Filsafat Jawa
FILSAFAT
JAWA
MAKALAH
Disusun Guna
Memenuhi Tugas
Mata
Kuliah : Filsafat
Dosen Pengampu
: Nadhirin, S.Ag.,
M.Pd
DisusunOleh
:
Kelompok : 4
•
M. Nur Kholil (1410110314)
•
Muhtar Yusuf (1410110319)
•
Azahro (1410110326)
•
Siti Muzdalifah (1410110335)
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KUDUS
JURUSAN TARBIYAH / PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
2014
A
. PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Yang menjadi kenyataan di era sekarang. Dan
dari sekian ramalan-ramalan itu banyak yang menjadi bahan diskusi baik oleh
para pelajar ataupun para cerdik pandai. Pemerintahan negeri ini pun tak pernah
lepas dari filsafat Jawa. Demokrasi adalah salah satu warisan dari leluhur
kita, yang mungkin tahu apa yang akan terjadi dengan negara ini. Saat ini
kebudayaan Jawa, terutama Filsafat Jawa hampir hilang dari kehidupan
masyarakat. Kehidupan kita yang cenderung “western” telah mengabaikan filsafat-
filsafat Jawa tersebut. Padahal dalam filsafat-filsafat tersebut mengandung
ajaran “adiluhung” yang sangat berguna bagi kehidupan
masyarakat. Bicara tentang Filsafat Jawa, rasanya
negara ini tak pernah lepas dari itu, banyak ramalan-ramalan para kinasih
Filsafat Jawa pada
dasarnya bersifat universal. Jadi filsafat Jawa bukan hanya diperuntukkan bagi
masyarakat Jawa saja, tetapi juga bagi siapapun yang ingin mempelajarinya, dan
masih banyak ajaran-ajaran dalam filsafat jawa lainya yang akan dibahas dalam
uraian nanti terutama dalam mncapai kearifan dan kesuksesan untuk menjadi
seseorang yang lebih baik dan hidup bermandirei.
B.
Rumusan masalah
Dengan memperhatikan latar belakang diatas,
penulis ingin mengemukakan beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1) Apa pengertian
filsafat jawa ?
2) Siapa tokoh dan pemikir filsafat jawa ?
3) Apa yang dimaksud jawa dan kejawen ?
4) Apa saja unen-unen populer filsafat hidup
orang jawa ?
B
. PENGERTIAN FILSAFAT JAWA
Filsafat
sebagai suatu proses, yang dalam hal ini diartikan dalam bentuk suatu aktifitas
berfilsafat, dalam proses suatu pemecahan permasalahan dengan menggunakan suatu
cara dan metode tertentu yang sesuai dengan objek permasalahannya. Semua
manusia yang normal senantiasa ditandai dengan kegiatannya yang sangat khas
yaitu kegiatan berfikir. Maka kegiatan berfikir inilah yang membedakan makhluk
manusia dengan makhluk yang lainnya. Namun tak semua kegiatan berfikir disebut
kegiatan berfilsafat. Dalam kehidupan sehari-hari ini saja banyak hal dapat
kita jadikan filsafat, asal kita mampu berfikir.
Dalam
tugas filsafat popular ini saya akan mencoba membahas mengenai filsafat jawa
yang belakangan mulai dilupakan. Padahal bila kita mampu menggalinya ada banyak
pesan yang disampaikan melalui filsafat jawa. Yang akan saya sampaikan disini
adalah satu dari sekian banyak filsafat jawa.
C
. TOKOH DAN PEMIKIR FILSAFAT JAWA
1.
M. Nasroen
Seorang
pelopor kajian Filsafat Indonesia. Puncak kariernya ialah ketika ia menjabat
sebagai Guru Besar Filsafat di Universitas Indonesia. Karyanya ialah Falsafah
Indonesia, yang di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI)
dikategorikan sebagai ‘buku langka’ dengan Nomor Panggil (Shelf Number)
181.16 NAS f. Dalam karyanya itu, Nasroen menegaskan keberbedaan Filsafat
Indonesia dengan Filsafat Barat (Yunani-Kuno) dan Filsafat Timur, lalu mencapai
satu kesimpulan bahwa Filsafat Indonesia adalah suatu filsafat khas yang ‘tidak
Barat’ dan ‘tidak Timur’, yang amat jelas termanifestasi dalam ajaran filosofis
mupakat, pantun-pantun, Pancasila, hukum adat, ketuhanan, gotong-royong, dan
kekeluargaan.
2. Soenoto
Merupakan pengkaji Filsafat Indonesia
generasi kedua di era 1980-an.
Pendidikan kefilsafatan diperoleh dari UGM Yogyakarta (Sarjana dan Magister Ilmu Sosial dan Politik), lalu Vrije Universiteit Amsterdam (Doktor Ilmu Sosial dan Politik). Jabatan yang pernah dipegang ialah Dosen Tetap UGM (sejak 1958), Dekan Fakultas Filsafat UGM (1967-1979), Peneliti Filsafat Pancasila di Dephankam, Ketua Survei Pengamalan Pancasila di UGM dan Depdagri RI. Karya-karyanya ialah: Selayang Pandang tentang Filsafat Indonesia, Pemikiran tentang Kefilsafatan, dan Menuju Filsafat Indonesia: Negara-Negara di Jawa sebelum Proklamasi Kemerdekaan. Dalam ketiga karyanya itu Sunoto menyempurnakan karya rintisan Nasroen dengan menelusuri tradisi kefilsafatan Jawa dan memberikan penjabaran yang amat detail tentang tradisi itu
Pendidikan kefilsafatan diperoleh dari UGM Yogyakarta (Sarjana dan Magister Ilmu Sosial dan Politik), lalu Vrije Universiteit Amsterdam (Doktor Ilmu Sosial dan Politik). Jabatan yang pernah dipegang ialah Dosen Tetap UGM (sejak 1958), Dekan Fakultas Filsafat UGM (1967-1979), Peneliti Filsafat Pancasila di Dephankam, Ketua Survei Pengamalan Pancasila di UGM dan Depdagri RI. Karya-karyanya ialah: Selayang Pandang tentang Filsafat Indonesia, Pemikiran tentang Kefilsafatan, dan Menuju Filsafat Indonesia: Negara-Negara di Jawa sebelum Proklamasi Kemerdekaan. Dalam ketiga karyanya itu Sunoto menyempurnakan karya rintisan Nasroen dengan menelusuri tradisi kefilsafatan Jawa dan memberikan penjabaran yang amat detail tentang tradisi itu
3.
R. Parmono
Lahir
pada tahun 1952, R. Parmono menempuh kefilsafatan di Fakultas Filsafat
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (Sarjana Filsafat), 1976 di Program
Pasca-Sarjana Jurusan Filsafat Indonesia di UGM pula. Sebagai Dosen Filsafat di
UGM, bahkan pernah menjadi Sekretaris Jurusan (Sekjur) pada Jurusan Filsafat
Indonesia yang dirintisnya bersama-sama dengan Soenoto. Selain mengajar di UGM,
beliau juga salah seorang anggota Peneliti Filsafat Pancasila (1975-1979) di
Dephankam. Karya-karyanya yang membahas Filsafat Indonesia ialah: Menggali
Unsur-Unsur Filsafat Indonesia ,Penelitian Pustaka: Beberapa Cabang
Filsafat di dalam Serat Wedhatama (1982/1983), dan Penelitian Pustaka:
Gambaran Manusia Seutuhnya di dalam Serat Wedhatama (1983/1984). Dalam
bukunya Menggali Unsur-Unsur Filsafat Indonesia, R. Parmono
menyempurnakan kekurangan kajian Sunoto yang mengkaji sebatas tradisi
kefilsafatan Jawa dengan melebarkan lingkup kajian pada tradisi filsafat Batak,
Minang, dan Bugis. Dalam buku itu pula Parmono mencoba mendefinisi-ulang
istilah ‘Filsafat Indonesia’, sebagai ‘…pemikiran-pemikiran…yang tersimpul
di dalam adat istiadat serta kebudayaan daerah…’ . Jadi, Filsafat Indonesia
berarti segala filsafat yang ditemukan dalam adat dan budaya etnik Indonesia.
Definisi ini juga dianut oleh pelopor yang lain, Jakob Sumardjo.
4.
Jakob Sumarjo
Nama
aslinya Jakobus Soemardjo, dilahirkan di Klaten pada tahun 1939. Karier
kefilsafatannya dimulai ketika ia menulis kolom di harian KOMPAS, Pikiran
Rakyat, Suara Karya, Suara Pembaruan dan majalah Prisma, Basis, dan Horison
sejak tahun 1969. Sejak tahun 1962 mengajar di Fakultas Seni Rupa Desain di
Institut Teknologi Bandung (ITB) Bandung dalam mata kuliah Filsafat Seni,
Antropologi Seni, Sejarah Teater, daan Sosiologi Seni. Buku-bukunya yang khusus
membahas Filsafat Indonesia ialah: Menjadi Manusia (2001), Arkeologi
Budaya Indonesia (Yogyakarta: Penerbit Qalam, 2002, ISBN 979-9440-29-7),
dan Mencari Sukma Indonesia: Pendataan Kesadaran Keindonesiaan di tengah
Letupan Disintegrasi Sosial Kebangsaan (Yogyakarta: AK Group, 2003).
D . JAWA
DAN KEJAWENDelapan Ajaran Jawa adalah ajaran
kejawen leluhur yang dilestarikan oleh
Tumenggung Majapahit KRT. WIRAGATI
pada abad 14 Delapan ajaran Jawa yang dimaksud
adalah :
1. Ora Mateni Sakabehe, artinya tidak
membunuh apa saja, semua mahluk hidup
harus dicintai dengan sungguh-sungguh
baik tumbuhan maupun hewan apalagi
manusia, pada sebagian besar hewan
mengenal rasa sakit, kecuali hewan di air, jiwa dikehidupan yang mengenal rasa
adalah percikan Tuhan yang akan berbalik
menjadi energi negatif bagi diri mahluk
hidup yang menyakiti, apabila disakiti,
membunuh dalam konteks menyakiti tidak
diperkenankan karena merupakan perbuatan kejam. Apapun alasannya setiap
pembunuhan adalah menyakiti dan untuk
mencapai kesucian jiwa maka membunuh
apapun akan dapat menodai kesucian
tersebut.membunuh hanya dapat
dilakukan oleh jiwa-jiwa rendah seperti hewan dan pembunuh akan sangat sulit
mencapai alam tengah.
2. Ora Ngrusak Sakabehe, artinya tidak
merusak apa saja.,merusak alam merusak
diri sendiri dan merusak makhluk hidup lain
tidak diperbolehkan. Kemajuan teknologi akan tidak ada artinya
apabila dampaknya adalah kerusakan
ekosistem dan alam. Tidak menjaga kesehatan, merokok,
minum minuman keras, narkoba adalah
merusak tubuh dan banyak perbuatan
yang dampaknya adalah kerusakan hal ini
sangat dilarang dalam ajaran Jawa.
3. Ora Mangan Kewan, tidak makan hewan . konsep Jawa mengajarkan bahwa
hampir semua hewan di darat mempunyai
rasa sakit dan mempunyai jiwa kecuali
beberapa hewan di air. kita tidak pernah
menemui hewan di darat yang menjumpai api tetap di terjang pasti dia akan
menghindar artinya dia punya rasa
sakit ,lain halnya dengan beberapa hewan
air …bahwa hewan air hanya setingkat
lebih tinggi dari tumbuhan dan tumbuhan
tidak mempunyai rasa sakit. Bagaimana perasaan Anda memakan
daging makhluk hidup yang kematiannya
menderita ? Apabila hal ini diterapkan dengan ilmu
kesehatan, ternyata memang hampir
semua penyebab penyakit berasal dari
makanan dari daging hewan didarat, jadi
sekalipun orang Eropa mengenal
vegetarian, kita sudah lebih dahulu melaksanakannya.
4. Ora Ngapusi, tidak menipu Menipu adalah berbohong untuk
menguntungkan diri sendiri atau untuk
sebuah tujuan menguntungkan demi
keinginan dan nafsu, apabila tidak pernah
melakukan perbuatan menipu sudah pasti
ketenangan hidup dan kebahagiaan akan selalu menyertainya
5. Budhi lan Karya, berperilaku baik berpikir
dan bekerja keras, walaupun sikap
menerima selalu tertanam dihati namun
bekerja keras dan berfikir untuk maju
senantiasa dilakukan terus menerus.
6. Maca lan Maguru sepadha-padha,
membaca dan mencari ilmu pegetahuan
seluas-luasnya. Alam semesta adalah guru
utama, semua makhluk hidup adalah guru,
manusia di luar diri kita adalah guru,
dengan menjadikan semua yang diluar diri kita adalah guru maka kita dapat menyerap
semua hal dari sisi ilmu dan tidak sekali-kali
meremehkan orang lain, siapapun dia.
7. Tenggang rasa, tepo sliro Simpati dan bijaksana menghadapi makhluk
diluar kita yang sedang menderita,
sehingga kita bisa ikut merasakan dan
membantu sebisanya, siapapun yang suka
memberi, pasti dia mudah untuk menjadi
kaya, karena memberi membuka pikiran aura tubuh untuk menjadi orang baik,
mengerem kerakusan dan menetralkan
badan dari energi negative sehingga
peluang materi tertarik badan dari luar
dapat mudah datang dengan sendirinya,
sehingga tidak heran apabila anda sering memberi banyak muncul kebetulan yang
mengarah pada rejeki. Namun pada orang yang kikir , pelit dan
hanya membelanjakan uang untuk
kepentingan sendiri atau untuk pemuasan
keyakinan sendiri tanpa rasa tulus
mencintai orang lain maka dampaknya
adalah kesusahan untuk mendapatkan peluang dan rejeki, untuk lebih mudahnya
mulai sekarang dan 6 bulan ke depan
silahkan dipraktekkan dan dirasakan
perbedaannya.
8. Ngadohi Wong ala, kejem lan mbilaheni Menjauhi orang yang jahat, kekejaman dan
marabahaya, prinsip tidak ikut intervensi
kepada orang lain dengan cara menjauhi
dan menghindarinya jauh lebih baik
daripada menasehati yang belum tentu
diterima.
E . UNEN-UNEN POPULER FILSAFAT HIDUP ORANG JAWA
Filosofi Jawa dinilai sebagai hal yang kuno dan ketinggalan jaman. Padahal, filosofi leluhur tersebut berlaku terus sepanjang hidup. Warisan budaya pemikiran orang Jawa ini bahkan mampu menambah wawasan kebijaksanaan.
Berikut 10 dari sekian banyak falsafah yang menjadi pedoman hidup orang Jawa.
1. Urip Iku Urup
Hidup itu Nyala, Hidup itu hendaknya memberi manfaat bagi orang lain disekitar kita, semakin besar manfaat yang bisa kita berikan tentu akan lebih baik.
2. Memayu Hayuning Bawana, Ambrasta dur Hangkara
Manusia hidup di dunia harus mengusahakan keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan; serta memberantas sifat angkara murka, serakah dan tamak.
3. Sura Dira Jaya Jayaningrat, Lebur Dening Pangastuti
segala sifat keras hati, picik, angkara murka, hanya bisa dikalahkan dengan sikap bijak, lembut hati dan sabar.
4. Ngluruk Tanpa Bala, Menang Tanpa Ngasorake, Sekti Tanpa Aji-Aji, Sugih Tanpa Bandha
Berjuang tanpa perlu membawa massa. Menang tanpa merendahkan atau mempermalukan. Berwibawa tanpa mengandalkan kekuasaan, kekuatan,kekayaan atau keturunan. Kaya tanpa didasari kebendaan.
5. Datan Serik Lamun Ketaman, Datan Susah Lamun Kelangan
Jangan gampang sakit hati manakala musibah menimpa diri. Jangan sedih manakala kehilangan sesuatu.
6. Aja Gumunan, Aja Getunan, Aja Kagetan, Aja Aleman
Jangan mudah terheran-heran. Jangan mudah menyesal. Jangan mudah terkejut-kejut. Jangan mudah ngambeg, jangan manja.
7. Aja Ketungkul Marang Kalungguhan, Kadonyan lan Kemareman
Janganlah terobsesi atau terkungkung oleh keinginan untuk memperoleh kedudukan, kebendaan dan kepuasan duniawi.
8. Aja Kuminter Mundak Keblinger, Aja Cidra Mundak Cilaka
Jangan merasa paling pandai agar tidak salah arah. Jangan suka berbuat curang agar tidak celaka.
9. Aja Milik Barang Kang Melok, Aja Mangro Mundak Kendo
Jangan tergiur oleh hal-hal yang tampak mewah, cantik, indah; Jangan berfikir mendua agar tidak kendor niat dan kendor semangat.
10. Aja Adigang, Adigung, Adiguna
Jangan sok kuasa, sok besar, sok sakti.
F . PENUTUP
A . Kesimpulan
dari semua yang telah
disampaikan penulis di atas dapat disimpilkan bahwa filsafat jawa mengandung
ajaran “Jawa Kejawen” yang sangat berguna bagi kehidupan masyarakat. Ajaran adiluhung
tersebut biasanya terwujud dalam mutiara-mutiara kata orang jawa bisa berupa
serat, kebudayan jawa, dan lain-lain. Dari ajaran Jawa Kejawen tersebut akan dapat mengantarkan seseorang untuk mencapai sebuah
kehati-hatian, kesehatan dan kemulyaan. Dan dari sifat-sifat kearifan tersebut seseorang
akan memperoleh keselamatan. Jika disepakati bahwa filsafat jawa di-eja-wantahkan di dalam
bentuk seni wayang, maka dalam wayang akan menunjukkan ciri-ciri dasar filsafat
jawa didalam pergelarannya, sehingga dasar ontologis bagi wayang adalah usaha
untuk mencapai kesempurnaan atau kearifan.
kesuksesan bukanlah
dilihat dari tujuannya, tetapi juga dilihat cara menggapai atau perjalanan
untuk mencapainya. Dalam mencapai kesuksesan tentu melalui banyak jalan yang
yang harus ditempuh, tetapi upaya tetap pada koridor rambu-rambu menuju
kesuksesan yaitu sebuah pondasi atas kesuksesan itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Paul, Stange.
2009. Kejawen Modern. Jogjakarta:LKIS
Walter, L,
William. 1995. Mozaik Kehidupan Orang Jawa. Jogjakarta: PT. Pustaka Braman
Presindo
Nie
ls, Mulder.
2001. Mistisme Jawa. Jogjakarta: LKIS
0 komentar: