Sudahkah Anda Berzakat?
ZAKAT
FITRAH
Disusun Memenuhi Tugas Mata kuliah
: Fiqih Ibadah
Dosen Pengampu : Hj. Any Umy Mashlahah, M.Pd.
Disusun oleh:
1.
Ahmad
Hidayat (1510120050)
2.
Agus
Manshurudin (1510120062)
3.
M.
Nurul Badri (1510120077)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI ( STAIN ) KUDUS
JURUSAN TARBIYAH
PROGAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TAHUN AJARAN 2016/2017
ZAKAT FITRAH
A.
Pengertian Zakat Fitrah
Zakat fitrah dilihat dari komposisi
kalimat yang membentuknya terdiri dari kata “zakat” dan “fitrah”.
Zakat secara umum sebagaimana dirumuskan oleh banyak ulama’ bahwa dia merupakan
hak tertentu yang diwajibkan oleh Allah terhadap harta kaum muslimin menurut
ukuran-ukuran tertentu (nishab dan khaul) yang diperuntukkan bagi fakir miskin
dan para mustahiq lainnya sebagai tanda syukur atas nikmat Allah swt. dan untuk
mendekatkan diri kepada-Nya, serta untuk membersihkan diri dan hartanya
(Qardhawi, 1996:999). Dengan kata lain, zakat merupakan kewajiban bagi seorang
muslim yang berkelebihan rizki untuk menyisihkan sebagian dari padanya untuk
diberikan kepada saudara-saudara mereka yang sedang kekurangan.
Sementara itu, fitrah dapat diartikan
dengan suci sebagaimana hadits Rasul “kullu mauludin yuladu ala al fitrah”
(setiap anak Adam terlahir dalam keadaan suci) dan bisa juga diartikan juga
dengan ciptaan atau asal kejadian manusia.
Zakat fitrah adalah zakat diri yang diwajibkan atas diri setiap
individu baik lelaki maupun perempuan muslim yang berkemampuan dengan
syarat-syarat yang telah ditetapkan. Kata fitrah merujuk pada keadaan manusia
saat baru diciptakan sehingga dengan mengeluarkan zakat ini manusia diharapkan
akan kembali fitrah / suci.
B.
Dalil Wajibnya Zakat Fitrah
Di dalam Surat
Al Ahzab ayat 33 disebutkan:
وَأَقِمْنَ
الصَّلاةَ وآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ
اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا
“Dan dirikanlah
shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah
bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan
kamu sebersih-bersihnya.” (Al-Ahzab: 33)
Sedanglan
perintah zakat fitrah secara spesifik disebutkan dalam hadis Nabi sebagai
berikut:
عَنِ
ابْنِ عُمَرَ : أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ε فَرَضَ
زَكَاةَ الْفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ عَلَى النَّاسِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا
مِنْ شَعِيرٍ عَلَى كُلِّ حُرٍّ أَوْ عَبْدٍ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى مِنَ
الْمُسْلِمِينَ. (رَوَاهُ الْبُخَارِىُّ ومسلم)
Dari Ibu 'Umar,
katanya: Bahwasanya Rasululloh SAW, mewajibkan zakat fitrah pada bulan
Ramadhan, sebanyak satu sho' (3.5) liter kurma atau gandum. Atas tiap-tiap
muslim merdeka atau hamba lelaki atau perempuan. (HSR. Bukhori dan Muslim).
عَنْ
أَبِى سَعِيدٍ قَالَ : كُنَّا نُخْرِجُ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنْ كُلِّ صَغِيرٍ
وَكَبِيرٍ حُرٍّ أَوْ مَمْلُوكٍ صَاعًا مِنْ طَعَامٍ أَوْ صَاعًا مِنْ أَقِطٍ أَوْ
صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ زَبِيبٍ.
Dari Abi Sa'id,
katanya , "Kami mengeluarkan zakat fitrah segantang dari makanan atau
gandum atau kurma, atau susu kering, atau anggur kering." (HR. Bukhori dan
Muslim).
C.
Syarat Wajib
Syarat wajib zakat fitrah adalah sebagai berikut:
1.
Islam
2.
Merdeka
(bukan budak, hamba sahaya)
3.
Mempunyai
kelebihan makanan atau harta dari yang diperlukan di hari raya dan malam hari
raya. Maksudnya mempunyai kelebihan dari yang diperlukan untuk dirinya sendiri
dan orang-orang yang wajib ditanggung nafkahnya, pada malam dan siang hari
raya. Baik kelebihan itu berupa makanan, harta benda atau nilai uang.
4.
Menemui
waktu wajib mengeluarkan zakat fitrah. Artinya menemui sebagian dari bulan
Ramadhan dan sebagian dari awalnya bulan Syawwal (malam hari raya).
Keterangan: Yang dimaksud “ mempunyai kelebihan di sini “ adalah
kelebihan dari kebutuhan pokok sehari-harinya. Maka barang yang menjadi
kebutuhan sehari-hari, seperti rumah yang layak, perkakas rumah tangga yang
diperlukan, pakaian sehari-hari dan lain-lain tidak menjadi perhitungan.
Artinya, jika tidak mampu membayar zakat fitrah, harta benda di atas tidak
wajib dijual guna mengeluarkan zakat.
D.
Jenis dan Kadar Zakat Fitrah
Kriteria jenis dan kadar zakat fitrah adalah sebagai berikut:
1.
Berupa
bahan makanan pokok daerah tersebut (bukan uang)
2.
Sejenis.
Tidak boleh campuran
3.
Jumlahnya
mencapai satu Sho’ untuk setiap orang. ( 1 Sho’ = 4 mud = kurang lebih 3
Kilogram )
4.
Diberikan
di tempatnya orang yang dizakati.
Misalnya, seorang ayah yang berada di Surabaya dengan makanan pokok
beras, menzakati anaknya yang berada di Kediri dengan makanan pokok jagung.
Maka jenis makanan yang digunakan zakat adalah jagung dan diberikan pada faqir
miskin di Kediri.
Catatan :
-
Menurut
Imam Abu Hanifah, zakat fitrah boleh dikeluarkan dalam bentuk qimah atau uang.
-
Jika
tidak mampu 1 sho’, maka semampunya bahkan jika tidak mempunyai kelebihan harta
sama sekali, maka tidak wajib zakat fitrah.
E.
Waktu Mengeluarkan Zakat Fitrah
Waktu pelaksanaan mengeluarkan zakat fitrah terbagi menjadi 5
kelompok :
1.
Waktu
Wajib
Yaitu waktu dimana sesorang menemui akhir bulan Ramadhan dan
sebagian awalnya bulan Syawwal.[1]
2.
Waktu
Jawaz
Yaitu mulai awalnya bulan Ramadhan sampai memasuki waktu wajib.
3.
Waktu
Fadhilah
Yaitu setelah terbit fajar tanggal 1 syawwal dan sebelum sholat
hari raya Idul Fitri.
4.
Waktu
Makruh
Yaitu setelah sholat hari raya sampai menjelang tenggelamnya
matahari pada tanggal 1 Syawwal kecuali jika ada udzur seperti menanti kerabat
atau orang yang lebih membutuhkan, maka hukumnya tidak makruh.
5.
Waktu
Haram
Yaitu setelah tenggelamnya matahari tanggal 1 Syawwal kecuali jika
ada udzur seperti hartanya tidak ada ditempat tersebut atau menunggu orang yang
berhak menerima zakat, maka hukumnya tidak haram. Sedangkan status dari zakat
yang dikeluarkan tanggal 1 Syawwal adalah qodho’.
F.
Syarat Sah Zakat Fitrah
1.
Niat
Harus niat di dalam hati ketika mengeluarkan zakat, memisahkan
zakat dari yang lain, atau saat memberikan zakat kepada wakil untuk disampaikan
kepada yang berhak atau antara memisahkan dan memberikan. Niat zakat untuk diri
sendiri :
نَوَيْتُ اَنْ اُخْرِجَ زَكاَةَ اْلفِطْرِعَنْ نَفْسِي
/ هَذَا زَكاَةُ مَالِي اْلمَفْرُوْضَةْ
" Saya niat mengeluarkan zakat untuk diriku / ini adalah zakat
harta wajibku “
Jika niat zakat fitrah atas nama orang lain, hukumnya diperinci
sebagai berikut :
a.
Jika
orang lain yang dizakati termasuk orang yang wajib ditanggung nafkah dan zakat
fitrahnya, seperti istri, anak-anaknya yang masih kecil, orang tuanya yang
tidak mampu dan setrusnya, maka yang melakukan niat adalah orang yang
mengeluarkan zakat tanpa harus minta idzin dari orang yang dizakati. Namun
boleh juga makanan yang akan digunakan zakat diserahkan oleh pemilik kepada
orang-orang tersebut supaya diniati sendiri-sendiri.
b.
Jika
mengeluarkan zakat untuk orang yang tidak wajib ditanggung nafkahnya, seperti
orang tua yang mampu, anak-anaknya yang sudah besar (kecuali jika dalam kondisi
cacat atau yang sedang belajar ilmu agama), saudara, ponakan, paman atau orang
lain yang tidak ada hubungan darah dan seterusnya, maka disyaratkan harus
mendapat idzin dari orang-orang tersebut. Tanpa idzin dari mereka , maka zakat
yang dikeluarkan hukumnya tidak sah.
Niat atas nama anaknya yang masih kecil :
نَوَيْتُ اَنْ اُخْرِجَ زَكاَةَ اْلفِطْرِعَنْ وَلَدِي
الصَّغِيْرِ
“
Saya niat mengeluarkan zakat atas nama anakku yang masih kecil…”
- Niat atas nama ayahnya :
نَوَيْتُ اَنْ اُخْرِجَ زَكاَةَ اْلفِطْرِعَنْ اَبِي ...
“
Saya niat mengeluarkan zakat atas nama ayahku…”
- Niat atas nama ibunya :
نَوَيْتُ اَنْ اُخْرِجَ زَكاَةَ اْلفِطْرِعَنء اُمِّي ...
“
Saya niat mengeluarkan zakat atas nama ibuku…”
- Niat atas nama anaknya yang sudah besar dan tidak mampu :
نَوَيْتُ اَنْ اُخْرِجَ زَكاَةَ اْلفِطْرِعَنْ وَلَدِي
اْلكَبِيْرِ...
“
Saya niat mengeluarkan zakat atas nama anakku yang sudah besar…”
2.
Dikeluarkan
kepada orang-orang yang berhak menerima zakat
Mustahiq zakat (orang-orang yang berhak menerima zakat) adalah
delapan golongan yang telah disebutkan dalam Al-Quran Allah SWT berfirman :
إِنَّمَا
الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ
قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ
فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ.
1.
Faqir
Faqir adalah orang yang tidak mempunyai harta atau pekerjaan sama
sekali, atau orang yang mempunyai harta atau pekerjaan namun tidak bisa
mencukupi kebutuhannya.
Semisal seseorang dalam sehari ia membutuhkan biaya hidup sebesar
Rp. 50.000, akan tetapi penghasilannya hanya sebesar Rp. 20.000 (tidak mencapai
separuh yang dibutuhkan). Yang dimaksud dengan harta dan pekerjaan di sini
adalah harta yang halal dan pekerjaan yang halal dan layak.
Dengan demikian yang termasuk golongan faqir adalah :
-
Tidak
mempunyai harta dan pekerjaan sama sekali.
-
Mempunyai
harta, namun tidak mempunyai pekerjaan. Sedangkan harta yang ada sangat tidak
cukup untuk memenuhi kebutuhan selama umumnya usia manusia.
-
Mempunyai
harta dan pekerjaan, harta saja atau pekerjaan saja namun harta atau pekerjaan
tersebut haram menurut agama. Bagi orang yang mempunyai harta yang melimpah
atau pekerjaan yang menjanjikan, namun haram menurut agama, maka orang tersebut
termasuk faqir sehingga berhak dan boleh menerima zakat.
-
Tidak
mempunyai harta, namun mempunyai pekerjaan yang tidak layak baginya. Seperti
pekerjaan yang bisa merusak harga diri, kehormatan dan lain-lain.
2.
Miskin
Miskin adalah orang yang mempunyai harta atau pekerjaan yang tidak
bisa mencukupi kebutuhannya dan orang-orang yang ditanggung nafkahnya. Misalnya
dalam sebulan ia butuh biaya sebesar Rp; 500.000, namun penghasilannya hanya
mendapat Rp; 400.000 (mencapai separuh yang dibutuhkan).
3.
Amil
Amil zakat yaitu orang-orang yang diangkat oleh Imam atau
pemerintah untuk mengumpulkan dan membagikan zakat kepada orang yang berhak
menerimanya dan tidak mendapat bayaran dari baitul mal atau Negara.
Amil zakat meliputi bagian pendataan zakat, penarik zakat, pembagi
zakat dan lain-lain. Jumlah zakat yang diterima oleh amil disesuaikan dengan
pekerjaan yang dilakukan / menggunakana standart ujroh mistly (bayaran
sesuai tugas kerjaannya masing-masing).
Syarat-syarat amil zakat :
1.
Islam
2.
Laki-laki
3.
Merdeka
4.
Mukallaf
5.
Adil
6.
Bisa
melihat
7.
Bisa
mendengar
8.
Mengerti
masalah zakat
4.
Muallaf
Secara harfiyah, muallaf qulubuhum adalah orang-orang yang dapat
diluluhkan hatinya untuk measuk kepada agama islam.
Sedangkan orang-orang yang termasuk muallaf, yang berhak menerima
zakat adalah :
1.
Orang
yang baru masuk Islam dan Iman (niat) nya masih lemah
2.
Orang
yang baru masuk Islam dan imannya sudah kuat, namun dia mempunyai kemuliaan
dikalangan kaumnya. Dengan memberikan zakat kepadanya, diharapkan kaumnya yang
masih kafir mau masuk Islam.
3.
Orang
Islam yang melindungi kaum muslimin dari gangguan dan keburukan orang-orang
kafir
4.
Orang
Islam yang membela kepentingan kaum muslimin dari kaum muslim yang lain yang
dari golongan anti zakat atau pemberontak dan orang-orang non Islam.
Semua orang yang tergolong muallaf di atas berhak menerima zakat
dengan syarat Islam. Sedangakan membujuk orang non muslim dengan menggunakan
harta zakat itu tidak diperbolehkan.
5.
Budak
Mukatab
Budak mukatab yaitu budak yang dijanjikan merdeka oleh tuannya
apabila sudah melunasi sebagian jumlah tebusan yang ditentukan dengan cara
angsuran. Tujuannya adalah untuk membantu melunasi tanggungan dari budak
mukatab tersebut.
6.
Ghorim
(Orang yang Berhutang)
Ghorim terbagi menjadi 3 bagian :
1.
Orang
yang berhutang untuk mendamaikan dua orang atau dua kelompok yang sedang
bertikai.
2.
Orang
yang berhutang untuk kemaslahatan diri sendiri dan keluarga.
3.
Orang
yang berhutang untuk kemaslahatan umum, seperti berhutang untuk membangun
masjid, sekolah, jembatan dan lain-lain.
4.
Orang
yang berhutang untuk menanggung hutangnya orang lain.
7.
Sabilillah
Sabilillah yaitu orang
yang berperang di jalan Allah dan tidak mendapatkan gaji/ bayaran. Sabilillah
berhak menerima zakat untuk seluruh keperluan perang. Sejak berangkat sampai
kembali, sabilillah dan keluarganya berhak mendapatkan tunjangan nafkah
yang diambilkan dari zakat. Sedangkan yang berhak memberikan zakat untuk
sabilillah adalah imam (penguasa) bukan pemilik zakat.
Keterangan :
Dikalangan ulama terdapat khilaf tentang makna fii sabilillah;
-
Pendapat
Pertama, mayoritas ulama’ (pendapat yang kuat) mengatakan bahwa yang dimaksud fii
sabilillah tiada lain adalah orang-orang yang menjadi suka relawan untuk
berperang di jalan Allah Swt dan tidak mendapatkan gaji.
-
Pendapat
Kedua, sebagian ulama mengatakan bahwa fii sabilillah adalah semua aktifitas
yang menyangkut kebaikan untuk Allah sebagaimana dinuqil oleh Imam
Al-Qaffal[2],
seperti untuk sarana-sarana pendidikan, peribadatan Islam dan orang-orang
memperjuangkan agama islam (seperti guru-guru madrasah, khatib dan bilal
masjid) dan pendapat ini adalah lemah.
-
Pendapat
Ketiga, dalam Kitab Tafsir Munir Juz I Halaman 344 disebutkan bahwa kata sabilillah
diarahkan pada sabilil khair (orang-orang yang menunjukkan pada
kebaikan) dan wujuhil khair (hal-hal kebaikan). Seperti halnya untuk
perawatan jenazah dan lain sebagainya.
8.
Ibnu
Sabil (musafir)
Ibnu sabil yaitu orang
yang memulai bepergian dari daerah tempat zakat atau musafir yang melewati
daerah tempat zakat dengan syarat :
1.
Bukan
bepergian untuk maksiat
2.
Membutuhkan
biaya atau kekurangan biaya. Walaupun ia mempunyai harta di tempat yang dituju.
G.
Orang-orang
yang tidak berhak menerima zakat
1.
Orang
kafir atau murtad
2.
Budak
/ hamba sahaya selain budak mukatab
3.
Keturunan
dari bani Hasyim dan Bani Muthalib (para habaib), sebagaimana hadits shohih,
Nabi Saw bersabda :
إِنَّ هَذِهِ الصَّدَقَاتِ إِنَّمَا هِيَ أَوْسَاخُ
النَّاسِ وَإِنَّهَا لَا تَحِلُّ لِمُحَمَّدٍ وَلَا لِآلِ مُحَمَّدٍ
“Sesungguhya shodaqah ini
(zakat) adalah kotoran manusia dan tidak dihalalkan bagi Muhammad dan keluarga
Muhammad “.
4.
Orang
kaya
Yaitu orang yang penghasilannya sudah lebih dari cukup untuk
memenuhi kebutuhan pokok hidupnya.
5.
Orang
yang ditanggung nafkahnya.
Artinya, orang yang berkewajiban menanggung nafkah, tidak boleh
memberikan zakatnya kepada orang yang ditanggung tersebut.
H.
Mekanisme
pembagian zakat
Apabila zakat dibagikan sendiri oleh pemilik atau wakilnya, maka
perinciannya sebagai berikut :
-
Jika
orang yang berhak menerima zakat terbatas (bisa dihitung), dan harta zakat
mencukupi, maka mekanisme mengeluarkan zakatnya harus mencakup semua golongan
penerima zakat yang ada di daerah tempat kewajiban zakat. Dan dibagi rata antar
golongan penerima zakat.
-
Jika
orang yang berhak menerima zakat tidak terbatas atau jumlah harta zakat tidak
mencukupi, maka zakat harus diberikan pada minimal tiga orang untuk setiap
golongan penerima zakat.
-
Pemilik
zakat tidak boleh membagikan zakatnya pada orang-orang yang bertempat di luar
daerah kewajiban zakat. Zakat harus diberikan pada golongan penerima yang
berada di daerah orang yang dizakati meskipun bukan penduduk asli wilayah
tersebut.
-
Sedangkan
jika pembagian dilakukan oleh Imam (penguasa), baik zakat tersebut diserahkan
sendiri oleh pemilik kepada Imam atau diambil oleh Imam, maka harus dibagi
dengan cara sebagai berikut :
a.
Semua
golongan penerima zakat yang ada harus mendapat bagian
b.
Selain
golongan amil, semua golongan mendapat bagian yang sama.
c.
Masing-masing
individu dari tiap golongan penerima mendapat bagian (jika harta zakat
mencukupi)
d.
Jika
hajat dari masing-masing individu sama, maka jumlah yang diterima juga harus
sama.
Catatan :
Menurut pendapat Imam Ibnu Ujail R.A. adalah :
1.
Zakat
boleh diberikan pada satu golongan dari delapan golongan yang berhak menerima
zakat.
2.
Zakatnya
satu orang boleh diberikan pada satu orang yang berhak menerima zakat.
3.
Boleh
memindah zakat (naqlu zakat) dari daerah zakat.
Tiga pendapat terakhir ini boleh kita ikuti (taqlid)
walaupun berbeda dengan pendapat dari Imam Syafi’i . Mengingat sulitnya membagi
secara rata pada semua golongan, apalagi zakat fitrah yang jumlahnya tidak
begitu banyak.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Ahkamul
Fuqaha, Solusi Problematika Umat
2.
Al-Majmu’
Syarhul Muhadzdzab
3.
Bughyatul
Mustarsyidin
4.
Bulughul
Maram
5.
Fathul
Qorib
6.
Hasyiah
Al-Bajuri
7.
I’anah
At-Tholibin
8.
Ihya
Ulumuddin
9.
Tanwirul
Qulub
10. Tuhfatul Muhtaj
TANYA JAWAB
SEPUTAR MASALAH ZAKAT FITRAH
1.
Panitia Zakat Desa
Sahkah panitia zakat / amil yang dibentuk oleh pemerintah desa ?
Jawab : Jika memenuhi persyaratan-persyaratannya seperti diangkat
oleh Imam dan panitia itu termasuk orang yang menguasai bab zakat, maka dapat
disebut amil zakat.
(Referensi: Kitab Al-Bajury, jilid 1 hal: 290 ).
2.
Lembaga Amil Zakat
Apakah pengurus panitia zakat yang didirikan oleh suatu organisasi
Islam itu termasuk amil menurut SyarI’at, ataukah tidak ?
Jawab : Panitia pembagian zakat yang ada seperti yang terjadi pada
masyarakat saat ini tidak termasuk amil zakat menurut agama Islam, sebab mereka
tidak diangkat oleh Imam (kepala negara).
(Referensi: Kitab Al-Bajuri 1/283 dan At-Taqrirat : 424).
3.
Menjual Beras Zakat
Bolehkah zakat fitrah dijual oleh panitia zakat dan hasil
penjualannya dipergunakan menurut kebijaksanaan panitia ?
Jawab : Zakat fitrah tidak boleh dijual kecuali oleh mustahiqnya .
(Referensi: Kitab Al-Anwar juz 1 bab zakat)
4.
Zakat yang dikembangkan menjadi Usaha
Bolehkah zakat atau sebagiannya dijadikan modal usaha bagi
panitia-panitia zakat atau badan-badan sosial tersebut ?
Jawab : Tidak boleh zakat atau sebagiannya.
(Referensi: Kitab Al-Muhadzab, jilid 1 hal : 169)
5.
Pengusaha Bangkrut
Seorang pengusaha yang kaya namun banyak hutang (Sekiranya kekayaannya
dibuat untuk melunasi hutang maka tidak cukup). Apakah wajib menunaikan zakat
fitrah?
Jawab: Menurut imam ramli tetap wajib zakat, karena hutang bukan
penghalang atas wajibnya membayar zakat. Namun menurut imam ibnu hajar,
diperinci: apabila untuk mebayar hutang uangnya masih tersisa, maka wajib zakat
dan apabila tidak tersisa sama sekali maka tidak wajib berzakat.
(Referensi: Ianatut Thalibin Juz 2, Halaman 195)
6.
Panitia Mencampur Beras Zakat
Bagaimana hukumnya panitia mencampur beras zakat, yangnsi mana ada
kemungkinan beras akan kembali kepada pemilik zakat. Bagaimana hukumnya
mencampur zakat tersebut?
Jawab: tidak boleh, karena akan memumngkinkan kembali lagi pada
orang yang punya. Sementara orang yang menunaikan zakat tidak boleh menerima zakatnya
sendiri.
(Referensi: Kitab Al Umm, juz 2, halaman 84)
7.
Santri Menerima Zakat
Apakah seorang santri (pelajar agama) boleh menerima zakat fitrah?
Jawab: Boleh, dengan syarat anak tersebut sudah mukallaf dan faqir.
(Referensi: Kitab Bughyatul Musytarsyidin, halaman 173)
8.
Menyerahkan Zakat kepada Habib/ Sayyid
Bolehkah memberikan zakat kepada Habib/ Sayid (keturunan Nabi) yang
sedang tidak miskin tidak mempunyai penghasilan yang cukup?
Jawab: Menurut jumhur As Syafiiyah tidak boleh, akan tetapi menurut
mayoritas Ulama Mutaqoddimin dan Mutaakhhirin diperbolehkan dengan alasan tidak
adanya jatah bagian 1/25 dari harta rampasan perang sebagaimana realita
sekarang.
(Referensi: Kitab Bughyatul Musytarsyidin, halaman 175)
9.
Miskin Pemalas
Banyak kita jumpai orang miskin yang malas bekerja, padahal banyak
lapangan pekerjaan dan sebenarnya dia mampu bekerja. Apakah yang sperti itu
berhak mendapatkan zakat fitrah?
Jawab: Tidak berhak, karena tidak termasuk faqir miskin.
(Referensi: Nihayatul Muhtaj, Juz 6, Halaman 152)
10.
Berhakkah miskin glamor menerima zakat
Seseorang miskin tetapi hidup mewah-mewah, apakah berhak menerima
zakat?
Jawab: tetap berhak mendapatkan zakat, namun jika kebutuhan tempat
tinggalnya dapat dicukupkan dengan rumah kontrakan maka ia tidak berhal lagi.
Karena dengan memiliki rumah, ia termasuk kategori orang kaya.
(Referensi: Al Mahalli, juz 3, Halaman 197)
11.
Pemuka Agama yang Pekerjaannya tidak Layak
Ada seorang pemuka agama yang bekerja sebagai tukang tambal ban, ia
tidak malu bekerja asal pekerjaannya halal.
Apakah menurut perspektif fikih ustad tersbut dapat dikategorikan faqir?
Jawab: tetap dikategorikan faqir.
(Referensi: Ianatut Thalibin juz 2 halaman 212)
12.
Zakat Sebagai Bayaran Hutang
Pak edi adalah pekerja dengan bayaran yang sangat minim. Dia hutang
kepada ibu zaimah, guna membiayai anaknya. Dalam beberapa hari tibalah bulan
puasa, lalu ibu zaimah berkata, nanti zakatmu berikan aku lagi sebagai
pembayaran hutangmu. Sahkah membayar zakat semacam itu?
Jawab: tidak sah, kecuali tidak ada kesepakatan.
(Referensi: Fathul Muin Juz 2 Halaman 218)
13.
Zakat Fitrah dengan Uang
Karena alasan untuk lebih mudah dan praktis, para orang kaya ketika
mengeluarkan zakatnya dengan uang rupiah. Bolehkah menunaikan zakat fitrah
dengan uang rupiah?
Jawab: menurut jumhur ulama syafii tidak diperbolehkan, sedangkan
menurut mdzhab hambali diperbolehkan, karena dengan uang penerima zakat akan
lebih leluasa memanfaatkannya.
(Referensi: Kitab Ismadul Ain Halaman 183)
14.
Mewakilkan Ziat Zakat
Joko termasuk orang yang super sibuk. Sehingga ia tidak mempunyai
waktu untuk menunaikan zakat. Sehingga ia mewakilkan kepada temannya.
Apakah Joko harus meniati zakat ataukah cukup diniati oleh temannya
tersebut?
Jawab: Joko harus tetap niat. Apabila Joko mewakilkan pembagian
zakat sekaligus niatnya, maka dicukupkan dengan niat temannya.
(Referensi: Tuhfatul Muhtaj, Juz 3, Halaman 349)
15.
Zakat Diberikan Kepada Anaknya
Seorang ayah karena merasa kasihan dengan anaknya yang tidak mampu.
Ia berinisiatif untuk memberikan zakat fitrah kepad anaknya. Apakah boleh yang
dilakukan orang tersbut?
Jawab: Boleh, dengan syarat anak tersebut sudah mukallaf dan faqir.
(Referensi: Bughyatul Musytarsyidin, Halaman 173)
[1]
Bagi orang yang
meninggal setelah maghribnya malam 1 syawwal, wajib dizakati. Sedangkan bayi
yang lahir setelah maghribnya malam 1 syawal tidak wajib dizakati.
[2] Yang dimaksud
sumber keterangan yang dinuqil Imam Qoffal disini dimungkinkan adalah Imam Hasan
dan Imam Anas bin Malik. Dan pendapat tersebut tidak mu’tabar diluar pendapat
Imam empat. Namun sebagian Ulama Mesir dan Syekh Hasanain Makhluf menggunakan
dasar ini sebagai fatwanya.
0 komentar: