Hubungan antara Agama dan Budaya
Makalah
Disusun
Guna Memenuhi Tugas
Mata
Kuliah : IAD,IBD,ISD
Dosen
Pengampu : Bpk Nur Ahmad,s.sos.i..M.S.I
Disusun Oleh :
Kelompok 10
Shokhibul
Burhan (1510120049)
Erwan
Setyo Budi (1510120050)
Khoerul
Muarif (1510120051)
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
PROGRAM
STUDI TARBIYAH / PAI ELK-B
TAHUN
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang masalah
Agama
dan budaya adalah hal yang sangat dekat dengan masyarakat.bahkan banyak yang
beranggapan bahwa agama dan budaya adalah sesuatu hal yang tak dapat
dipisahkan,padahal alam kaidah sebenarnya agama dan kebudayaan
mempunyai kedudukan masing-masing dan tidak dapat disatukan, karena agamalah
yang mempunyai kedudukan lebih tinggi dari pada kebudayaan. Namun keduanya
mempunyai hubungan yang erat dalam kehidupan masyarakat.
Geertz (1992:13), mengakatan bahwa wahyu
membentuk suatu struktur psikologis dalam benak manusia yang membentuk
pandangan hidupnya, yang menjadi sarana individu atau kelompok individu yang
mengarahkan tingkah laku mereka. Tetapi juga wahyu bukan saja menghasilkan
budaya immaterial, tetapi juga dalam bentuk seni suara, ukiran, bangunan.
Dapatlah disimpulkan bahwa budaya yang
digerakkan agama timbul dari proses interaksi manusia dengan kitab yang
diyakini sebagai hasil daya kreatif pemeluk suatu agama tapi dikondisikan oleh
konteks hidup pelakunya, yaitu faktor geografis, budaya dan beberapa kondisi
yang objektif.
Demi terjaganya esistensi dan kesucian nilai –
nilai agama sekaligus memberi pengertian, disini penulis hendak mengulas
mengenai Apa itu Agama dan Apa itu Budaya, yang tersusun berbentuk makalah
dengan judul “Agama dan Budaya”. Penulis berharap apa yang diulas, nanti dapat
menjadi paduan pembaca dalam mengaplikasikan serta dapat membandingkan antara
Agama dan Budaya.
B.
Rumusan
masalah
Dalam makalah
ini tersusun suatu rumusan makalah antara lain:
1.
Apakah yang dimaksud dengan agama?
2.
Apakah yang dimaksud dengan Kebudayaan?
3.
Apakah hubungan antara Agama dah Kebudayaan?
BAB II
ISI
A.
Pengertian
Agama
Kata agama
berasal dari bahasa Sansekerta dari kata A berarti tidak dan GAMA
berarti kacau. Kedua kata itu jika dihubungkan berarti sesuatu yang
tidak kacau. Jadi fungsi agama dalam pengertian ini memelihara integritas
dari seorang atau sekelompok orang agar hubungannya dengan Tuhan, sesamanya,
dan alam sekitarnya agar tidak kacau. Karena itu menurut Hinduisme, agama
sebagai kata benda berfungsi memelihara integritas dari seseorang atau
sekelompok orang agar hubungannya dengan realitas tertinggi, sesama manusia dan
alam sekitarnya. Ketidak kacauan itu disebabkan oleh penerapan peraturan agama
tentang moralitas,nilai-nilai kehidupan yang perlu dipegang, dimaknai dan
diberlakukan.
Islam juga
mengadopsi kata agama, sebagai terjemahan dari kata Al-Din seperti yang
dimaksudkan dalam Al-Qur’an surat 3 : 19 ( Zainul Arifin Abbas, 1984 : 4).
Agama Islam disebut Din dan Al-Din, sebagai lembaga Ilahi untuk memimpin
manusia untuk mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat.
B.
Pengertian Budaya
Di dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia(1996: 149), disebutkan bahwa: “ budaya “ adalah
pikiran, akal budi, adat istiadat. Sedang “kebudayaan” adalah hasil kegiatan
dan penciptaan batin (akal budi) manusia, seperti kepercayaan, kesenian dan
adat istiadat. Ahli sosiologi mengartikan kebudayaan dengan keseluruhan
kecakapan (adat, akhlak, kesenian, ilmu dll).
Dalam
literature antropologi terdapat tiga istilah yang boleh jadi semakna dengan
kebudayaan,yaitu culture , civilization , dan cultura. Arti
kultur adalah memelihara,mengerjakan ,atau mengolah (S.Takdir Alisyahbana,
1986:2005). Soerjono Soekanto (1993:188) mengungkapkan hal yang sama.Namun ,ia
menjelaskan lebih jauh bahwa yang dimaksud dengan mengolah atau mengerjakan
sebagai arti kultur adalah mengolah atau
bertani . Atas dasar arti yang dikandungnya,kebudayaan kemudiandimaknai sebagai
segala daya dan kegiatan manusia untuk mengolah dan mengubah alam.[1]
Menurut Samuel
Johnson (1709:1784) beliau berkata,”The Chains of Habit are generally too small
to be felt until they are too strong to be broken;’rantai kebiasaan pada
umumnya terlalu kecil untuk dirasakan,sampai suatu saat rantai itu menjadi
sangat kuat dan sulit untuk diputuskan.”,maksud dari pendapat tersebut bahwa
sebuah kebiasaan atau budaya jika belum pernah dilakukan itu biasa saja ,akan
tetapi jika budaya tersebut sudah biasa dilakukan setiap hari maka akan sulit
untuk dihilangkan.Tidak ada sesuatu yang begitu kuat mengakar dalam perilaku
seseoarang kecuali kebiasaan.Sekecil apapun sebuah kebiasaan akan menjadi batu
karang yang sangat kuat bila terus-menerus dilakukan secara kontinu.ada pepatah
bahasa latin ,“Stilla Cavet Lapidem;’air yang menetes terus-menerus,akhirnya
dapat menembus batu cadas.” Sebagaimana Rosulullah saw bersbda.”Amal yang
paling afdhol adalah amal yang dilakukan secara terus- menerus walaupun
sedikit.”[2]
C.
Hubungan antara Agama dan Budaya
Agama dan
budaya menurut Kuntowijoyo (1991) adalah dua hal yang saling berinteraksi dan
saling mempengaruhi. Pertama, agama mempengaruhi kebudayaan dalam
pembentukannya, nilainya adalah agama, tetapi simbolnya adalah kebudayaan.
Kedua, budaya dapat mempengaruhi simbol agama, dan yang ketiga, kebudayaan
dapat menggantikan sistem nilai dan simbol agama.
Seperti
halnya kebudayaan agama sangat menekankan makna dan signifikasi sebuah
tindakan. Karena itu sesungguhnya terdapat hubungan yang sangat erat antara
kebudayaan dan agama bahkan sulit dipahami kalau perkembangan sebuah kebudayaan
dilepaskan dari pengaruh agama. Sesunguhnya tidak ada satupun kebudayaan yang
seluruhnya didasarkan pada agama. Untuk sebagian kebudayaan juga terus
ditantang oleh ilmu pengetahuan, moralitas secular, serta pemikiran kritis.
Meskipun
tidak dapat disamakan, agama dan kebudayaan dapat saling mempengarui. Agama
mempengaruhi sistem kepercayaan serta praktik-praktik kehidupan.Sebaliknya
kebudayaan pun dapat mempengaruhi agama, khususnya dalam hal bagaimana agama di
interprestasikan/ bagaimana ritual-ritualnya harus dipraktikkan. Tidak ada
agama yang bebas budaya dan apa yang disebut Sang –Illahi tidak akan
mendapatkan makna manusiawi yang tegas tanpa mediasi budaya, dlam masyarakat
Indonesia saling mempengarui antara agama dan kebudayaan sangat terasa. Praktik
inkulturasi dalam upacara keagamaan hampir umum dalam semua agama.
Budaya yang digerakkan agama timbul dari proses interaksi manusia dengan kitab
yang diyakini sebagai hasil daya kreatif pemeluk suatu agama tapi dikondisikan
oleh konteks hidup pelakunya, yaitu faktor geografis, budaya dan beberapa
kondisi yang objektif.
Budaya agama tersebut akan terus tumbuh dan
berkembang sejalan dengan perkembangan kesejarahan dalam kondisi objektif dari
kehidupan penganutnya.
Hubungan kebudayaan dan agama tidak saling merusak, kuduanya justru saling
mendukung dan mempengruhi. Ada paradigma yang mengatakan bahwa ” Manusia yang
beragma pasti berbudaya tetapi manusia yang berbudaya belum tentu beragama”.
Lapisan pertama adalah agama pribumi yang memiliki ritus-ritus yang berkaitan
dengan penyembahan roh nenek moyang yang telah tiada atau lebih setingkat
yaitu Dewa-dewa suku seperti sombaon di Tanah Batak, agama Merapu di Sumba,
Kaharingan di Kalimantan. Berhubungan dengan ritus agama suku adalah berkaitan
dengan para leluhur menyebabkan terdapat solidaritas keluarga yang sangat
tinggi. Oleh karena itu maka ritus mereka berkaitan dengan tari-tarian dan seni
ukiran, Maka dari agama pribumi bangsa Indonesia mewarisi kesenian dan
estetika yang tinggi dan nilai-nilai kekeluargaan yang sangat luhur.
Lapisan kedua dalah Hinduisme, yang telah meninggalkan peradapan yang
menekankan pembebasan rohani agar atman bersatu dengan Brahman maka dengan itu
ada solidaritas mencari pembebasan bersama dari penindasan sosial untuk menuju
kesejahteraan yang utuh. Solidaritas itu diungkapkan dalam kalimat Tat Twam
Asi, aku adalah engkau.
Lapisan ketiga adaalah agama Buddha, yang telah mewariskan nilai-nilai yang
menjauhi ketamakan dan keserakahan. Bersama dengan itu timbul nilai
pengendalian diri dan mawas diridengan menjalani 8 tata jalan keutamaan.
Lapisan keempat adalah agama Islam yang telah menyumbangkan kepekaan terhadap
tata tertib kehidupan melalui syari’ah, ketaatan melakukan shalat dalam lima
waktu,kepekaan terhadap mana yang baik dan mana yang jahat dan melakukan yang
baik dan menjauhi yang jahat (amar makruf nahi munkar) berdampak pada
pertumbuhan akhlak yang mulia. Inilah hal-hal yang disumbangkan Islam dalam
pembentukan budaya bangsa.
Lapisan kelima adalah agama Kristen, baik Katholik maupun Protestan. Agama ini
menekankan nilai kasih dalam hubungan antar manusia. Tuntutan kasih yang
dikemukakan melebihi arti kasih dalam kebudayaan sebab kasih ini tidak menuntut
balasan yaitu kasih tanpa syarat. Kasih bukan suatu cetusan emosional tapi
sebagai tindakan konkrit yaitu memperlakukan sesama seperti diri sendiri. Atas
dasar kasih maka gereja-gereja telah mempelopori pendirian Panti Asuhan, rumah
sakit, sekolah-sekolah dan pelayanan terhadap orang miskin.
Apakah gunanya menggunakan pendekatan kebudayaan
terhadap agama. Yang terutama adalah kegunaannya sebagai alat metodologi
untuk memahami corak keagamaan yang dipunyai oleh sebuah masyarakat dan para
warganya. Kegunaan kedua, sebagai hasil lanjutan dari kegunaan utama
tersebut, adalah untuk dapat mengarahkan dan menambah keyakinan agama yang
dipunyai oleh para warga masyarakat tersebut sesuai dengan ajaran yang benar
menurut agama tersebut, tanpa harus menimbulkan pertentangan dengan para warga
masyarakat tersebut. Yang ketiga, seringkali sesuatu keyakinan agama
yang sama dengan keyakinan yang kita punyai itu dapat berbeda dalam berbagai
aspeknya yang lokal. Tetapi, dengan memahami kondisi lokal tersebut maka kita
dapat menjadi lebih toleran terhadap aspek-aspek lokal tersebut, karena
memahami bahwa bila aspek-aspek lokal dari keyakinan agama masyarakat tersebut
dirubah maka akan terjadi perubahan-perubahan dalam berbagai pranata yang ada
dalam masyarakat tersebut yang akhirnya akan menghasilkan perubahan kebudayaan
yang hanya akan merugikan masyarakat tersebut karena tidak sesuai dengan
kondisi-kondisi lokal lingkungan hidup masyarakat tersebut.
D.
Contoh Hubungan Agama dan kebudayaan
dikehidupan sehari-hari
1.
Ketika seseorang berpindah agama cara berfikir
dan cara hidupnya dapat berubah secara signifikan. dapat dilihat seseorang yang
beragama Kristen pindah menjadi agama islam maka pandangan hidupnya akan
berubah pula, missal: cara pandang mareka dalam berpakaian ketika mereka
beragama Kristen cara berpakain mereka kurang menutup aurat tetapi ketika
mereka telah beragam islam cara berpakaian mereka menutup aurat.
2.
Ketika ibadah hari raya idul fitri, hari raya
ini dalam praktiknya tidak lagi menjadi perayaan “khas” penganut agama islam
tetapi sudah lebih merupakan tradisi bagi segenap masyarakat Indonesia. Saling
maaf memaafkan yang dulu tidak pernah terjadi di negeri-negeri timur tengah
tetapi masyarakat Indonesia justru di jadikan momemtum untuk membangun kembali
tali persaudaraan seta kesetia kawanan terhadap satu sama lain.
3.
Budaya Ngaben yang merupakan upacara kematian
bagi umat hindu Bali yang sampai sekarang masih terjaga kelestariannya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Masyarakat,
agama dan kebudayaan sangat erat dan berkaitan antara satu sama lain. Saat
budaya atau agama diartikan sesuatu yang terlahir di dunia yang manusia mau
tidak mau harus menerima warisan tersebut. Berbeda ketika sebuah
kebudayaan dan agama dinilai sebagai sebuah proses tentunya akan bergerak
kedepan menjadi sebuah pegangan, merubah suatu keadaan yang sebelumnya menjadi
lebih baik.
Ketika agama
dilihat dengan kacamata agama maka agama akan memerlukan kebudayaan. Maksudnya
agama (islam) telah mengatur segala masalah dari yang paling kecil
contohnya buang hajat hingga masalah yang ruwet yaitu pembagian harta waris
dll. Sehingga disini diperlukan sebuah kebudayaan agar agama (islam) akan
tercemin dengan kebiasaan masyarakat yang mencerminkan masyarakat yang
beragama, berkeinginan kuat untuk maju dan mempunyai keyakinan yang sakral yang
membedakan dengan masyarakat lainnya yang tidak menjadikan agama untuk
dibiasakan dalam setiap kegiatan sehari-hari atau diamalkan sehingga akan
menjadi akhlak yang baik dan menjadi kebudayaan masyarakat tersebut.
Sedangkan jika
agama dilihat dari kebudayaan maka kita lihat agama sebagai keyakinan yang
hidup yang ada dalam masyarakat manusia dan bukan agama yang suci dalam
(Al-Qur’an dan Hadits) Sebuah keyakinan hidup dalam masyarakat maka agama akan
bercorak local, yaitu local sesuai dengan kebudayaan masyarakat tersebut.
Daftar pustaka
25
September 2015 pukul 21.36 wib
25
September 2015 pukul 21.29 wib
Hakim,Drs Atang Abd.M.A. 2012 Metodologi
Studi Islam .Bandung:PT.Remaja Rosdakarya
Tasmoro,K.H.Toto.2002.Membudayakan
Etos kerja Islami.Gema Insani.Jakarta
0 komentar: