Ilmu Qiro'at Dalam Al Qur'an
ILMU
QIRAAT DALAM ALQURAN
MAKALAH
Disusun Guna
Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Ulumul Qur’an
Dosen pengampu : Zulham Qudsi
Fahrizal Alam,Lc.,MA
B-ELK Semester Genap
Disusun Oleh Kelompok 15:
Saifuddin (1510120047)
Yustia
Wahyu Faza (1510120072)
Khoerul
Muarif (1510120051)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) KUDUS
JURUSAN TARBIYAH PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM (PAI)
TAHUN AKADEMIK 2015/2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Al-qur’an adalah kalammullah yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara malaikat Jibril sebagai mu’jizat.
Al-Qur’an adalah sumber ilmu bagi kaum muslimin yang merupakan dasar-dasar
hukum yang mencakup segala hal, baik aqidah, ibadah, etika, mu’amalah dan
sebagainya. Selain sebagai sumber ilmu, Al Qur’an juga mempunyai ilmu dalam
membacanya.
Dalam surat Al Isra’, Alloh SWT telah berfirman :
Artinya : “Sesungguhnya Al Quran ini
memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih Lurus dan memberi khabar gembira
kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada
pahala yang besar.” (QS. Al-Isra’:9)
Juga telah di sebutkan dalam sebuah hadits,
Sabda Rasulullah SAW : “Orang yang membaca satu huruf dari Kitabullah maka
baginya satu kebaikan dan setiap kebaikan setara dengan sepuluh kali lipatnya.
Aku tidak mengatakan alif laam miim satu huruf akan tetapi alih satu huruf,
laam satu huruf dan miim satu huruf.” (HR. Tirmidzi)
Begitu besar keagungan Al Qur’an sampai –
sampai dalam membacanya pun harus disertai ilmu membaca yang di sebut ilmu
qiro’at, karena di kawatirkan apabila dalam membaca Al Qur’an tidak disertai
ilmunya akan berakibat berubahnya arti, maksud serta tujuan dalam setiap firman
yang tertulis dalam Al Qur’an.
Selain ilmu qiro’at, Al Qur’an juga suatu
rangkain kalimat yang serasi satu dengan yang lainnya. keserasian kalimat antar
kalimat, ayat antar ayat sampai kepada surat antar surat membuat Al Qur’an di
juluki suatu rangkain syair yang begitu indah mustahil untuk di serupai. dalam
rangkaian Ulumul Qur’an, keserasian dalam Al Qur’an di sebut Munasabah Al
Qur’an.
B. RUMUSAN MASALAH
- Apa pengertian Qira’at Sab’ah?
- Ada barapa macam-macam Qira’ah?
- Apa hikmah dari adanya Qira’at?
BAB II
PEMBAHASAN
QIRA’AT SAB’AH
A.
PENGERTIAN
QIRA’AT SAB’AH
Qira’at merupakan cabang ilmu tersendiri dalam
ulumul Qur'an. Ilmu Qira’at tidak mempelajari halal-haram atau hukum-hukum
tertentu. Menurut bahasa قراءات adalah bentuk jamak
dari قراءة yang merupakan isim masdar dari قرأ yang artinya "Bacaan".
Adapun menurut istilah, ilmu qira′at adalah
Ilmu yang membahas tentang tata cara pengucapan kata-kata Al-Qur`an berikut
cara penyampaiannya, baik yang disepakati (ulama ahli Al-Qur`an ) maupun yang
terjadi dengan menisabkan setiap wajah bacaannya kepada seorang Iman Qiro’at.
Qira’at adalah bentuk ucapan (pengucapan)
kalimat Al Qur’an yang didalamnya termasuk perbedaan-perbedaan yang bersumber
dari Rosululloh SAW. Tiap-tiap Qiraat yang disandarkan pada seorang Imam
memiliki kaidah-kaidah bacaan tertentu dan juga memiliki rumusan-rumusan tajwid
yang berbeda-beda dalam rangka untuk membaguskan bacaannya. Dari sini dapat
dikatakan bahwa Qira’at dan tajwid merupakan dua ilmu yang berbeda tetapi
sangat berkaitan erat. Ilmu Qira’at mengenai bentuk peengucapan bacaan,
sedangkan ilmu tajwid bagaimana mengucapkan dengan baik.
Qiro’at Sab’ah atau Qiro’at Tujuh adalah macam
cara membaca Al-Qur’an yang berbeda. Disebut qiro’at tujuh karena ada tujuh
imam qiro’at yang terkenal masyhur yang masing-masing memiliki langgam bacaan
tersendiri. Tiap imam qiro’at memiliki dua orang murid yang bertindak sebagai
perawi. Tiap perawi tersebut juga memiliki perbedaan dalam cara membaca Qur’an,
Sehingga ada empat belas cara membaca al-qur’an yang masyhur. Perbedaan cara
membaca itu sama sekali bukan dibuat-buat, baik dibuat oleh imam Qiro’at maupun
oleh perawinya. Cara membaca tersebut merupakan ajaran Rasulullah dan memang
seperti itulah Al-Qur’an diturunkan. Jadi, kesemuannya ini adalah bacaan-bacaan
al Quran yang sama kuat derajat ke Qur’anannya. Bacaan ini, masing-masing boleh
di baca siapapun meski pembaca atau pendengarnya tidak mengerti. Contohnya,
bacaan عَليهمْ -و عليهمُ – عليهُم .
Boleh mambaca salah satunya, asalkan bacaannya menjalur pada satu model bacaan,
tidak campur dengan bacaannya Imam Tujuh. Contoh lagi, (ملك - مالك) mim panjang atau yang pendek
boleh-boleh saja. Contoh yang tidak boleh adalah (مَلَكَ
الدين يَومَ), mungkin ini maknanya masih sama dengan (الدين يومَ مَلكِ)
tapi tidak boleh membaca
(يَومَ الدين مَلَكَ)
karena ini bukan salah satu dari bacaannya Imam Tujuh.
B.
LATAR BELAKANG TIMBULNYA PERBEDAAN QIRA’AT
Beberapa faktor yang
melatar belakangi timbulnya perbedaan qira’at diantaranya yaitu :
1.
Perbedaan syakkal, harokat atau huruf. Karena mushaf mushaf terdahulu tidak
menggunakan syakkal dan harokat, maka imam-imam qira’at membantu memberikan
bentuk-bentuk qira’at.
2.
Nabi sendiri melantunkan berbagai versi qira’ah didepan sahabat-sahabatnya.
Seperti dalah suatu hadis:
“Dari umar bin khathab,
ia berkata, “aku mendengar hisyam bin hakim membaca surat al-furqon di masa
hidup rasulullah. aku perhatikan bacaannya. tiba-tiba ia membaca dengan banyak
huruf yang belum pernah dibacakan rasulullah kepadaku, sehingga hampir saja aku
melabraknya di saat ia shalat, tetapi aku urungkan. maka, aku menunggunya sampai
salam. begitu selesai, aku tarik pakaiannya dan aku katakan kepadanya,
‘siapakah yang mengajarkan bacaan surat itu kepadamu?’ ia menjawab, ‘rasulullah
yang membacakannya kepadaku. lalu aku katakan kepadanya, ‘kamu dusta! demi
Allah, rasulullah telah membacakan juga kepadaku surat yang sama, tetapi tidak
seperti bacaanmu. kemudian aku bawa dia menghadap rasulullah, dan aku ceritaan
kepadanya bahwa aku telah mendengar orang ini membaca surat al-furqon dengan
huruf-huruf (bacaan) yang tidak pernah engkau bacakan kepadaku, padahal engkau
sendiri telah membacakan surat al-furqon kepadaku. maka rasulullah berkata,
‘lepaskanlah dia, hai umar. bacalah surat tadi wahai hisyam!’ hisyam pun
kemudian membacanya dengan bacaan seperti kudengar tadi. maka kata rasulullah,
‘begitulah surat itu diturunkan.’ ia berkata lagi, ‘bacalah, wahai umar!’ lalu
aku membacanya dengan bacaan sebagaimana diajarkan rasulullah kepadaku. maka
kata rasulullah, ‘begitulah surat itu diturunkan. Sesungguhnya Al-Qur’an itu
diturunkan dengan tujuh huruf, maka bacalah dengan huruf yang mudah bagimu di
antaranya.’” (HR Bukhari, Muslim, Abu Dawud, An-Nasa’i, At-Tirmidzi, Ahmad,
dan Ibnu Jarir)
3.
Adanya pengakuan nabi (takrir) terhadap berbagai versi qira’ah para
sahabatnya.
4.
Perbedaan riwayat dari para sahabat nabi menyangkut bacaan ayat-ayat
tertentu.
5.
Karen perbedaan dialek (lahjah) dari berbagai unsur etnik dimasa nabi.
Jadi itulah beberapa
faktor yang melatar belakangi timbulnya perbedaan qira’at di kalangan umat
islam.[1]
C. DASAR HUKUM
Agar Al-Qur’an mudah
dibaca sebagian kabilah arab yang kenyataannya pada masa itu mereka mempunyai
tingkat yang berbeda beda, maka Rosulullah membuat bacaaan Al-Qur’an dari Allh
AWT untuk bacaan bahasa yang mereka miliki. Banyak hadis-hadis nabi yang menerangkan bahwa
Allah telah mengizinkan bacaan Al Qur’an dengan tujuh wajah umat Islam mudah
membacanya. Karena itu mushaf-mushaf
dapat dibaca dengan berbagai qira’at sebagaimana dalam sabda Rosulullah SAW
yang artinya:
“sesungguhnya Al-qur’an
ini diturunkan atasa tujuh huruf (cara bacaan), maka bacalah (menurut) makna
yang engkau anggap mudah.” (HR. Bukhori dan Muslim)
Dalam sebuah hadis lain
juga dijelaskan yang berbunyi :
“Dari Ibnu Abas RA ia berkata : Rasulullah
bersabda : Jibril telah memberikan Al-Qur’an kepadaku dengan satu huruf, lalu
aku senantiasa mendesak dan berulang kali meminta agar ditambah, dan ia
menambahnya hingga sampai tujuh huruf” (HR. Bukhori Muslim)
D.
MACAM–MACAM
QIRA’AT
Berkenaan dengan Qira’at
ini terdapat bermacam-macam Qira’at dan yang masyhur ada 7 macam, dikenal
dengan sebutan qira’ah Sab’ah, suatu qira’at yang dibangsakan kepada tujuh imam
Qira’at yaitu :
As-Suyuti mengutip Ibnu
Al-Jazari yang mengelompokkan qira’ah berdasarkan sanad kepada enam macam,
diantaranya :
1)
Qira’ah Mutawatir, yaitu Qira’ah
yang periwayatannya melalui beberapa orang, seperti Qira’ah Sab’ah yang menurut
jumhhur ulama’ Qira’ah sab’ah ini semua riwatnya adalah mutawatir,[2]
para imam yang termasuk dalam Qira’ah sab’ah adalah:
a)
Nafi’ bin Abdurrahman (w.169 H.) di Madinah
Nama
lengkapnya adalah Abu Ruwaim Nafi’ ibnu Abdurrahman ibnu Abi Na’im al-Laitsy,
asalnya dari Isfahan. Dengan kemangkatan Nafi’ berakhirlah kepemimpinan para
qari di Madinah al-Munawwarah. Beliau wafat pada tahun 169 H. Perawinya adalah
Qalun wafat pada tahun 12 H, dan Warasy wafat pada tahun 197 H.
Syaikh
Syathiby mengemukakan: “Nafi’ seorang yang mulia lagi harum namanya, memilih
Madinah sebagai tempat tinggalnya. Qolun atau Isa dan Utsman alias Warasy,
sahabat mulia yang mengembangkannya.
b)
Ashim bin Abi Nujud Al-asady (w. 127 H.) di
Kufah
Nama
lengkapnya adalah ‘Ashim ibnu Abi an-Nujud al-Asady. Disebut juga dengan Ibnu
Bahdalah. Panggilannya adalah Abu Bakar, ia adalah seorang tabi’in yang wafat
pada sekitar tahun 127-128 H di Kufah. Kedua Perawinya adalah; Syu’bah wafat
pada tahun 193 H dan Hafsah wafat pada tahun 180 H.
Kitab
Syathiby dalam sya’irnya mengatakan: “Di Kufah yang gemilang ada tiga
orang. Keharuman mereka melebihi wangi-wangian dari cengkeh Abu Bakar atau
Ashim ibnu Iyasy panggilannya. Syu’ba perawi utamanya lagi terkenal pula si
Hafs yang terkenal dengan ketelitiannya, itulah murid Ibnu Iyasy atau Abu Bakar
yang diridhai.
c)
Hamzah bin Habib At-Taymy (w. 158 H.) di Kufah
Nama
lengkapnya adalah Hamzah Ibnu Habib Ibnu ‘Imarah az-Zayyat al-Fardhi ath-Thaimy
seorang bekas hamba ‘Ikrimah ibnu Rabi’ at-Taimy, dipanggil dengan Ibnu ‘Imarh,
wafat di Hawan pada masa Khalifah Abu Ja’far al-Manshur tahun 158 H. Kedua
perawinya adalah Khalaf wafat tahun 229 H. Dan Khallad wafat tahun 220 H.
dengan perantara Salim.
Syatiby
mengemukakan: “Hamzah sungguh Imam yang takwa, sabar dan tekun dengan
Al-Qur’an, Khalaf dan Khallad perawinya, perantaraan Salim meriwayatkannya.
d)
Ibnu amir al- yahuby (w. 118 H.) di Syam
Nama
lengkapnya adalah Abdullah al-Yahshshuby seorang qadhi di Damaskus pada masa
pemerintahan Walid ibnu Abdul Malik. Pannggilannya adalah Abu Imran. Dia adalah
seorang tabi’in, belajar qira’at dari Al-Mughirah ibnu Abi Syihab al-Mahzumy
dari Utsman bin Affan dari Rasulullah SAW. Beliau Wafat di Damaskus pada tahun
118 H. Orang yang menjadi murid, dalam qira’atnya adalah Hisyam dan Ibnu
Dzakwan.
Dalam
hal ini pengarang Asy-Syathiby mengatakan: “Damaskus tempat tinggal Ibnu
‘Amir, di sanalah tempat yang megah buat Abdullah. Hisyam adalah sebagai
penerus Abdullah. Dzakwan juga mengambil dari sanadnya.
e)
Abdullah Ibnu Katsir (w. 130 H.) di Makkah
Nama
lengkapnya adalah Abu Muhammad Abdullah Ibnu Katsir ad-Dary al-Makky, ia adalah
imam dalam hal qira’at di Makkah, ia adalah seorang tabi’in yang pernah hidup
bersama shahabat Abdullah ibnu Jubair. Abu Ayyub al-Anshari dan Anas ibnu
Malik, dia wafat di Makkah pada tahun 130 H. Perawinya dan penerusnya adalah
al-Bazy wafat pada tahun 250 H. dan Qunbul wafat pada tahun 291 H.
Asy-Syathiby
mengemukakan: “Makkah tempat tinggal Abdullah. Ibnu Katsir panggilan kaumnya.
Ahmad al-Bazy sebagai penerusnya. Juga….. Muhammad yang disebut Qumbul namanya.
f)
Abu Amr Ibnul Ala (w. 154 H) di Basrah
Nama
lengkapnya adalah Abu ‘Amr Zabban ibnul ‘Ala’ ibnu Ammar al-Bashry, sorang guru
besar pada rawi. Disebut juga sebagai namanya dengan Yahya, menurut sebagian
orang nama Abu Amr itu nama panggilannya. Beliau wafat di Kufah pada tahun 154
H. Kedua perawinya adalah ad-Dury wafat pada tahun 246 H. dan as-Susy wafat
pada tahun 261 H.
Asy-Syathiby
mengatakan: “Imam Maziny dipanggil orang-orang dengan nama Abu ‘Amr al-Bashry,
ayahnya bernama ‘Ala, Menurunkan ilmunya pada Yahya al-Yazidy. Namanya terkenal
bagaikan sungai Evfrat. Orang yang paling shaleh diantara mereka, Abu Syua’ib
atau as-Susy berguru padanya.
g)
Abu Ali Al- Kisa’i (w. 189 H) di Kufah
Nama
lengkapnya adalah Ali Ibnu Hamzah, seorang imam nahwu golongan Kufah. Dipanggil
dengan nama Abul Hasan, menurut sebagiam orang disebut dengan nama Kisaiy
karena memakai kisa pada waktu ihram. Beliau wafat di Ranbawiyyah yaitu
sebuah desa di Negeri Roy ketika ia dalam perjalanan ke Khurasan bersama
ar-Rasyid pada tahun 189 H. Perawinya adalah Abul Harits wafat pada tahun 424
H, dan ad-Dury wafat tahun 246 H.[3]
2) Qiroa’at
Masyhur,
Qiro’at Masyhur yaitu qiro’ah yang memiliki sanad sohih, tetapi
tidak sampai pada kualitas mutawatir, sesuai dengan kaidah bahasa Arab dan
tulisan mushaf Usmani, masyhur di kalangan ahli qiro’ah dan tidak
termasuk qiro’ah yang keliru dan menyimpang. Misalnya qiro’at
dari imam yang tujuh yang disampaikan melalui jalur berbeda-beda. Sebagian
perawi misalnya meriwayatkan dari Imam Tujuh, sementara yang lainnya tidak.
Qiro’at semacam ini banyak di jumpai kitab-kitab Qiro’ah misalnya At-taisir
karya Ad-dani, Qashidah karya As-Syatibi, Au’iyyah Annasr Fi Qiro’ah
Al-Asyr dan Taqrib An-Nasyr, keduanya karya Ibnu Al-Jaziri. Menurut AlZarqani dan Subhi Al-Sholih kedua tingkatan Muttawatir dan
Masyhur sah Bacaannya dan wajib meyakininya serta tidak mengingkari sedikitpun
dari padanya.
3) Qiroat Ahad
Qiroat Ahad yaitu qiro’at yang sanadnya sohih tetapi tulisannya tidak cocok
dengan tulisan mushaf usmani yang juga tidak selaras dengan kaidah bahasa arab.
Qiro’at ini tidak boleh untuk membaca al-qur’an.
4) Qiro’at Syadz
Qiro’at Syadz yaitu yaitu qiro’ah yang sanadnya tidak sohih. Contoh:ملك يوم الدين (di baca malaka yauma)
5)
Qira’ah maudlu’
Qira’ah maudlu’ (palsu), Qira’ah ini tdak boleh untuk membaca Al-Qur’an.
6)
Qira’ah mudraj
Qira’ah mudraj yaitu
qira’at yang didalamnya terdapat kata atau kalimat tambahan yang biasanya
dijadikan penafsiran bagi ayat Al-quran .
Kedua qira’at diatas (maudlu
dan mudraj) tidak dapat dijadikan pegangan dalam
baca’an Al-Qur’an.[4]
Jika ditinjau dari segi para
pembacanya ( Qurro’ ) Qira’ah dibagi atas :
1.
Qiro’ah Sab’ah :
di sandarkan pada Imam Tujuh ahli qira’a, yaitu
qira’ah yang telah disebutkan diatas. Ada dua alasan kenapa di sebut qira’ah
sab’ah:
Pertama : ketika kholifah
Utsman menirim ke berbagai daerah itu berjumlah tujuh buah yang masing-masing
disertai dengan ahli qira’ah yang mengajarkan. Nama Sab’ah berasal dari jumlah
qurro’ yang mengajarkan yaitu Sab’ah (tujuh).
Kedua : tujuh qira’ah itu adalah qira’at yang sama
dengan tujuh cara (dialek) bacaan diturunkannya Al-qur’an. Dua pendapat diatas
di sampaikan oleh Prof. Dr. H. Abdul Djalal H.A. yang mengutip dari pendapat
Imam Al-Maliki.
2.
Qir’ah Asyrah :
Qira’ah yang di sandarkan kepada sepuluh orang
ahli qra’ah, yaitu tujuh orang yang sudah tersebut dalam qira’ah sab’ah di
tambah dengan tiga orang, yaitu:
a. Abu Ja’far Yazid Ibnul Qa’qa Al-qari (w. 130
H.) di Madinah
b. Abu Muhammad Ya’ Qub bin Ishaal-Hadhary (w.
205 H.) di Basrah
c. Abu Muhammad Kholf bin Hisyam Al-A’masyy (w.
229 H.)
Menurut sebagian ulama’, pembatasan terhadap
tujuh ahli qira’at kurang tepat, karna masih banyak orang (ulama’) lain yang
juga mamahami dan pandai tentang qira’at.
3.
Qira’ah Arba’a
Asyrata
:
yaitu qira’ah yang di sandarkan kepada 14 ahli
qira’ah yang megajarkannya, sepuluh ahli qira’ah yang telah di tulis di tambah
dengan empat orang, yaitu:
a. Hasan Al-Bashri (w. 110 H.) di Basrah
b. Ibnu Muhaish (w. 123 H.)
c. Yahya Ibnu Mubarok Al- Yazidy (w. 202
H.) di Baghdad
d. Abu Faroj Ibnul Ahmad Asy-Syambudzy (w.
388 H.) di Baghdad.
E.
HIKMAH
MEMPELAJARI QIRA’AT
Dengan bervariasinya Qira’at, maka banyak
sekali manfaat atau faedahnya, diantaranya:
1. Menunjukkan
betapa terpelihara dan terjaganya kitab Allah dari perubahan dan penyimpangan.
2. Meringankan umat Islam dan memudahkan mereka
untuk membaca al-Qur’an.
3. Untuk mempersatukan umat
islam diatas dasr bahasa yang satu.
4. Bukti
kemukjizatan al-Qur’an dari segi kepadatan makna, karena setiap qira’at
menunjukkan sesuatu hukum syara tertentu tanpa perlu pengulangan lafadz.
5. Untuk menjelaskan suatu
hukum dari beberapa hukum.
6. Untuk menjelaskan sebagian
lafad yang mubham (samar).
7. Memperbesar
pahala.[5]
BAB III
PENUTUP
Demikian makalah yang dapat kami buat dan
sampaikan. Kami menyadari dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak
kesalahan dan kekurangan. Untuk itu kritik dan saran yang konstruktif sangat
saya harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan berikutnya. Semoga makalah ini
dapat memberikan manfaat bagi pembaca pada umumnya dan pemakalah pada
khususnya. Aamiin.
KESIMPULAN
1. Qiro’at
merupakan ilu yang mempelajari beberapa cara membaca alquran menurut beberapa
imam yang disebut qiroah sab’ah yang berarti tujuh bacaan
2. Qiroah dibagi
menjadi bermacam-macam yaitu seperti : Qira’ah Mutawatir,Qiro’at
mansyur,Qiro’at ahad,Qiroat Syadz,QIro’at Maudhu’,dan Qiroa’t mudraj.
3. Hikmah dari adanya
qiroa’t yaitu memudahkan kita dalam membaca alquran serta
Mempersatukan
umat islam karna qiroat merupakan suatu bukti keesaan allah swt.
DAFTAR PUSTAKA
Chalik, Abdul, Chaerudji. Ulumul
Al-Qur’an. Diadit Media. Jakarta Pusat. 2007
Syadali Ahmad, Rofi’i
Ahmad. Ulumul Qur’an I. Pustaka Seyia. Bandung. 2000
Asep hermawa, Ulumul
Qur’an. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2013
http://ishaqul-huda.blogspot.co.id/2015/08/makalah-ulumul-quran-qiraah-sabah.html senin 16 05 2016 pukul 09.00 wib
[1] Chaerudji Abdul Chalik, Ulumul
Al-Qur’an, Jakarta : Diadit Media, 2007. Hal. 177-178
[2] Ahmad Syadali
dan ahmad Rofi’i, Ulumul Qur’an I, Bandung : Pustka Setia, 2000. hal.
228
[3] Chaerudji Abdul Chalik, Op.cit., Hal.
173-175
[4] Asep hermawa, Ulumul Quran,Bandung:PT.Remaja
Rosdakarya,2013 hlm 138-139
[5] Chaerudji Abdul Chalik, Op. Cit., Hal.
179-183
0 komentar: