ia memerangi pemberontakan Kristen yang ingin melepaskan diri
dari Spanyol. Setelah hakam II meninggal ia digantikan oleh Hisyam II (976-1009
M), namun pada pemerintahannya, kekuasaan khalifah mengalami kemunduran.
2) Pembangunan di Bidang Administrasi
Untuk melaksanakan
pemerintahannya dibentuk lembaga-lembaga atau badan-badan yang mempunyai tugas
dan fungsi tertentu yang ditangani oleh orang-orang yang sesuai dengan
keahliannya. Beberapa badan dan jabatan yang ada pada saat itu antara lain.
(a) Al-Hajib, yaitu pejabat yang
paling berpengaruh di lingkungan istana, sebagai media antara penguasa dengan pegawai-pegawai istana dan
rakyat lainnya.
(b) Al-Wazir atau menteri, yaitu
orang yang menangani masalh keuangan, hubungan luar negeri dan keadilan.
Jabatan ini kemudian menyamai jabatan hajib yang biasanya diduduki oleh para
panglima militer.
(c) Al-Kitab atau sekertaris Negara,
meliputi pekerjaan korespondensi dan pengiriman surat-surat serta dokumen
Negara.
(d) Khazin al-Mal (petugas
pajak),yaitu orang yang mengurusi masalah pajak-pajak dari seluruh propinsi.
(e) Al-Qadhi atau hakim, yang dibagi
tiga bagian, yaitu hakim militer, hakim rakyat, dan hakim para hakim.[11]
Lembaga-lembaga
lain sebagai pembantu adalah lembaga kepolisian, inspektur pasar, dinas
pekerjaan umum, dan lembaga perwakafan. Disamping itu ada juga majelis-majelis
yang diselenggarakan untuk membahas berbagai persoalan.
3) Pembangunan
di Bidang Perekonomian
Masa pemerintahan Abdurrahman II merupakan zaman kegemilangan Islam,
karena pertumbuhan ekonomi yang baik terutama di bidang pertanian. Tanah-tanah
gersang diubah menjadi lahan yang produktif, guna meningkatkan produktifitas
pertanian. Para ahli muslim melakukan studi tentang tanah berpasir, juga
menggunakan pupuk untuk mempersubur tanah serta meningkatkan system irigasi.
Perkembangan kemajuan di bidang perdagangan sangat memberikan keuntungan,
termasuk bead an cukai, ekspor impor yang dapat menempatkan kerajaan Islam
Spanyol pada tingkat tertinggi penghasilannya. Perkembangan di bidang ekonomi
ini ditopang juga oleh perencanaan pembelanjaan kerajaan yang terorganisir
dengan baik sesuai rencana.[12]
4) Pembangunan
di Bidang Ilmu Pengetahuan
Banyak Amir yang menaruh perhatian untuk mengembangkan ilmu pengetahuan,
diantaranya seperti apa yang dilakukan oleh Hisyam. Dia mendorong para Teolog
untuk pergi ke Medinah untuk mempelajari ajaran-ajaran Maliki. Dia mendirikan
sekolah-sekolah untuk pengajaran bahasa Arab. Kota Cordova memiliki
perpustakaan yang sangat besar yang memuat 600.000 jilid buku. Amir selalu
mengupayakan penambahan dan penyempurnaan perpustakaan beserta buku-bukunya,
baik dari dalam maupun dari luar negeri.[13]
Amir sering menulis surat kepada setiap penulis kenamaan guna memperoleh
naskah karya ilmiah dan membayarnya sangat mahal. Pujangga Arab, Abu Farj
al-Aashfihani yang tinggal di Bagdad pernah didatangi utusan Amir Andalusia
guna memperoleh naskah karangan lagu dan himpunan sajak al-Afghani dan
diberinya hadiah 1000 dirham.[14]
C.
Kemajuan-Kemajuan Yang Dicapai
Spanyol Pada Masa Islam
1. Ilmu Pengetahuan
Sebagian penulis
sejarah itu ada yang menyatakan bahwa pengkajian keilmuan secara ilmiah di
wilayah Barat Spanyol dan sekitarnya, pelaksanaannya lebih dulu terjadi di
wilayah Timur Bagdad dan sekitarnya. Dengan demikian, masyarakat intelek muslim
yang ada di wilayah barat, berhutang budi kepada saudara-saudara mereka yang
yang berada di Timur.[15]
Kondisi
tersebut terlihat dari informasi bahwa ibnu Jubair, seorang pengelana dari
Spanyol sangat tercengang dengan fenomena yang dilihatnya di Timur. Begitu
banyak sekolah dan hasil bumi yang dihasilkan oleh badan-badan wakaf di sana.
Selanjutnya ia mengajak orang-orang yang ada di Barat untuk menuntut ilmu ke
Timur. Namun demikian dalam hal penterjemahan bahasa Yunani,
masyarakat intelek Islam di Spanyol pada saat tertentu mendapat bantuan
langsung dari kekaisaran Bizantium. Disebutkan bahwa pada tahun 949 M kaisar
Constantinus menghadiahkan kepada Abdurrahman III sebuah salinan dari
Dioscorides (naskah mengenai tumbuh-tumbuhan) dalam bahasa Yunani. Akan tetapi
kebetulan di Cordova pada saat itu tidak ada seorangpun yang faham bahasa
Yunani.
Oleh sebab itu,
Abdurrahman III minta kepada kaisar untuk mengirimkan seorang biarawan yang
bernama Nicholas, yang tiadak hanya menerjemahkan Dioscorides, akan tetapi
langsung mengajar bahasa Yunani di Cordova.[16]
Di antara ilmu yang muncul dan berkembang di Spanyol, terdapat ilmu kebahasaan,
ilmu pendidikan, ilmu kepustakaan, ilmu kesejarahan, ilmu alam, dan ilmu
keagamaan serta pengaruhnya terhadap dunia Barat dewasa ini. Selanjutnya dalam
kebudayaan, terdapat kemajuan yang sangat pesat di bidang kesenian,
pertekstilan, desain dan arsitektur serta pembangunan sarana fisik lainnya.
Berikut ini akan
dijelaskan tentang bidang masing-masing, yakni:
a. Ilmu Kebahasaan
Seperti telah
disinggung secara umum di atas, dalam ilmu bahasa murni, filologi, tata bahasa,
leksikografi, masyarakat intelek Islam Spanyol sebenarnya sedikit tertinggal
jika disbanding dengan orang-orang Irak yang cukup spektakuler bermunculan.
Seperti Al-Qali, seorang professor universitas Cordova kelahiran Amenia belajar
di Bagdad, kemudian disusul oleh Muhammad bin Hasan Al-Zubaydi, seorang
muridnya yang berdarah asli Spanyol (kelahiran Seville) yang mewarnai hamper se
luruh ilmu gurunya itu.[17]
Orang Islam Spanyol juga berjasa dalam penyusunan tata bahasa orang Yahudi yang
secara essensial didasarkan atas tata bahasa Arab. Selanjutnya di bidang
sastra, terdapat juga kemajuan yang sangat berarti dan melahirkan banyak tokoh,
diantaranya Ibnu Hazm menulis sebuah antologi syair cinta berjudul Tawq
Al-Hamamah, dalam bidang syair, yang digabungkan dengan nyanyian, terdapat
tokoh Abd Al-Wahid bin Zaydan dan Walladah yang melakukan improvisasi
spektakuler dalam bidang ini.
Karya mereka,
Muwashasha dan Jazal yang merupakan karya monumental yang pernah mereka
ciptakan pada masa itu,sehingga orang-orang Kristen mengadopsinya untuk
himne-himne Kristiani mereka.[18]
b. Ilmu Pendidikan
Ilmu pendidikan
yang berkembang pada masyarakat intelek Islam Spanyol adalah perhatian mereka
pada keharusan seseorang bias membaca dan menulis yang secara mendasar
ditujukan kepada Al-Qur’an, tata bahasa dan sya’ir. Disamping itu kegiatan
kependidikan juga (dalam hal-hal tertentu) berpusat pada persoalan-persoalan
hokum atau Fiqhi yang merupakan istilah derivate tidak langsung dari kata
syari’ah atau wahyu dan mengalami penyempitan makna.[19]
Dalam masyarakat Islam Spanyol wanita juga mendapat kedudukan yang tinggi dalam
hal penerimaan pendidikan. Suatu keadaan yang sedikit berbeda dengan kondisi
Geografis dunia Islam pada umumnya yang sangat kontras dengan keadaan umum
masyarakat Eropa pada waktu itu.
Dengan kondisi
seperti ini, pada abad-abad berikutnya jumlah orang yang belajar ke Spanyol
terus bertambah. Universitas-universitas Cordova, Toledo, Granada, Clan Seville
dibanjiri para mahasiswa dari berbagai penjuru dunia Eropa, Afrika Utara dan
Timur Tengah. Kondisi seperti itulah yang belakangan dipercayai berjasa dalam
mengantar Renaissance dan Reformasi ilmu pengetahuan di Eropa.
c. Ilmu Kepustakaan
Dengan
menitik beratkan kepada ilmu pendidikan masyarakat intelek Islam Spanyol sudah
pasti menyediakan sarana-sarana penunjang, agar apa yang mereka lakukan bias
berhasil seoptimal mungkin.
Keberadaan perpustakaan dengan sejumlah besar bukunya merupakan salah
satu diantara sekian sarana penunjang pendidikan yang menjadi pusat perhatian
mereka. Sebagai contoh, perpustakaan Al-Hakam yang jumlah bukunya mencapai
400.000 buah.[20]
Disamping itu juga bursa buku adalah kegiatan yang sering ditemui di
Cordova. Suatu kondisi logis dari sebuah masyarakat intelek yang memusatkan
perhatian kepada pengkajian-pengkajian ilmiah.
Sumber-sumber dana yang berasal dari badan-badan wakaf yang didirikan
secara khusus untuk itu telah sangat membantu peningkatan kualitas
perpustakaan. Managemen Lay Out berkembang seiring perkembangan
perpustakaan tersebut termasuk di dalamnya katalogisasi. Administrasi dan
birokrasi peminjaman buku dilaksanakan dengan baik dalam arti adanya
ketentuan-ketentuan tertentu bagi peminjam yang terdiri dari dua golongan,
yaitu golongan ulama dan non muslim.
d. Ilmu Sejarah
Perkembangan
ilmu kesejarahan di Spanyol tidak bias lepas dari peranan Ibnu
Khaldun(1332-1406 M) sebagai sosok reformer, baik analisis sejarah murni maupun
historiografi. Kelahirannya memang agak belakangan disbanding dengan
tokoh-tokoh sejarah Spanyol seperti Ibnu Qutaybah dan Ibnu Hayyan serta
sejarawan lainnya. Namun sebuah karya monumentalnya yaitu Muqaddimah yang telah
mencuatkan namanya menjadi sosok luar biasa terutama dalam ilmu sejarah. Teori
Life Cycle untuk dinasti-dinasti baik secara langsung ataupun tak langsung
telah diadopsi oleh para ilmuan dunia menjadi teori Civilization Life Cycle.[21]
e. Ilmu
Agama
Perkembangan ilmu agama di lingkungan masyarakat
intelek Islam Spanyol, oleh sebagian penulis sejarah, diidentikkan dengan perkembangan
hokum Islam yang telah mengalami penyempitan makna. Namun demikian dari
penyempitan makna tadi , dampak positif yang Nampak pada masyarakat adalah
adanya suatu tatanan hokum yang pasti dan dipegang sebagai pedoman hidup
sehingga aspek-aspek lahiriyah dari masyarakat tersebut bias terkendali dan
berada dalam landasa-landasan normative agama.[22]
2. Kemajuan Kebudayaan
Pada pembahasan di muka telah
dijelaskan bagaimana perkembangan ilmu pengetahuan yang luar biasa telah
terjadi di kalangan masyarakat intelek Islam Spanyol. Sebenarnya
dari perkembangan itu sudah tercermin bagaimana budaya yang berlaku pada
masyarakat tersebut.
Untuk melengkapi apa yang telah
dikemukakan di atas pada bagian ini akan diuraikan kemajuan kebudayaan pada
masyarakat Islam Spanyol, dan biasanya nilai-nilai tinggi budaya suatu
masyarakat diketahui dari karya-karya yang secara audio-visual atau salah satu
dari keduanya sampai pada masyarakat berikutnya.
Hasil pekerjaan seni dengan
menggunakan logam termasuk di dalamnya dekorasi dengan bahan baku emas dan
perak banyak dijumpai sebagai bukti sejarah kemajuan kebudayaan masyarakat
Islam Spanyol di antaranya adalah dekorasi interior Al-Hamra dan peninggalan
Hisyam II (976-1009 M) yang masih terpelihara pada bagian atas altar katedral
di Gerona, yang berbentuk peti mayat kayu yang dilapisi perak yang mengkilat
dan bergambar, hasil karya dua orang pengrajin Arab Badr dan Tarif, yang
keduanya merupakan anggota istana.[23]
Barang-barang keramik juga ditemukan, di samping
barang logam dengan pusat industrinya di Valencia, yang imitasinya belakangan
ini diketahui baru ada pada abad ke-15 di Belanda. Industri keramik ini
akhirnya juga sampai ke Italy. Selain dari itu, seni dalam tekstil yang mewah
juga tertuang dalam hamparan karpet-karpet Spanyol dengan Cordova sebagai pusat
industri tenunannya. Dari sana produk-produk tekstil itu tersebar ke berbagai
pelosok Eropa.
Dari segi arsitektur, seluruh monument keagamaan
yang bernilai seni telah habis, kecuali hanya satu yang terbesar yaitu mesjid
agung Cordova. Fondasi mesjid tersebut dibuat oleh Abdurrahman I dan
diselesaikan oleh anaknya Hisyam I pada tahun 793 M, yang terletak pada bekas
gereja Kristen.[24]
Hal lain yang tidak kalah menariknyadalam masyarakat Islam Spanyol adalah
seni musik. Seni music ini merupakan gabungan dari sistem Persia-Arab. Sistem tersebut dibawa ke Spanyol pada tahun
822 M oleh Ziryab, seorang siswa sekolah musik Ishaq al-Maushuli di Bagdad. Dia
mendirikan sekolah musik di Cordova, dan selanjutnya bermunculan
sekolah-sekolah musik dengan berkiblat ke sekolah Ziryab di Cordova, di
Seville, Valencia dan Granada.[25]
Kemajuan-kemajuan yang dicapai
oleh masyarakat intelektual muslim pada khususnya dan masyarakat Islam di
Spanyol pada umumnya sudah barang tentu tidak terwujud begitu saja tanpa
faktor-faktor pendukung yang menyertainya. Faktor-faktor tersebut di
antaranya, ialah:
a. Ketika
Islam datang ke Spanyol, komposisi masyarakat yang ada di negeri itu cukup
heterogen yang terdiri dari orang Arab-Spanyol, Afrika Utara dan orang Yahudi.
Heterogenitas masyrakat tersebut belakangan diketahui memberikan saham
intelektual dan kebudayaan yang cukup hebat yang kemudian melahirkan kembali
era kebangkitan ilmu pengetahuan dan peradaban.
b. Heteroganitas
komposisi masyarakat, diikuti dengan heterogenitas agama. Sementara Islam
datang dengan semangat toleransi begitu tinggi.Bahkan dengan semangat toleransi
itu Islam telah mengakhiri kezaliman keagamaan yang sudah berlangsung sejak
lama. Bagi orang Kristen dan Yahudi disediakan hakim khusus yang sesuai dengan
agama mereka masing-masing.[26] Semua kelompok agama dengan datangnya Islam,
mendukung dan menyertai pembangunan dan peradabanyang berkembang dengan
gemilang.
c. Adanya
semangat kesatuan budaya Islam yang timbul pada pemikiran para ulama dalam arti
luas.
d. Persaingan antara muluk Al-Thawaif ternyata justru
menyebabkan perkembangan peradaban. Kerajaan-kerajaan kecil di sekitar Cordova
dalam hal kemajuan ilmu pengetahuan, sastra, seni dan kebudayaan.
e. Adanya
dorongan dari para penguasa yang mempelopori kegiatan-kegiatan ilmiah, seperti
Abdurrahman I, Abdurrahman II dan III, juga Al-Hakam II.[27]
D.
Sebab-Sebab Kemunduran dan Kehancuran
Islam di Spanyol
Sudah merupakan hukum alam bahwa suatu negara akan tumbuh
dan berkembang kemudian mencapai puncak kejayaannya dan secara perlahan akan
mengalami kemunduran dan akhirnya hancur. Teori
perkembangan yang tak dapat dielakkan oleh manusia karena sudah merupakan hokum
alam. Demikian pula halnya dengan Spanyol yang dikuasai oleh Islam. Setelah
Islam memperoleh kejayaan selama lebih kurang 7 abad,lalu terjadi kemunduran yang membawa kepada
kehancuran. Banyak faktor yang menyebabkan Dinasti Bani Umayyah di Spanyol ini
mundur dan kemudian lenyap. Adapun faktor-faktor tersebut antara lain, adalah:
1.Terjadinya pemberontakan
Terjadi
beberapa peristiwa dan pemberontakan dan keharusan yang dilakukan oleh
golongan-golongan tertentu yang merasa tidak puas, tidak senang dan cemburu
terhadap khalifah yang berkuasa. Pada zaman Khalifah Hisyam terjadi
pemberontakan yang dilakukan oleh saudara-saudaranya sendiri, Abdullah dan
Sulaiman. Mereka mempermaklumkan kemerdekaan dan memobilisasi kesatuan-kesatuan
mereka di Toledo. Selain itu terdapat pula pemberontakan-pemberontakan yang
dilakukan oleh kaum Yamaniah di Tertosa yang dipimpin oleh Said Ibnu Husain
mereka juga terkalahkan. Masih sangat
banyak pemberontakan-pemberontakan yang muncul pada zaman khalifah-khalifah
selanjutnya, yang pada akhirnya pemberontakan tersebut dapat diatasi. Sekalipun
demikian , hal ini merupakan factor yang menyebabkan lemah dan mundurnya
Dinasti Bani Umayyah di Spanyol.
2.
Perubahan Struktur Politis
Di
zaman Hisyam II terdapat perubahan struktur politis. Hisyam II baru berusia 11
tahun ketika ia menduduki tahta. Karena usianya masih sangat muda, ibunya yang
bernama Sultanah Subh, dan sekertaris negaranya yang bernama Muhammad Ibnu Abi
Amir, mengambil alih tugas pemerintahan, Hisyam II tidak dapat
mengatasi ambisi para pembesar istana dalam merebut pengaruh dan kekuasaan.
Menjelang tahun 981 M, Muhammad Ibnu Abi Amir yang menjadikan dirinya sebagai
penguasa diktator. Dalam perjalanannya ke puncak kekuasaan ia menyingkirkan
rekan-rekan dan saingannya. Hal ini dimungkinkan karena ia mempunyai tentara
yang setia dan kuat. Ia mengirimkan tentara itu dalam berbagai ekspedisi yang
berhasil menetapkan keunggulannya atas para pangeran Kristen di Utara. Pada
tahun itu juga Muhammad Ibnu Abi Amir memakai gelar kehormatan al-Mansur
Billah. Ia dapat mengharumkan kembali kekuasaan Islam di Spanyol.[28]
Kedudukan Hisyam II tidak ubahnya seperti boneka, hal ini menunjukkan bahwa
peranan khalifah sangat lemah dalam memimpin Negara, dan ketergantungan kepada
kekuatan orang lain, ini mencerminkan bahwa khalifah dipilih bukan atas dasra
kemampuan yang dimilikinya melainkan atas dasar warisan turun temurun. Hisyam
II memang bukan orang yang cakap untuk mengatur Negara, tindakannya menimbulkan
banyak kelemahan dalam negeri. Ia tidak dapat membaca gejala-gejala pergerakan
Kristen yang akan mulai tumbuh dan dan mengancam kekuasaannya. Keadaan ini
diperburuk dengan meninggalnya al-Muzaffar pada tahun 1009 M yang dalam kurun
waktu 6 tahun masih dapat mempertahankan kekuasaan Islam di Spanyol. Namun pada
tahun 1031 M khalifah dihapuskan oleh orang-orang Cordova.[29]
3. Munculnya Raja-Raja Kecil
Timbulnya perpecahan Dinasti Umayyah di Spanyol ditandai dengan
munculnya raja-raja kecil, diantaranya Dinasti Abbadi, Dinasti Murabit, Dinasti
Muwahhid, dan Dinasti Bani Nasr.[30] Mereka saling berperang dan mengadakan aliansi baik
dengan penguasa muslim atau dengan penguasa Kristen yang dulu tidak dihancurkan
oleh Musa Ibnu Nushair di zaman Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus.
Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh orang-orang Kristen. Munculnya
dinasti-dinasti kecil ini, yang menurut W. Montgomery Watt, yang berjumlah
sekitar tiga puluh Negara kecil disebabkan penghapusan khilafah.
Murabithberhasrat hendak menguasai kekayaan Spanyol,
dan dalam waktu yang singkat ia dapat menguasai Spanyol. Dengan demikian
berdirilah di Spanyol Dinasti Murabith pada tahun 1090 M-1147 M. Akibat
tindakan Ibnu Tasyif tersebut timbul perpecahan antara muslim
4. Melemahnya Kekuasaan Militer dan Ekonomi
Disentegrasi politik yang terjadi pada waktu itu
menyebabkan lemahnya kekuatan militer dan ekonomi, sedangkan factor ekonomi
sangat memegang peranan penting dalam mempersiapkan biaya perang. Orang-orang
Kristen rupanya tahu tentang keadaan umat Islam yang sudah goyah. Oleh karena
itu, pangeran-pangeran Kristen di Utara memperkuat posisi mereka untuk
memerangi kaum Muslimin yang telah terpecah belah. Orang-orang Kristen yang
semula pada abad ke-10 membayar upeti kepada orang Islam, tetapi menjelang
pertengahan abad ke-11 mereka dengan leluasa menuntut pembayaran upeti dari
beberapa penguasa kecil Islam.
Perbatasan kekuasaan Kristen makin meluas ke sebelah
Selatan. Peristiwa terpenting adalah tahun 1085 ketika penguasa Toledo yang
lemah tidak mampu menahan tekanan raja Castille sehingga menyerahkan kota
tersebut kepadanya. Toledo memiliki pertahanan yang kuat, karena dijaga di tiga
sisinya oleh sungai Tagus, dan tidak pernah dapat direbut kembali oleh
orang-orang Islam.
5. Munculnya
Kekuatan Kristen di Spanyol
Bersatunya
dua kerajaan Kristen, Lean dan Castille pada tahun 1230 M, telah meningkatkan
usaha perebutan kekuasaan terhadap kekuasaan Islam di Spanyol semakin efektif.
Tahun 1236 M Cordova dapat direbut, dan pada tahun 1248 M Seville jatuh pula ke
tangan orang-orang Kristen. Pada waktu yang bersamaan tentara Castille semakin
kuat, dan satu persatu kota –kota kekuasaan Islam dapat dikuasainya, kota
Malagapun jatuh satu tahun kemudian. Lalu orang-orang Kristen merencanakan
untuk mengambil alih kota Granada yang masih bertahan. Penaklukan Granada ini
tertunda disebabkan oleh terjadinya perselisihan antara Castille dengan Aragon.
Namun perselisihan tersebut tidak berlangsung lama, karena hubungan mereka
membaik setelah Ferdinand II dari Aragon menikah dengan Isabella pada tahun
1469 M. Ferdinan membawa pasukan berkuda lebih kurang 10.000 orang dan menyerbu
Granada sampai ia memperoleh kemenangan. Dengan jatuhnya Granada, maka
hancurlah kekuasaan Islam di Spanyol dan negeri itu kembali dikuasai oleh
Kristen.[31]
D. Penutup
Spanyol adalah salah satu bukti
sejarah yang merupakan daerah kekuasaan Islam yang ditaklukkan pada tahun 705
M, yakni pada masa pemerintahan Dinasti Bani Umayyah.
Dengan masuknya Islam di
Spanyol, adalah salah satu peristiwa yang sangat mempengaruhi bagi dunia Islam
yang membawa dan membuka mata orang orang Eropa, yang telah memberikan nuansa
tersendiri dan kontribusi yang tak ternilai harganya, baik kepada dunia Islam ,
terlebih-lebih kepada dunia Barat, dalam hal ilmu pengetahuan dan peradabannya.
Kontribusi tersebut bisa terlaksana karena sikap ilmiah-konstruktif yang secara
umum menyertai para ilmuan dalam melakukan kajian-kajian ilmiahnya. Sikap
toleransi yang proporsional dalam komposisi masyarakat yang tingkat
heterogenitasnya yang cukup tinggi, ternyata telah menghasilkan efek sinergi
positif yang luar biasa dalam membangun sebuah nilai peradaban yang
pluralistik.
Kemajuan yang dibawa dan diperkenalkan Islam dengan
dunia Barat ditandai dengan munculnya tokoh-tokoh ilmuan dan filosofis dari
negeri tersebut. Spanyol pulalah yang menjadi gerbang utama masuknya Islam ke
dunia Barat dan kemudian membangkitkan Barat dari dunia kegelapan dan
memperkenalkan pada kemajuan.
Kekuasaan Islam di Spanyol yang telah mencapai
puncak kejayaannya kemudian melemah dan hancur secara perlahan-lahan yang
disebabkan berbagai macam faktor. Di antaranya faktor utama penyebab kehancuran
tersebut adalah akibat terjadinya disentegrasi yang menyebabkan munculnya
kerajaan-kerajaan kecil yang berusaha memerdekakan diri. Kekuasaan Islam
kemudian digantikan oleh kekuasaan Kristen dan berusaha menghapus bersih
seluruh pengaruh Islam dan menghilangka Islam dari bumi Spanyol.
Daftar Pustaka
Arsyad,
M. Natsir.
Ilmuan
Muslim Sepanjang Sejarah.
Bandung: Mizan, 1988.
Arabi,
Ibnu.
Misykat
al-Anwar, edisi
bahasa Indonesia; Relung Cahaya oleh
Ari Anggari,
Jakarta: Pustaka Firdaus, 1988.
Brackelman,
Carl.
History
of Islamic Peopless. New York: Putnames Sona, 1970.
Chejne,
Anwar G.
Muslim
Spain: Its History and Culture. Menneapolis:
University of Minnesota: Press, 1974.
Hitti,
Pilip K. History of The Arabs.
edisi ke-10, London Macmillan, 1970.
Imamuddin,
S.M. Muslim Spain 711-1492 AD. Leiden: E.J. Brill, 1981.
Khan,
Abd Rahman.
Muslim
Constribution to Science.
Delhi: 1980.
Khaldun,
Ibnu. Muqaddimah. edisi Bahasa Indonesia
penerjemah Tim Pustaka, cet. I; Jakarta: Pustaka Firdaus.
Ma’arif
Syafi’i.
Peta
Bumi Intelektualisme Islam di Indonesia. Cet. II; Bandung: Mizan, 1994.
Madkour,
Ibrahim.
Fi
al-Falsafah al- Islamiyah manja wa Tatbiquha. terjemahan Filsafat Islam metode dan Penerapan oleh Yudian Wahyudi. Jakarta: Rajawali, 1988.
Mahmudunnasir,
Syed.
Islam
Konsepsi dan Sejarahnya.
Cet. III; Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1993.
Madjid
, Nurcholis. Islam Agama Peradaban Membangun
Makna dan Relevansi Doktrin
Islam dalam Sejaraah Paramadina. Jakarta: 1995.
Nasution,
Harun. Islam Ditinjau dari Berbagai
Aspeknya, jilid
I. Jakarta:
Universitas Indonesia, 1978.
Al-Qadir, C.A. Philosopy
and Science in The Islamic Word. edisi Bahasa Indonesia (Filsafat dan Ilmu Pengetahuan dalam Islam), alih bahasa Hasan
Basri, Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia, 1989.
Al-Siba’i, Musthafa, Min Raw’I Hadaratain,ed Bahasa Indonesia (Peradaban Islam Dulu,Kini dan Esok), alih bahasa R. Irawan
dan Fauzi Rahman, Jakarta: Gema
Insani, 1992.
Siddiqi,
Amir Hasan.
Studies
in Islamic History.
ed bahasa Indonesia, alih bahasa M. J. Irawan. Cet. X; Bandung: Al-Ma’a, 1985.
Sou’yb,
Yoesoef.
Sejarah
Daulat Umayyah di Cordova.
Jakarta: Bulan Bintang, 1977.
Syalabi,
Ahmad.
Al-Tarikh
al-Islam wa al-Hadharat Islamy.
Cairo: Maktabat al-Nahdhat al-Misriyyat,
1979.
Watt,
Montgomery. A History Islamic Spain. Pierre: Edinburgh University
Press, 1992.
[1]K. Ali, A study of Islamic History, diterjemahkan oleh Ghufron A.Mas’adi
dengan jidul Sejarah Islam dari Awal
Hingga Runtuhnya Dinasti Usmani (Tarikh Pramodern) (Cet. IV: Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2003), h. 453.
[3]Perpustakaan Nasional: Katalog
Dalam Terbitan, Ensiklopedia Mini Sejarah
Dan Kebudayaan Islam (Logos
Wacana Ilmu Jakarta: 1996).
[4]J.J. Sounders, A History of Medieval Islam (London:
Routledge and Kegan Paul, 1980), h. 89.
[5]Ibid.
[6]Hassan Ibrahim Hasan, Islamic History and Culture, from
632-1968 diterjemahkan oleh Djahdan Human dengan judul Sejarah dan Kebudayaan Islam, 632-1968 (Cet. I; Yogyakarta: Kota
Kembang, 1989), h. 89.
[7]Philip k. Hitti, History of The Arab (Edisi ke-10. London
Macmillan), h. 493-494.
[9]Ira M.
Lapidus, “History of Islamic Societies”,
diterjemahkan oleh Ghufran A. Mas’adi dengan judul Sejarah Sosial Umat Islam, bagian kedua (Cet. II; Raja Grafindo
Persada, 1999), h. 528.
[11]Anwar
Chejne, Muslim Spain: Its History and Culture, (Menneapolis: The University of
Minnesota Press, 1974), h.138.
[12]Yoesoef Sou’yb, Sejarah Daulat Umayyah di Cordova
(Jakarta: Bulan Bintang, 1977), h. 221.
[14]Carl Brackelman, History of Islamic Peoples (New York:
Putnames Sona, 1970), h. 223.
[15]Ibrahim Madkour, Fi al-Falsafah al-Islamiyah Manja Wa
Tatbiquha (Jakarta: Rajawali, 1988), h.53.
[16]C.A. Al-Qadir, Philosophyand Science in the Islamic Word,
edisi bahasa Indonesia (Filsafat dan Ilmu
Pengetahuan dalam Islam), alih bahasa Hasan Basri, (Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 1989),
[20]Mustafa
Al-Siba’l, Min Raw’I Hadharatain, ed
Bahasa Indonesia (Peradaban Islam dulu,
Kini dan Esok) alih bahasa R.b. Irawan dan Fauzi Rahman (Jakarta: Gema
Insani Press, 1992), h. 183.
[25]Amir
Hasan Shiddiqi, Studies in Islamic
History ed Bahasa Indonesia, alih bahasa M.J Irawan (Bandung: Al-Ma’a,
1985), h. 89-92.
[28]Syed Mahmudunnasyir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya (Bandung:
Rosdakarya, 1993), h. 308.
[30]Harun
Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai
Aspeknya, Jilid III (Jakarta: Universitas Indonesia, 1978), h. 78.
[31]Philip K. Hitti, op. cit,. h. 555.
0 komentar: