Penerapan HAM di desa Pecuk rt. 05 rwa. 02 kec. Mijen kab. Demak jawa tengah
Sudahkan
HAM di tegakkan di desa pecuk rt. 05 rw. 02 kec. Mijen kab. Demak jawa
tengah???
(Oleh:
Diah Susanti)
Di
kehidupan dewasa ini, terutama bagi kehidupan di Indonesia termasuk di Desa
Pecuk kec. Mijen kab. demak. Penegakan Hak Asasi Manusia merupakan salah satu hal
penting dalam kehidupan bermasyarakat. Namun masih banyak pelanggaran HAM yang
belum terselesaikan dengan baik, dan masih banyak pihak yang masih ragu akan
penegakan HAM di Indonesia. Masih banyaknya pelanggaran yang terjadi akibat
dari ketidakfahaman tentang Hak Asasi Manusia. Berikut adalah riset yang telah saya lakukan
di desa Pecuk Kec. Mijen kab. Demak Jawa Tengah mengenai Hak Asasi Manusia.
Menurut
Jan Materson dari komisi HAM PBB, Hak Asasi Manusia adalah hak-hak yang melekat
pada setiap manusia, yang tanpahak-hak tersebut manusia mustahil dapat hidup
sebagai manusia[1].
HAM merupakan hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati
dan fundamental sebagai suatu anugrah Allah yang harus dihomati, dijaga dan
dilindungi oleh setiap individu, masyarakat atau negara[2].
Menurut
survey, saya menanyai beberapa orang warga desa Pecuk tentang apa itu Hak Asasi
Manusia, dan hasilnya sebagian besar mereka tidak mengetahui yang dimaksud
dengan Hak Asasi Manusia, tapi ada juga yang menjawab Hak Asasi Manusia itu
yang penting hidup. Ketika saya bertanya kepada Bapak Ketua RT, “kalau tidak
ada Hak Asasi Manusia apakah kita bisa Hidup?”, Beliau menjawab: “ya tetep bisa
hidup mbak, yang penting kan bisa bernafas, makan, minum, Hak Asasi Manusia
mungkin itu hanya sebuah istilah”.
Sekarang
ini banyak sekali pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia, baik yang dilakukan
individu, masyarakat, maupun Negara. Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang
dimaksud adalah setiap perbuatan seseorang
atau kelompok orang, termasuk aparat Negara, baik yang disengaja
maupunyang tidak disengaja, atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi,
menghalangi, mematasi, atau mencabut Hak Asasi Manusia seorang ata kelompok
orang yang di jamin oleh undng-undang[3].
Masih ada pelanggaran-pelanggaran HAM
yang terjadi di desa pecuk baik yang berat maupun ringan. Mayarakat pecuk
kurang memahami hakikat HAM.Sehingga masih ada pelanggaran HAM. Selanjutnya
akan di bahas tentang pelanggaran HAM yang terjadi di Desa Pecuk Kec. Mijen
Kab. Demak.
Memprihatinkan, bahwa meskipun ada
bermacam-macam perangkat ketentuan, diskriminasi yang luas terhadap wanita
masih tetap ada. Mengingat, bahwa diskriminasi terhadap wanita melanggar
asas-asas persamaan hak dan penghargaan terhadap martabat manusia, merupakan
hambatan bagi partisipasi wanita, atas dasar persamaan dengan pria dalam
kehidupan politik, social, ekonomi dan budaya Negara-negara mereka, menghambat
pertumbuhan kemakmuran masyarakat dan keluarga serta menambah sukarnya
perkembangan sepenuhnya dari potensi wanita dalam pengabdiannya pada Negara dan
kemanusian[4].
Berbeda dengan steatment tersebut, di
desa Pecuk sudah tidak ada lagi yang namanya deskriminasi terhadap wanita.
Sekarang peran wanita sudah di hargai dan di hormati, sebagian besar kader-kader
(bayan) di desa Pecuk adalah wanita. Hal tersebut menunjukkan bahwa partisipasi
wanita dapat digunakan. Dan peran wanita di masyarakat sangat banyak termasuk
dalam upaya pengabdian diri kepada masyarakat, bahkan yang sering aktif di desa
Pecuk adalah kaum wanita. tahun depan salah satu calon lurahnya adalah seorang
wanita.
Di
dalam UUD 1945 pasal 28A disebutkan bahwa setiap orang berhak untuk hidup serta
berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya[5].
Di desa pecuk sudah 3 tahun yang lalu
terjadi pembunuhan sama-sama antar pemuda desa pecuk. Atas rasa dendam si
pemuda ber inisial “J” menusuk perut si pemuda berinisial “F”. Berawal dari
saling ejek-mengejek dan si “J” tiba-tiba mengeluarkan senjata tajamnya dan di
tusukkan ke perut si “F”. Memang keseharian si “J” biasa membawa senjata tajam
kemana-mana. Ternyata si “J” memang sudah lama menyimpan dendam pada si “F”
karena sering di ejek. Setelah menusuk si “J” melarikan diri dan polisi belum
bisa menemukannya. Selang beberapa tahun si “J” tertangkap di Jepara dengan
kasus pencurian sepeda motor. Setelah menjalani hukuman di Jepara dia
dikembalikan ke rutan Demak untuk menjalani hukuman atas pembunuhan tersebut.
Setelah menjalani tahanan beberapa tahun dia kembali ke rumah. Atas perilakunya
tersebut warga desa pun takut kepadanya. Ketika dia melakukan pelanggaran kecil,
warga tidak ada yang berani melawannya.
Pasal
28B ayat1 berisi “ setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan
keturunan melalui perkawinan yang sah”[6].
Menikah adalah suatu hal yang disunahkan
Rasulullah SAW, dan setiap orang berhak memilih pasangannya sendiri sesuai
keinginan. Ada salah satu warga desa Pecuk yang melanggar pasal tersebut. Bu
Hami tidak memberikan ijin/restu ketika anaknya mau menikah dengan anaknya
bapak Toni yang sama-sama warga Pecuk sendiri. Ketika pernikahan berlangsung bu
Hami tidak mau datang. Hingga saat ini si anak sudah mempunyai anak 2, bu Hami
pun tetap memusuhi anak dan menantunya tersebut, bahkan tidak mau sedikitpun
menerima cucunya. Dan akhirnya anaknya tadi membawa keluarganya pergi merantau
di luar kota, karena mereka tidak merasa tentram serumah dengan ibunya.
Di
dalam pasal 28H ayat 1 yang berbunyi: “setiap orang berhak hidup sejahtera
lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapat lingkungan hidup yang baik dan
sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”[7].
Di desa ini banyak orang-orang kecil
yang kesusahan dalam menggunakan pelayanan kesehatan. Rata-rata mereka di
persulit memperoleh rujukan, proses administrasi yang bertele-tele dan lama.
Hingga muncul istilah “orang miskin di
larang sakit”. Sungguh menyedihkan, tetangga saya salah satu warga di desa
Pecuk beliau seorang nenek yang bernama kasmi yang ingin rawat inap di rumah
sakit menggunakan ASKES tetapi rumah sakit tersebut menyatakan bahwa “ sudah
tidak ada lagi kamar”. Meskipun kondisi nenek tersebut sangat butuh perawatan,
rumah sakit tersebut tidak memberikan pelayanannya. Seorang ibu hamil tua,
yanti namanya, dia ingin periksa kandungan ke rumah sakit untuk mengetahui
posisi bayi nya dengan USG karena sudah menginjak bulan terakhir. Sebelum ke
rumah sakit harus ada rujukannya dari puskesmas, dan ketika di puskesmas
meminta rujukan, bu Yanty di suruh minta surat keterangan ke bidan desa,
ternyata bedan desa tidak bisa memberikan surat keterangan tersebut dengan sebab
bidan tersebut beranggapan bisa lahir normal. Sungguh sangat menyusahkan rakyat
kecil, coba kalau banyak uang segalanya bebas pilih. Di mana peran pemerintah
membantu rakyat kecil??
“Setiap
warga Negara berhak mendapat pendidikan dan setiap warga Negara wajib mengikuti
pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”, isi pasal 31 ayat 1 dan 2[8].
Pasal tersebut menerangkan bahwa setiap
orang diwajibkan memperoleh pendidikan sekolah dasar (SD) secara GRATIS.
Bagaimana kalau ada anak yang tidak sekolah???. Sangat memprihatinkan di desa
Pecuk ada anak yang tidak mau sekolah, dia menyatakan “sekolah kuwi angil” artinya
dia menganggap sekolah itu sulit. Herannya lagi ibunya masa bodoh membiarkan
anaknya tidak sekolah, padahal sekolah dasar itu di wajibkan pemerintah. Memang
sangat disayangkan, pada priode emasnya di lewatkan begitu saja.
Pasal
298 ayat 1 KUHP menyebutkan bahwa seorang anak berapapun usianya wajib untuk
menghormati dan menghargai orang tuanya, sedangkan ayat 2 menyebutkan bahwa orang tua
berkewajiban untuk mendidik dan memelihara anak-anak mereka yang masih di bawah
umur, kehilangan kekuasaan orang tua atau kekuasaan wali tidak membebaskan
mereka dari kewajiban memberi tunjangan menurut besarnya pendapatan[9].
Hal tersebut memang sudah menjadi
kewajiban, tetapi salah satu warga desa Pecuk bernama Sri tega mengusir
bapaknya dari rumahnya, padahal rumah tersebut di bangun oleh bapaknya. Sri
mengusir bapaknya dengan alasan bahwa dia itu tidak anak kandungnya tp anak
yang di pungut dari rumah sakit. Dia beranggapan dia cantik tapi bapaknya kok
jelek. Padahal dia memeng anak kandung bapaknya yang sudah dirawat sejak kecil
hingga menikah. Sampai sekarang bapaknya masih tinggal di gubug di atas tanggul
sungai serang, pada saat hujan masih kehujanan. Hal tersebut sangat melanggar
apa yang ada di KUHP.
Dari keterangan di atas
maka dapat di simpulkan bahwa di desa Pecuk Kec. Mijen Kab. Demak belum
sepenuhnya HAM itu di tegakkan, di buktikan dengan masih banyak adanya
pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di desa tersebut. Kurangnya pengetahuan
tentang Hak Asasi Manusia menjadi salah satu factor sulit di tegakkannya Hak
Asasi tersebut.
Saran saya perlu adanya sosialisasi
tentang Hak Asasi Manusia untuk warga
desa Pecuk Kec. Mijen Kab. Demak agar para warga tau apa itu HAM, contoh
pelanggaranya seperti apa, dan hukuman yang di terima jika HAM dilanggar dll.
Dengan hal tersebut diharapkan bisa meminimalisir adanya pelanggaran HAM dan
HAM bisa di tegakkan dengan baik di Desa Pecuk Kec. Mijen Kab. Demak.
Demikian yang bisa saya tulis, semoga memberikan
manfaat untuk semua kalangan. Kurang lebihnya saya mohon maaf.
Wallahu a’lam bisshowab.
Sumber:
Hasil riset di Desa Pecuk Kec. Mijen
Kab. Demak
tim PUSLIT, Pendidikan Kewargaan Demokrasi, HAM &
Masyarakat Madani, Jakarta: IAIN Jakarta Press, 2000
Tim ICCE, Civic Education:
Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani, Jakarta: ICCE UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta bekerja sama dengan The Asia Foundation., 2003
Heri Herdiawanto, Jumanta Hamdayama, Cerdas,
Kritis, dan Aktif Berwarganegara, Jakarta: Erlangga,2010
Kelompok kerja
Convention Watch, Hak Azasi Perempuan
Instrumen Hukum untuk Mewujudkan Keadilan Gender, Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia,2004
_,
UUD 1945, Surabaya: Anugerah, 2014
Witanto, Hukum Keluarga Hak Dan Kedudukan Anakluar
Kawin, Jakarta: Prestasi Pustaka, 2012
[1]
tim PUSLIT, Pendidikan Kewargaan Demokrasi, HAM &
Masyarakat Madani, Jakarta: IAIN Jakarta Press, 2000, hlm. 207
[2]Tim
ICCE, Civic Education: Demokrasi, HAM,
dan Masyarakat Madani, Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
bekerja sama dengan The Asia Foundation., 2003, hlm. 201
[3]
Heri
Herdiawanto, Jumanta Hamdayama, Cerdas,
Kritis, dan Aktif Berwarganegara, Jakarta: Erlangga,2010, hlm. 71
[4]
Kelompok kerja Convention
Watch, Hak Azasi Perempuan Instrumen
Hukum untuk Mewujudkan Keadilan Gender, Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia,2004, hlm. 9
[5] _, UUD 1945, Surabaya: Anugerah, 2014, hlm.18
[6] _,UUD 1945, …. hlm. 18
[7] _, UUD 1945, …. Hlm. 20
[8] _, UUD 1945, …. Hlm. 22
[9] Witanto, Hukum Keluarga Hak Dan Kedudukan Anakluar Kawin, Jakarta: Prestasi
Pustaka, 2012, Hlm. 260
0 komentar: