Sistem Pendidikan Islam
MAKALAH
SISTEM PENDIDIKAN ISLAMI
Disusun
Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Ilmu Pendidikan Islam
Dosen pengampu : Moh. In’ami M.Ag
B1-ELK Semester Gasal
Disusun Oleh
Kelompok 5 :
1. Khoirul Muarif
(1510120051)
2. Tri Noviyanto
(1510120052)
3. M. Imam zarkasi (1510120073)
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN TARBIYAH PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM
TAHUN AKADEMIK 2016/2017
A.
PENDAHULUAN
sistem berasal dari bahasa Yunani “sistema” yang artinya: suatu
keseluruhan yang tersusun dari banyak bagian (whole compounded of several parts).[1] Di
antara bagian-bagian itu terdapat hubungan yang berlangsung secara teratur.
Definisi sistem yang lain dikemukakan Anas Sudjana yang mengutip pendapat
Johnson, Kost dan Rosenzweg sebagai berikut “Suatu sistem adalah suatu
kebulatan atau keseluruhan yang kompleks atau terorganisir”, suatu himpunan
atau perpaduan hal-hal atau bagian-bagian yang membentuk suatu
kebulatan/keseluruhan yang kompleks.[2]
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk menciptakan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat bangsa dan negara.
Islam merupakan agama yang sangat besar dan
tidak terbatas dalam pengembangannya. Sehingga keberadaan Islam perlu
dipelajari secara sungguh-sungguh agar dapat mengetahui segala sesuatu
tentangnya secara mendetail. Maka dari itu, Ilmu Pendidikan Islam adalah hal
pertama yang harus kita pelajari agar tidak terjadi kebingungan dikemudian
hari. Dan juga kita harus mengetahui sistem yang diterapkan dalam kegiatan
pendidikan Islam. Sehingga kita bertambah wawasan dan dapat menerapkannya dalam
kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu penulis mencoba menjelaskan lebih lanjut
mengenai sistem pendidikan islam.
B.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, kami mengambil
beberapa rumusan masalah yang berkaitan tema ini yaitu:
a.
Apa pengertian sistem
pendidikan islam?
b.
Apa saja komponen
sistem pendidikan ?
c.
Mengapa sistem
pendidikan islam itu istimewa?
d.
Bagaimana sistem
pendidikan Islam di Indonesia ?
e.
Apa alternatif sistem
pendidikan islam?
C.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Sistem Pendidikan Islam
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dinyatakan
bahwa sistem berarti perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan
sehingga membentuk suatu totalitas, susunan yang teratur dari pandangan, teori,
asas dan sebagainya. Sistem juga diartikan dengan metode. Kalau dikaitkan
dengan pengertian dan tujuan pendidikan islam, maka dapat dipahami bahwa sistem
pendidikan islam adalah seperangkat unsur yang terdapat dalam pendidikan yang
berorientasi pada ajaran islam yang saling berkaitan sehingga membentuk satu
kesatuan dalam mencapai satu tujuan.[3]
Sistem adalah suatu cara dan langkah yang
tersusun secara terpadu untuk dapat digunakan dan dilaksanakan dalam suatu
usaha dengan baik dan teratur.[4]
Sedangkan menurut kelompok kami sistem adalah susunan beberapa komponen untuk
dapat dikaitkan dengan suatu hal.
Dalam Islam, istilah pendidikan diyakini
berasal dari bahasa Arab yaitu tarbiyah yang berbeda dengan kata ta’lîm yang
berarti pengajaran atau teaching dalam bahasa Inggris.
Kedua istilah (tarbiyah dan ta’lîm)
berbeda pula dengan istilah ta’dzîb yang berarti pembentukan
tindakan atau tatakrama yang sasarannya manusia.[5]
Walaupun belum ada kesepakatan di antara para ahli, dalam kajian ini yang
dimaksud pendidikan Islam adalah al-tarbiyah, istilah bahasa Arab
yang menurut penulis dapat meliputi kedua istilah di atas. Hal yang sama
dikemukakan oleh Azyumardi Azra bahwa pendidikan dengan seluruh totalitasnya
dalam konteks Islam inhern dalam konotasi istilah tarbiyah, ta’lîm dan ta’dzîb yang
harus dipahami secara bersama-sama.[6]
Dari pemaparan diatas dapat kita tarik
kesimpulan bahwa pendidikan Islam berarti usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan sarana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat dan negara sesuai dengan ajaran Islam.[7]
Rumusan ini sesuai dengan pendapat Endang Saefudin Anshari yang dikutip Azra
bahwa pendidikan Islam adalah proses bimbingan oleh pendidik terhadap
perkembangan fisik dan psikis siswa dengan bahan-bahan materi tertentu dengan
metoda tertentu dan dengan alat perlengkapan yang ada ke arah terciptanya
pribadi tertentu sesuai dengan ajaran Islam.[8]
Berdasarkan uraian di atas, yang dimaksud
sistem pendidikan adalah sistem pendidikan Islam yaitu suatu kesatuan komponen
yang terdiri dari unsur-unsur pendidikan yang bekerja sama untuk mencapai tujuan
sesuai dengan ajaran Islam.
B.
Komponen
Sistem Pendidikan
Dari
beberapa sumber yang dipelajari, dapat disimpulkan bahwa terdapat 6 komponen
pendidikan yang digunakan dalam acuan penelitian ini yaitu : 1. Tujuan, 2.
Siswa, 3. Pendidik, 4. Isi/materi, 5. Situasi lingkungan dan 6. Alat
pendidikan.
Maka untuk menghasilkan output dari sistem
pendidikan yang bermutu, hal yang paling penting adalah bagaimana membuat semua
komponen yang dimaksud berjalan dengan baik. Yang mana pendidik, sisawa, materi
pendidikan, alat pendidikan dan lingkungan pendidikan semuanya satu langkah
menuju pencapaian tujuan pendidikan itu.
1)
Komponen Tujuan
Tujuan pendidikan berfungsi sebagai arah
yang ingin dituju dalam aktivitas pendidikan. Dengan adanya tujuan yang jelas,
maka komponen-komponen pendidikan yang lain serta aktivitasnya senantiasa
berpedoman kepada tujuan, sehingga efektivitas proses pendidikannya selalu
diukur apakah dapat dan dalam rangka mencapai tujuan atau tidak. Dalam praktek
pendidikan, baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat luas, banyak
tujuan pendidikan yang diinginkan oleh pendidik agar dapat dicapai oleh siswa.
Menurut Langeveld yang dikutip Noeng Muhadjir terdapat beberapa tujuan
pendidikan yaitu: (1) tujuan umum (2) tujuan tak sempurna, (3) tujuan
sementara, (4) tujuan perantara, (5) tujuan insidental.
Di Indonesia tujuan pendidikan terdiri dari
lima tingkatan yaitu tujuan pendidikan nasional, tujuan pendidikan
institusional, tujuan pendidikan kurikuler, tujuan pembelajaran umum dan tujuan
pembelajaran khusus.
Tujuan pendidikan nasional adalah tujuan
pendidikan yang menjadi acuan tertinggi di Negara Indonesia apapun bentuk dan
tingkatan pendidikannya. Tujuan pendidikan nasional tercantum dalam
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20 Tahun 2003. Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan
nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi siswa agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggungjawab.
2)
Komponen Siswa
Siswa/peserta didik adalah anggota masyarakat
yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur, jenjang
dan jenis pendidikan tertentu. Dalam pendidikan tradisional, siswa dipandang
sebagai organisme yang pasif, hanya menerima informasi dari orang dewasa. Kini
makin cepatnya perubahan sosial, dan berkat penemuan teknologi maka komunikasi
antar manusia berkembang amat cepat. Siswa di samping sebagai objek pendidikan,
ia juga sebagai subjek pendidikan, karena sumber belajar bukan hanya guru, tapi
siswa juga dapat menjadi sumber belajar terutama dalam pembelajaran aktif.
Sebagai salah satu input di lembaga pendidikan juga sebagai komponen yang turut
menentukan keberhasilan sistem pendidikan.
3)
Komponen Pendidik
Pendidik adalah anggota masyarakat yang
bertugas membimbing, mengajar, dan atau melatih peserta didik. Pendidik harus
memiliki kualifikasi akademik sebagai pendidik dan memenuhi beberapa kompetensi
sebagai pendidik.
Kualifikasi akademik adalah tingkat pendidikan
minimal yang yang dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan
ijazah atau sertifikat keahlian yang relevan. Sedangkan kompetensi sebagai agen
pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak
pada usia dini meliputi, (1) kompetensi pedagogik, (2) kompetensi kepribadian,
(3) kompetensi profesional, (4) kompetensi sosial.[9]
4)
Komponen Materi/isi Pendidikan
Materi/isi pendidikan adalah segala sesuatu
pesan yang disampaikan oleh pendidik kepada siswa dalam rangka mencapai tujuan
pendidikan. Dalam usaha pendidikan yang diselenggarakan di keluarga, di
sekolah, dan di masyarakat, terdapat syarat utama dalam pemilihan beban/materi
pendidikan, yaitu: (a) materi harus sesuai dengan tujuan pendidikan, (b) materi
harus sesuai dengan kebutuhan siswa.[10]
5)
Komponen Lingkungan Pendidikan
Lingkungan Pendidikan adalah suatu ruang dan
waktu yang mendukung kegiatan pendidikan. Proses pendidikan berada dalam suatu
lingkungan, baik lingkungan keluarga, lingkungan sekolah atau lingkungan
masyarakat. Siswa dengan berbagai potensinya akan berkembang maksimal jika
berada dalam sebuah lingkungan yang kondusif. Sesuai dengan pendapat A.
Noerhadi Djamal bahwa lingkungan berpengaruh besar dan menentukan
terhadap kelangsungan berkembangnya potensi diri siswa.[11]
Situasi
lingkungan mempengaruhi proses dan hasil pendidikan. Situasi lingkungan ini
meliputi lingkungan fisik, lingkungan teknis dan lingkungan sosio-kultural.
Dalam hal-hal di mana situasi lingkungan ini berpengaruh secara negatif
terhadap pendidikan, maka lingkungan itu juga menjadi pembatas pendidikan.[12]
Indikator lingkungan pendidikan adalah sebagai berikut interaksi pelaku, iklim
organisasi, dan hubungan antara madrasah dengan masyarakat.
6)
Komponen Alat Pendidikan
Alat pendidikan adalah pendukung dan penunjang
pelaksanaan pendidikan yang berfungsi sebagai perantara pada saat menyampaikan
materi pendidikan, oleh pendidik kepada siswa dalam mencapai tujuan pendidikan.
Peristiwa pendidikan ditandai dengan adanya interaksi edukatif. Agar interaksi
dapat berlangsung secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan, maka di
samping dibutuhkan pemilihan bahan materi pendidikan yang tepat, perlu dipilih
metode yang tepat pula. Metode adalah cara yang di dalam fungsinya merupakan
alat untuk mencapai tujuan. Untuk menentukan apakah sebuah metode dapat disebut
baik diperlukan patokan (kriterium) yang bersumber pada beberapa faktor. Faktor
utama yang menentukan adalah tujuan yang akan dicapai.[13]
Dalam
prakteknya paling tidak ada dua macam alat pendidikan. Pertama alat pendidikan
dalam arti metode, kedua alat pendidikan dalam arti perangkat keras yang
digunakan seperti media pembelajaran dan sarana pembelajaran.
Alat
pendidikan dalam arti perangkat keras adalah sarana pembelajaran dan media
pembelajaran yang dapat mendukung terselenggaranya pembelajaran aktif dan
efektif. Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan (SNP) ditentukan bahwa setiap satuan pendidikan wajib
memiliki sarana yang meliputi, perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan,
buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai serta perlengkapan lain yang
diperlukan, seperti perpustakaan dan laboratorium untuk menunjang proses
pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
B. Keistimewaan
Sistem Pendidikan Islam
Islam adalah agama paripurna. Dalam
pendidikan pun, Islam sungguh unggul dan tidak ada yang dapat
mengunggulinya. Siapapun yang menelaah sistem pendidikan didalam Islam
akan melihat banyak keistimewaan.
Keistimewaan – keistimewaan tersebut antara
lain:
1.
Dasarnya adalah akidah islamiyah (iman/al-aqidah
al-islamiyyah).
2.
Islam menjadikan akidah sebagai landasan
didalam pendidikan. Sejak awal, kaum Muslim saat menuntut ilmu baik yang
fardlu kifayah maupun fardlu ’ain dasarnya adalah keimanan kepada Allah.
3.
Tujuan pendidikan dalam Islam adalah membentuk
kepribadian Islam dan memberikan keterampilan dalam ilmu kehidupan.
4.
Tolak ukur bukan sekedar berupa nilai.
Konsekuensi dari tujuan di atas, penilaian bukan hanya didasarkan pada nilai
melainkan juga ketaatan kepada Allah SWT.
5.
Pendidikan terpadu. Dalam sistem
pendidikan saat ini kebanyakan hanya memadukan antara aspek kognitif, afektif
dan psikomotorik. Padahal, aspek-aspek tersebut hanya menyelesaikan
persoalan individual. Karenanya, perlu dipadukan juga aspek yang terkait
materi. Dilihat dari materi yang diberikan, keterpaduan berarti memadukan
antara kepribadian Islam, ilmu keislaman
dan ilmu kehidupan.
C.
Sistem Pendidikan Islam di Indonesia.
1.
Sekolah
Sekolah adalah sebuah lembaga yang dirancang untuk pengajaran siswa atau murid di bawah pengawasan guru.
Saat ini, kata sekolah berubah arti menjadi bangunan atau lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberi pelajaran.
WJS. Poerwadarminto dalam Kamus Umum Bahasa
Indonesia menerangkan bahwa sekolah adalah:
a. Bangunan atau lembaga untuk belajar dan
memberi pelajaran.
b. Waktu atau pertemuan ketika murid-murid
diberi pelajaran.
c. Usaha menuntut ilmu pengetahuan.
Sekolah dipimpin oleh
seorang Kepala Sekolah. Kepala sekolah dibantu oleh wakil kepala sekolah.Jumlah wakil kepala sekolah di setiap
sekolah berbeda, tergantung dengan kebutuhannya. Biasanya bangunan sekolah disusun meninggi untuk memanfaatkan tanah yang tersedia dan dapat diisi dengan fasilitas yang lain. Ketersediaan sarana dalam suatu sekolah mempunyai peran penting dalam terlaksananya proses pendidikan.
Sekolah menitikberatkan kepada pendidikan
formal, di sekolah prosedur pendidikan telah diatur sedemikian rupa, ada guru, ada siswa, ada jadwal pelajaran
yang berpedoman kepada kurikulum dan silabus, ada jam-jam tertentu waktu
belajar serta dilengkapi dengan sarana dan fasilitas pendidikan serta
perlengkapan-perlengkapan dan peraturan-peraturan lainnya.[14]
2.
Madrasah
Madrasah adalah
suatu lembaga yang mengajarkan ilmu-ilmu keislaman. Madrasah pada prinsipnya
adalah kelanjutan dari system pesantren. Ditinjau dari segi tingkatannya
madrasah dibagi menjadi tiga, yaitu :
a.
Tingkat Ibtidaiyah (Tingkat Dasar)
b.
Tingkat Tsanawiyah (Tingkat Menengah)
Tugas lembaga
madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam adalah :
a.
Merealisasikan pendidikan Islam yang didasarkan
atas prinsip pikir, akidah, dan tasyri’ yang diarahkan untuk mencapai tujuan
pendidikan. Bentuk dan realisasi itu ialah agar peserta didik beribadah,
mentauhidkan Alloh SWT, tunduk dan patuh atas perintah-Nya serta syariat-Nya.
b.
Memelihara fitrah anak didik sebagai insan
mulia, agar tak menyimpang tujuan Allah menciptakannya.
c.
Memberikan kepada anak didik dengan seperangkat
keberadaban dan kebudayaan islami.
d.
Membersihkan pikiran dan jiwa dari pengaruh
subjektivitas emosi, karena pengaruh zaman dewasa ini lebih mengarah pada
penyimpangan fitrah manusiawi.
e.
Memberikan wawasan nilai dan moral, serta
peradaban manusia yang membawa khazanah pemikiran anak didik menjadi
berkembang.
3. Pondok Pesantren
Pondok
Pesantren yaitu suatu lembaga pendidikan Islam, yang didalamnya terdapat
seorang kiai (pendidik) yang mengajar dan mendidik para santri (peserta didik)
dengan sarana masjid yang digunakan untuk menyelenggarakan pendidikan tersebut,
serta adanya pemondokan atau asrama sebagai tempat tinggal para santri.
Ciri-ciri khusus dalam pondok pesantren adalah isi kurikulum yang dibuat
terfokus pada ilmu-ilmu agama, misalnya ilmu sintaksis Arab, morfologi Arab,
hukum Islam, system yuris prudensi Islam, Hadits, tafsir Al-Qur’an,
teologi Islam, tasawuf, tarikh, dan retorika. Literatur ilmu-ilmu tersebut
memakai kitab-kitab klasik yang disebut dengan istilah “kitab kuning”.
Tujuan pendidikan dalam pesantren yaitu untuk mempersiapkan pemimpin-pemimpin
akhlak dan keagamaan.[17]
Sistem yang ditampilkan dalam pondok pesantren
mempunyai keunikan dibandingkan dengan system yang diterapkan dalam lembaga
pendidikan umumnya, yaitu:
a.
Memakai system tradisional, yang memiliki
kebebasan penuh dibandingkan dengan sekolah modern, sehingga terjadi hubungan
dua arah antara kiai dan santri.
b.
Kehidupan di pesantren menampakkan semangat
demokrasi, karena mereka praktis bekerja sama mengatasi problem non kurikuler
mereka sendiri.
c.
Para santri tidak mengidap penyakit simbolis,
yaitu perolehan gelar dan ijazah, karena sebagian besar pesantren tidak
mengeluarkan ijazah, sedangkan santri dengan ketulusan hatinya masuk pesantren
tanpa adanya ijazah tersebut. Hal itu karena tujuan mereka hanya ingin mencari
keridhaan Allah SWT semata.
d.
Sistem pondok pesantren mengutamakan
kesederhanaan, idealisme, persaudaraan, persamaan, rasa percaya diri, dan
keberanian hidup.
e.
Alumni pondok pesantren tak ingin menduduki
jabatan pemerintahan, sehingga mereka tidak dapat dikuasai oleh pemerintah.[18]
4. Majlis
Ta’lim
Menurut bahasa Majelis Ta’lim berasal dari kata
bahasa Arab yaitu dari kata majlis yang artinya tempat dudukdan ta’lim
yang artinyapengajaran. Jadi majelis ta’lim adalah tempat untuk mengadakan
pengajaran dan pengajian agama Islam. Pengertian majelis ta’lim lainnya adalah
tempat berkumpulnya sekelompok orang untuk melakukan suatu kegiatan.[19]
Keberadaan
majelis ta’lim tidak hanya terbatas sebagai tempat pengajian saja,tetapi
menjadi lebih maju lagi menjadi lembaga yang menyelenggarakan pengajaranatau
pengajian agama Islam. Oleh karena itu majelis ta’lim menjadi sarana
dakwahpembinaan dan peningkatan kualitas hidup umat Islam sesuai tuntutan
ajaran agama. Penyelenggaraan majelis ta’lim berbeda dengan peyelenggaraan
pendidikanIslam lainnya, seperti pesantren dan madrasah, baik menyangkut
sistem, materimaupun tujuannya.
Majelis
ta’lim memiliki karakteristik sebagai berikut:
a.
Majelis ta’lim adalah lembaga pendidikan non
formal Islam
b.
Pengikut atau pesertanya disebut jamâ.ah,
bukan pelajar atausantri. Hal ini didasarkan kepada kehadiran di majelis ta.lim
tidak merupakankewajiban sebagaimana dengan kewajiban murid menghadiri sekolah.
c.
Waktu belajar berkala tidak teratur, tidak
setiap hari sebagaimana halnyasekolah dan madrasah.
Sistem pengajaran yang diterapkan dalam majelis
taklim terdiri dari beragam metode. Secara umum, terdapat berbagai metode yang
digunakan di majelis taklim, yaitu:
a.
Metode Ceramah, yang dimaksud adalah penerangan
dengan penuturan lisan oleh guru terhadap peserta.
b.
Metode Tanya Jawab, metode ini membuat peserta
lebih aktif. Keaktifan dirangsang melalui pertanyaan yang disajikan.
c.
Metode Latihan, metode ini sifatnya melatih
untuk menimbulkan keterampilan dan ketangkasan.
d.
Metode Diskusi, metode ini akan dipakai harus
ada terlebih dahulu masalah atau pertanyaan yang jawabannya dapat didiskusikan.[21]
Majelis
ta’lim adalah lembaga pengajian dan pengajaran agama Islam yangmensyaratkan
adanya :
a.
Badan yang mengurusi sehingga kegiatan ta’lim
tersebut berkesinambungan
b.
Guru, ustadz, muballigh, baik seorang atau
lebih yang memberikan pelajaransecara rutin dan berkesinambungan.
c.
Peserta atau jama.ah yang relatif tetap.
d.
Kurikulum atau materi pokok yang diajarkan.
e.
Kegiatannya dilaksanakan secara teratur dan
berkala.
f.
Adanya tempat tertentu untuk
menyelenggarakannya.
D. Alternatif
Sistem Pendidikan Islam di Indoonesia
Ada dua bentuk kegiatan pendidikan di Indonesia yang perlu mendapat
perhatian dari kalangan ahli pendidikan Islam di Indonesia. Bentuk – bentuk itu
hampir pasti mendukung usaha pendidikan agama Islam di Indonesia.Kegiatan
pendidikan itu mempengaruhi orang untuk beragama Islam dan atau meningkatkan
keislaman seseorang. Bentuk – bentuk yang dimaksud adalah pesantren kilat dan
perguruan silat tenaga dalam.
1.
Pesantren Kilat
Istilah pesantren pasti sudah dikenal oleh orang Islam di Indoneisa. Itu
adalah nama lembaga pendidikan islam yang paling tua di Indonesia. Pada sekitar
tahun 1970-an orang-orang di Departemen Agama Pusat mengirimkan anaknya ke
Pesantren Gontor bila datang saat libur sekolah. Di sana mereka mondok dan
belajar agama, dari itulah mungkin asal-usul pesantren kilat. Kemudian sejak
tahun 1980-an, di kota Bandung banyak sekali orang yang menyelenggarakan
pesantren kilat. Menjelang libur orang mengedarkan pengumuman, bahwa akan
dibuka pesantren kilat yang umumnya diadakan di masjid maupun pesantren.
Lamanya berkisar dari 7 sampai 30 hari. Di sana diajarkan tentang agama Islam
seperti membaca al-Qur’an, keimanan islam, fiqih, akhlak dan lain sebagainya.
Peserta itu dibagi menurut tingkat kemampuannya, mulai dari kelompok
pemula yang belajar membaca al-Qur’an dan amalan agama sehari-hari sampai
kelompok lanjutan yang belajar membaca kitab kuning dan diskusi masalah-masalah
Islam yang kontemporer.
Dari berbagai penelitian dapat diketahui motif orang tua memasukkan
anaknya ke pesantren kilat, yaitu :
a.
Agar anaknya tidak
nakal. Orang tua sekarang khawatir sekali terhadap perkembangan akhlak anaknya.
Sudah banyak gejala kenakalan anak remaja, misalnya sering berkelahi,
nongkrong, minum-minuman keras, kenakalan seksual, menggunakan narkotika bahkan
sampai berujung pada tindakan-tindakan kejahatan.
b.
Motif mengisi waktu.
Orang tua memasukkan anaknya ke pesantren kilat dengan maksud mengisi waktu
luang (karena libur), karena waktu luang bagi anak dan remaja adalah waktu yang
amat berbahaya bila tidak diisi dengan atau dialihkan kepada kegiatan positif.
c.
Menutupi kekurangan
pendidikan agama di sekolah. Orang tua memasukkan anaknya ke pesantren kilat
karena merasa pendidikan agama Islam yang diperoleh anaknya di sekolah masih
kurang. Nyatanya, murid-murid pada umumnya banyak paham, lebih sedikit amal,
boleh dikatakan kosong dalam iman. Rasa beragama kurang sekali dibina oleh
guru-guru di sekolah, mereka mati-matian membina pemahaman dan sedikit membina
pengalaman.[22]
Selanjutnya disini
ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh penyelenggara pesantren kilat,
yaitu:
a.
Hendaknya pesantren
kilat diadakan di pesantren, maksunya tempatnya di pesantren, mondok di
pesantren, dan tata cara pesantren.
b.
Aturan kehidupan di pesantren
kilat hendaknya diatur persis seperti aturan kehidupan di pesantren. Aturan
yang penting antara lain ialah hidup sederhana, melayani diri sendiri,
melaksanakan ibadah tepat waktu, menghormati guru, pergaulan Islami dan kerja
sama.
c.
Tradisi pesantren
diterapkan pada santri pesantren kilat, misalnya bangun malam untuk mandi dan
sholat, wirid, atau pepujian.
d.
Kurikulum pesantren
kilat cukup dibagi dua macam, yang berlaku umum dan khusus sesuai tingkat
kematangan peserta.
e.
Biaya pesantren kilat
jangan terlalu rendah, biaya yang perlu ditanggung oleh santri ialah honor
guru, biaya makan, biaya kebersihan, biaya keamanan, sewa pondokan dan
sumbangan bagi sesepuh pesantren. Biaya buku, kitap, fotokopian dibebankan
secara insidental.
f.
Kebersihan tempat dan
makanan perlu diperhatikan.
g.
Kehidupan sederhana
benar-benar harus dituntun tanpa pilih bulu, ini penting karena kemewahan dapat
merusak perkembangan anak-anak kita.[23]
2.
Perguruan Silat Tenaga Dalam
Secara gampang tenaga dalam ialah tenaga gaib. Sebagian besar tenaga
dalam tidak dapat dipahami lewat akal. Diperlukan paradigma tersendiri untuk
memahaminya. Paradigma itu barangkali dapat disebut paradigm mistik, yaitu
paradigma yang bukan empiris dan bukan logis. Itulah kira-kira yang dapat
dikatakan tentang tenaga dalam. Yang dibicarakan selanjutnya ialah khusus
tenaga dalam untuk perlindungan. Secara umum, yang ini mungkin dapat disebut
silat tenaga dalam.
Misalnya seorang anggota kelompok anak nakal mendapat ancaman, mungkin
dari bosnya atau mungkin dari luar kelompoknya. Ia mencari guru yang dapat
memberikan kepadanya ilmu yang dapat melindunginya. Lantas seseorang mengatakan
agar ia berguru kepada orang yang mengajarkan tenaga dalam. Lalu dia datang
kesana. Di sana dia diterima dengan baik, lantas diberi ilmu. Setelah itu guru
memberi nasihat seperti:
a.
Ilmu ini tidak dapat
digunakan untuk menyerang.
b.
Ilmu ini hanya
melindungi kamu selama kamu percaya kepada Tuhan.
c.
Orang yang percaya
kepada Tuhan wajib menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya.
d.
Pantangan keras ilmu
ini ialah minuman keras dan zina.
Tak pelak lagi orang
akan memperoleh peluang untuk menjadi Muslim yang baik. Orang harus bertobat,
harus shalat, harus meninggalkan dosa, terutama minuman keras dan zina, orang
harus merasa dekat dengan Tuhan dan pertolongan Tuhan. Ini adalah
rumusan-rumusan singkat untuk menuju kepada Tuhan.Ada kelebihan yang patut
diperhatikan pada pendidikan ini. Pertama, gurunya tidak terlalu banyak
berbicara, tetapi contohlah yang banyak diberikannya. Kedua, pendidikan agama
seperti ini dapat menjangkau murid yang liar, yang tadinya tidak terjangkau
oleh mubalig yang terkenal sekalipun.[25]
D.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan materi diatas
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.
Sistem Pendidikan Islam adalah cara dan langkah
yang tersusun berdasarkan sumber-sumber ajaran Islam dalam melaksanakan usaha
pendidikan secara baik dan teratur dalam mencapai tujuan pendidikan Islam.
2.
Keistimewaan system pendidikan Islam yaitu
dasarnya adalah akidah islamiyah menjadikan akidah sebagai landasan didalam
pendidikan, membentuk kepribadian Islam dan memberikan keterampilan dalam ilmu
kehidupan, tolak ukur bukan sekedar berupa nilai, pendidikan
terpadu.
3.
Sistem Pendidikan
Islam di Indonesia antara lain terdapat di Sekolah, Madrasah, Pondok Pesantren,
dan Majlis Ta’lim yang telah dijelaskan di pembahasan makalah ini.
4.
Alternatif system pendidikan Islam yaitu dengan adanya
pesantren kilat dan perguruan silat tenaga dalam.
B. Saran
Hendaknya makalah ini
bisa digunakan sebagai salah satu sumber pembelajaran dan bisa bermanfaat bagi
semua pihak, khusunya bagi penyusun dan pembaca.
DAFTAR RUJUKAN
Tatang
Amirin, Pengantar
Sistem, Jakarta: Rajawali Press, 1886.
Anas
Sudjana, Pengantar
Administrasi Pendidikan Sebagai suatu Sistem, Bandung:
Rosda Karya, 1997.
Muhammad Aulia
Rahman, Pengantar Ilmu dan Metodologi
Pendidikan Islam, Jakarta:
PT.Intermasa,
2002.
Muhammad
Thalib, 20 Kerangka Pokok Pendidikan
Islam, Yogyakarta: Ma’alimul
Usroh,
2001.
Rusli
Karim, Pendidikan
Islam antara Fakta dan Cita, Yogyakarta: Tiara Wacana,1991.
Imam
Barnadib, Sistem
Pendidikan Nasional Menurut Konsep Islam, Jakarta: Lembaga
Penelitian
IAIN, 1983.
Azyumardi
Azra,
Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Melenium Baru,
Jakarta:
Logos Wacana Ilmu, 1999.
PP
No. 19 TAHUN 2005, Tentang Standar Nasional Pendidikan, Jakarta:
PT. Bina
Aksara, 2004.
Djohar,
Evaluasi
atas Arah Pendidikan dan Pemikiran Fungsionalisasi Pendidikan
Indonesia untuk Masa Depan Pendidikan yang
Lebih Baik , Jakarta:
Yayasan
Fase Baru Indonesia, 1999.
A
Nurhadi Djamal, Ilmu Pendidikan Islam Suatu Telaah Reflektif Qur’an dalam
Ahmad
Tafsir Epistimologi Untuk Ilmu Pendidikan Islam,
Bandung: Fakultas Tarbiyah IAIN SGD, 1995.
A.
A. Navis, Pendidikan
untuk Masa Depan Pendidikan yang Lebih Baik, Jakarta:
Yayasan Fase Baru Indonesia, 1999.
Daulay,
Haidar Putra, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan
Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Prenada Media Group, 2007.
Hasan,
Muhammad Tholchah, Islam dalam Perspektif
Sosial Budaya, Jakarta: Galasa Nusantara, 1987.
Mujib, Abdul, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006.
Rahman,
Muhammad Aulia, Pengantar Ilmu dan
Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta: PT.Intermasa, 2002.
Rais, Amien, Cakrawala Islam: Antara Cita dan Fakta. Bandung: Mizan, 1989.
Tafsir,
Ahmad, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif
Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992.
Thalib,
Muhammad, 20 Kerangka Pokok Pendidikan
Islam, Yogyakarta: Ma’alimul Usroh, 2001.
Koordinasi Da’wah Islam (KODI), DKI Jakarta: Pedoman Majelis
Ta’lim, 1990.
[1] Tatang Amirin,
Pengantar
Sistem, Jakarta: Rajawali Press, 1886, hlm. 11.
[2] Anas Sudjana, Pengantar
Administrasi Pendidikan Sebagai suatu Sistem, Bandung: Rosda Karya,
1997, hlm. 21-26.
[3] Muhammad Aulia
Rahman, Pengantar Ilmu dan Metodologi
Pendidikan Islam, Jakarta: PT.Intermasa, 2002, hlm. 69.
[4] Muhammad
Thalib, 20 Kerangka Pokok Pendidikan
Islam, Yogyakarta: Ma’alimul Usroh, 2001, hlm. 33.
[5] Rusli
Karim, Pendidikan
Islam antara Fakta dan Cita, Yogyakarta: Tiara Wacana,1991, hlm. 67.
[6]Ibid, hlm. 68.
[7] Imam
Barnadib, Sistem
Pendidikan Nasional Menurut Konsep Islam dalam Islam dan Pendidikan
Nasional, Jakarta: Lembaga Penelitian IAIN, 1983, hlm. 135-136.
[8]
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi
Menuju Melenium Baru, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999, hlm. 65.
[9] PP No. 19
TAHUN 2005, tentang Standar Nasional Pendidikan, Jakarta:
PT. Bina Aksara, 2004, hlm. 21.
[10] Djohar, Evaluasi
atas Arah Pendidikan dan Pemikiran Fungsionalisasi Pendidikan Indonesia untuk
Masa Depan Pendidikan yang Lebih Baik, Jakarta: Yayasan Fase Baru
Indonesia, 1999, hlm. 7.
[11] A
Nurhadi Djamal, Ilmu Pendidikan Islam Suatu Telaah Reflektif Qur’an dalam Ahmad Tafsir Epistimologi Untuk Ilmu Pendidikan Islam,
Bandung: Fakultas Tarbiyah IAIN SGD, 1995, hlm. 27.
[12] A. A.
Navis, Pendidikan
untuk Masa Depan Pendidikan yang Lebih Baik, Jakarta: Yayasan Fase
Baru Indonesia, 1999, hlm. 7.
[13] A. A. Navis, Pendidikan
untuk Masa Depan Pendidikan yang Lebih Baik, Jakarta: Yayasan Fase
Baru Indonesia, 1999, hlm. 4.
[14] Haidar Putra Daulay, Sejarah
Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Prenada
Media Group,2007, hlm.63.
[16] Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan
Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006, hlm.241.
[17] Muhammad Tholchah Hasan, Islam
dalam Perspektif Sosial Budaya, Jakarta:Galasa Nusantara, 1987, hlm.103.
[18] Amien Rais M., Cakrawala
Islam: Antara Cita dan Fakta, Bandung: Mizan, 1989, hlm.162.
[19] Koordinasi Da’wah Islam (KODI), DKI Jakarta: Pedoman Majelis
Ta’lim, 1990, hlm.5.
[22] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung:
PT Remaja Rosdakarya,1992, hlm. 120.
0 komentar: