Sistematika Filsafat
Sistematika
Filsafat
Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Filsafat
Dosen Pengampu : Nadhirin
Disusun Oleh :
Nur
Aifa 1410110332
Dian
Luthfiani 1410110333
Marianto 1410110341
Ahmad
Sakhowi 1410110344
Muhammad
Solihin 1410110345
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
PROGRAM
STUDI TARBIYAH / PAI
TAHUN
2014
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filsafat merupakan induk dari
berbagai macam ilmu-ilmu khusus, seperti fisika, sosiologi, astronomi dan
sebagainya. Sebelum ilmu-ilmu khusus itu memisahkan diri dari induknya yaitu
filsafat, ilmu-ilmu khusus itu ialah satu kesatuan dengan filsafat. Namun,
seiring dengan perkembangan zaman yang menuntut untuk selalu memperbaharui ilmu
pengetahuan karena di dalam filsafat itu tidak ada yang namanya kebenaran
absolut atau kebenaran mutlak jadi ilmu-ilmu itu benar tapi tidak bersifat
absolut. Di antara corak pemikiran manusia adalah pengetahuan tentang wujud,
awal mula hingga berakhirnya. Oleh karena itu, hasil pemikiran manusia
melahirkan berbagai aliran dalam filsafat yaitu empirisme, rasionalisme,
idealisme, vitalisme, intuisionisme dan lain-lain.Namun tidak hanya
permasalahan tentang wujud yang menjadi objek kajian filsafat, tetapi juga
membahas yang berkaitan dengan ilmu. Selain itu, filsafat juga mempelajari
tentang moral atau hubungan antar manusia berdasarkan perilaku. Hal tersebut
merupakan upaya untuk mencari “kebenaran”.
Kebenaran yang dicari filsafat yaitu
kebenaran yang hakiki. Maksutnya, mengetahui segala yang ada sebagaimana adanya
(problem ontologis). Hal ini menimbulkan pertanyaan “apa itu kebenaran?”.
Kemudian, muncul pertanyaan “bagaimana meraih kebenaran hakiki itu di bahas di
dalam epistimologi. Kemudian timbul pertanyaan lagi, yaitu untuk “apa
pengetahuan tersebut?”. Dengan kata lain, pemikiran selanjutnya adalah yang
berkaitan dengan pengaplikasian dalam kehidupan atau disebut problem axiologi.
Singkatnya, ontologi bertanya tentang “apa”, epistimologi bertanya tentang
“bagaimana”, axiologi bertanya tentang “untuk apa”. Tiga masalah filsafat
inilah yang sampai saat ini masih menjadi perdebaan karena masing-masing aliran
filsafat memiliki pandangan tersendiri terhadap Tiga masalah tersebut. Oleh
karena itu, objek pembahasan mengenai ontologi, epistimologi, axiologi menjadi
topik penting dalam pembahasan filsafat.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud ontologi?
2.
Apa yang dimaksud epistimologi?
3.
Apa yang dimaksud axiologi?
C. Tujuan
1.
Menjelaskan ontologi
2.
Menjelaskan epistimologi
3.
Menjelaskan axiologi
D. Sistematika
Filsafat
1. Ontologi
Ontologi berasal dari bahasa Yunani
yaitu on atau ontos yang berarti “ada” dan logos yang berarti “Ilmu”. Jadi
ontology adalah ilmu tentang hakikat yang ada. Ontologi juga sering di
indentikkan dengan metafisika, yang juga disebut dengan proto-filsafat atau
filsafat yang pertama atau filsafat ketuhanan. Dan pembahasannya meliputi
hakikat sesuatu, keesaan, persekutuan, sebab dan akibat, substansi dan aksidens,
yang tetap dan yang berubah, eksistensi dan esensi, keniscayaan, dan
kerelatifan, kemungkinan dan ketidakmungkinan, realita, malaikat, pahala,
surge, neraka dan dosa.
Dengan kata lain, pembahasan ontology
biasanya diarahkan pada pendeskripsian tentang sifat dasar dari wujud, sebagai
kategori paling umum yang meliputi bukan hanya wujud Tuhan, tetapi juga
pembagian wujud. Wujud dibagi kedalam beberapa kategori, yakni wajib (al-wujud)
yaitu wujud yang niscaya ada dan selalu actual, mustahil (mumtani’al wujud)
yaitu wujud yang mustahil akan ada baik dalam potensi maupun aktualitas dan
mungkin (mu’min alwujud) yaitu, yang mungkin ada, baik dalam potensi maupun
aktualitas ketika diaktualkan kedalam realitas nyata.
Dari pembahasannya memunculkan
beberapa pandangan yang dikelompokkan dalam beberapa aliran berpikir, yaitu:
1.
Materialism
Paham
yang menyatakan bahwa hakikat dari segala sesuatu yang ada itu adalah materi.
Sesuatu yang ada (yaitu materi) hanya mungkin lahir dari yang ada.
2.
Idealisme (spiritualisme)
.Paham
ini menjawab dari kelemahan dari materialism, yang menyatakan bahwa hakikat
dari pengada itu justru rohani (spiritual). Rohani adalah dunia ide yang lebih
hakiki dari dunia materi.
3.
Dualisme
Paham
ini ingin mempersatukan antara materi dan ide yang berpendapat bahwa hakikat
pengada (kenyataanj) dalam alam semesta ini terdiri dua sumber tersebut, yaitu
materi dan rohani.
4.
Agnotisme
Paham ini
merupakan pendapat para filsuf yang mengambil sikap skeptis yaitu sikap yang
meragukan terhadap segala hal.
2. Epistimologi
Epistimologi berasal dari bahasa
Yunani, episteme (pengetahuan) dan logos (kata/pembicaraan) adalah cabang
filsafat yang berkaitan dengan asal, sifat, karakter dan jenis pengetahuan.
Topik ini termasuk salah satu topic yang sering diperdebatkan dan dibahas dalam
bidang filsafat, misalnya tentang apa itu ilmu pengetahuan, bagaimana
karakteristiknya, macamnya, serta hubungannya dengan kebenaran dan keyakinan.
Epistimologi atau teori pengetahuan
yang berhubungan dengan hakikat dari ilmu pengetahuan, pengandai-andaian,
dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan
yang dimiliki oleh setiap manusia. Pengetahuan
tersebut diperoleh manusia melalui akal dan panca indra dalam berbagai
metode, diantaranya: metode induktif, metode deduktif, metode positivism,
metode kontemplatis dan metode dialektis.
a.
Empirisme
Empirisme
adalah suatu cara atau metode dalam filsafat yang mendasarkan cara memperoleh
pengetahuan dengan melalui pengalaman. John Locke, bapak empirisme britania, mengatakan
bahwa pada waktu manusia dilahirkan akalnya merupakan jenis catatan yang kosong
(tabularasa). Dan didalam buku catatan itulah dicatat pengalaman-pengalaman
indrawi menurut locke, seluruh sisa pengetahuan kita diperoleh dengan jalan
menggunakan serta memperbandingkan ide-ide yang diperoleh dari pengindraan
serta refleksi yang pertama-pertama dan sederhana tersebut.
Ia
memandang akal sebagai sejenis tempat penampungan, yang secara pasif menerima
hasil-hasil dari pengindraan tersebut. Ini berarti semua pengetahuan kita
betapapun rumitnya dapat dilacak kembali sampai kepada pengalaman-pengalaman
indrawi yang pertama-tama, yang dapat diibaratkan sebagai atom-atom yang
menyusun objek-objek material. Apa yang tidak dapat atau tidak perlu dilacak
kembali secara demikian itu bukanlah pengetahuan, atau setidak-tidaknya
bukanlah pengetahuan mengenai hal-hal yang factual.
b.
Rasionalisme
Rasionalisme
berpendirian bahwa sumber pengetahuan terletak pada akal. Bukan karena
rasionalisme mengingkari nilai pengalaman. Melainkan pengalaman paling-paling
dipandang sebagai sejenis perangsang bagi pikiran. Para penganut rasionalisme
yakin bahwa kebenaran dan kesesatan terletak didalam ide kita, dan bukannya
didalam diri barang sesuatu. Jika kebenaran mengandung makna mempunyai ide yahg
sesuai dengan atau menunjuk kepada kenyataan, maka kebenaran hanya dapat ada
dalam pikiran kita dan hanya dapat diperoleh dengan akal budi saja.
c.
Fenomenalisme
Bapak
fenomenalisme adalah immanual kant. Kant membuat urain tentang pengalaman. Barang
sesuatu sebagaimana terdapat didalam dirinya sendiri merangsang alat indrawi
kita dan diterima oleh akal kita dalam bentuk-bentuk pengalaman dan disusun
secara sistematis dengan jalan penalaran. Karena itu kita tidak pernah
mempunyai pengetahuantentang barang sesuatu seperti keadaannya sendiri,
melainkan hanya tentang sesuatu seperti yang menampak kepada kita, artinya,
pengetahuan tentang gejala (phenomenom). Bagikan para penganut empirisme benar
bila berpendapat bahwa semua pengetahuan didasarkan pada pengalaman meskipun
benar hanya untuk sebagian. Tetapi para penganut rasionalisme juga benar,
karena akal memaksakan bentuk-bentuknya sendiri terhadap barang sesuatu serta
pengalaman.
d.
Intuisionisme
Menurut
Bergson, intuisi adalah suatu sarana untuk mengetahui secara langsung dan
seketika. Analisa, atau pengetahuan yang diperoleh dengan jalan pelukisan,
tidak akan dapat menggantikan hasil pengenalan secara langsung dari pengetahuan
intuitif.
Salah
satu diantara unsur-unsur yang berharga dalam intuisionisme Bergson ialah,
paham ini memungkinkan adanya suatu bentuk pengalaman disamping pengalaman yang
dihayati oleh indra. Dengan demikian data yang dihasilkannya dapat merupakan
bahan tambahan bagi pengetahuan disamping pengetahuan yang dihasilkan oleh
pengindraan. Kant masih tetap benar dengan mengatakan bahwa pengetahuan
didasarkan pada pengalaman, tetapi dengan demikian pengalaman harus meliputi
baik pengalaman indrawi maupun pengalaman intuitif.
Hendaknya
diingat, intuisionisme tidak mengikat pengalaman indrawi yang biasa dan
pengetahuan yang disimpulkan darinya. Intuisionisme setidak-tidaknya dalam
beberapa bentuk hanya mengatakan bahwa pengetahuan yang lengkap diperoleh
melalui intuisi sebagai lawan dari pengetahuan yang nisbi yang meliputi
sebagian saja yang diberikan oleh analisis. Ada yang berpendirian bahwa apa
yang diberikan oleh indra hanyalah apa yang Nampak belaka. Sebagai lawan dari
apa yang diberikan oleh intuisi, yaitu kenyataan. Mereka mengatakan, barang
sesuatu tidak pernah merupakan sesuatu seperti yang menampak kepada kita. Dan
hanya intuisilah yang dapat menyingkapkan kepada kita keadaanya yang
senyatanya.
e.
Dialektis
Yaitu
tahap logika yang mengajarkan kaidah-kaidah dan metode-metode penuturan serta
analisis sistematik tentang ide-ide untuk mencapai apa yang terkandung dalam
pandangan. Dalam kehidupan sehari-hari dialektika berarti kecakapan untuk
melakukan perdebatan. Dalam teori pengetahuan ini merupakan bentuk pemikiran
yang tidak tersusun dari satu pemikiran tetapi pemikiran itu seperti dalam
percakapan bertolak paling kurang dua kutub.
3. Axiologi
Axiologi adalah ilmu pengetahuan yang
menyelidiki hakikat nilai yang pada umumnya ditinjau dari sudut pandang
kefilsafatan. Axiologi meliputi nilai-nilai, parameter bagi apa yang disebut
sebagai kebenaran atau kenyataan itu, sebagaimana kehidupan kita yang
menjelajahi berbagai kawasan, seperti kawasan social, kawasan fisik materil dan
kawasan simbolik yang masing-masing menunjukkan aspeknya sendiri-sendiri lebih
dari itu, axiology juga menunjukkan kaidah-kaidah apa yang harus kita
perhatikan didalam menerapkan ilmu kedalam praksis. Pertanyaan mengenai
axiologi menurut kattsoff dapat dijawab melalui tiga cara: pertama, nilai
sepenuhnya berhakikat subjektif ditinjau dari sudut pandang ini, nilai-nilai
itu merupakan reaksi-reaksi yang diberikan oleh manusia sebagai pelaku dan
keberadaannya tergantung pada pengalaman-pengalaman mereka. Kedua, nilai-nlai
merupakan kenyataan ditinjau dari segi ontologi namun tidak terdapat dalam
ruang dan waktu. Nilai-nilai tersebut merupakan esensi-esensi logis dan dapat
diketahui melalui akal. Pendirian ini disebut objektivisme logis. Ketiga, nilai-nilai
merupakan unsur-unsur objektif yang menyusun kenyataan, yang demikian ini
disebut objectivism, e metafisik. Dalam pendekatan axiologis, jujun
menyebutkan, bahwa pada dasarnya ilmu harus digunakan dan dimanfaatkan untuk
kemaslahatan manusia. Dalam hal ini maka ilmu menurutnya dapat dimanfaatkan
sebagai sarana atau alat dalam meningkatkan taraf hidup manusia dengan
memperhatikan kodrat dan martabat manusia serta kelestarian dan keseimbangan
alam. Untuk kepentingan manusia tersebut maka pengetahuan ilmiah yang diperoleh
dan disusun digunakan secara komunal dan universal. Komunal berarti, bahwa ilmu
merupakan pengetahuan yang menjadi miliki bersama, setiap orang berhak
memanfaatkan ilmu manurut kebutuhannya sesuai dengan komunalisme. Universal
berarti bahwa ilmu tidak mempunyai konotasi parokial seperti: ras, ideologi,
atau agama. Tidak ada ilmu barat dan tidak ada pula ilmu timur.
a. Etika
Teori nilai (etika) problema axiologi
yang pertama berhubungan dengan nilai. Berkaitan dengan masalah nilai
sebenarnya telah dikaji secara mendalam oleh filsafat nilai. Oleh sebab itu,
dalam kesempatan kali ini akan dibahas beberapa hal saja yang kiranya penting
untuk dipaparkan berkaitan dengan masalah nilai.tema-tema yang muncul seputar
masalah ini misalnya apakah nilai itu subjektif atau objektif. Peerdebatan
tentang hakikat nilai, apakah ia subjektif atau subjektif selalu menarik
perhatian. Ada yang berpandangan bahwa nilai itu objektif sehingga ia bersifat
universal. Di manapun tempatnya, kapanpun waktunya, ia akan tetap diterima oleh
semua orang. Nilai bersifat subjektif karena nilai ini berbicara tentang
penilaian yang di berikan oleh seseorang terhadap sesuatu. Tentunya penilaian
setiap orang berbeda-beda tergantung selera, tempat, waktu dan juga latar
belakang budaya, adat, budaya, agama, pendidikan, yang mempengarui orang
tersebut. Dari sini dapat dilihat bahwa nilai itu bersifat subjektif tergantung
siapa yang menilai, waktu dan tempatnya. Berbicara tentang nilai berarti
berbicara tentang baik dan buruk bukan salah dan benar. Apa yang baik bagi satu
pihak belum tentu baik pula bagi pihak yang lain dan sebaliknya.
b. Estetika
filsafat estetika pertama kali
dicetuskan oleh alexander gottlieb baumgarten yang mengungkapkan bahwa estetika
adalah cabang ilmu yang dimaknai oleh keresahan filsafat estetika adalah cabang
ilmu dari filsafat axiologi yaitu filsafat nilai. Istilah axiiologi digunakan
untuk memberikan batasan mengenai kebaikan, yang meliputi etika, moral, dan
perilaku. Adapun estetika adapun memberikan batasan mengenai hakikat keindahan
atau nilai keindahan.
Kaum materialis cenderung mengatakan
nilai-nilai berhubungan dengan sifat-sifat subjektif sedangkan kaum idealis
berpendapat bahwa nilai-nilai bersifat objektif. Andaikan kita sepakat dengan
kaum materialis, bahwa yang namanya nilai keindahan itu merupakan reaksi-reaksi
subjektif maka benarlah apa yang terkandung dalam sebuah ungkapan “mengenai
masalah selera tidak perlu ada pertentangan”.
Serupa orang yang menyukai tulisan
abstrak, sesuatu yang semata-mata bersifat perseorangan. Jika sebagian orang
menganggap lukisan abstrak itu aneh sebagian lagi pasti menganggap lukisan
abstrak itu indah. Karena reaksi itu muncul di dalam diri manusia berdasarkan
selera.
Berbicara mengenai penliaian terhadap
keindahan maka setiap dekade setiap itu memberikan penilaian yang berbeda
terhadap sesuatu yang dikatakan indah. Jika pada zaman romantisme di prancis
keindahan berarti kemampuan untuk menyampaikan sebuah keagungan, lain halnya
pada zaman realisme, keindahan mempunyai makna kemampuan untuk menyampaikan
sesuatu apa adanya, sedangkan di Belanda pada era de stijl keindahan mempunyai
arti kemampuan mengomposisikan warna dan ruang juga kemampuan mengabstraksi
benda.
Pembahasan estetika akan berhubungan
dengan nilai-nilai sensorik yang dikaitkan dengan sentiment dan rasa. Sehingga
estetika akan mempersoalkan pola teori-teori mengenai seni. Dengan demikian,
estetika merupakan sebuah teori yang meliputi:
1.
Penyelidikan mengenai sesuatu yang indah
2.
Penyelidikan mengenai prinsip-prinsip yang mendasari
seni
3.
Pengalaman yang bertalian dengan seni, masalah yang
berkaitan dengan penciptaan seni, penilaian terhadap seni dan perenungan atas
seni.
PENUTUP
Secara
garis besar filsafat dibagi dalam tiga cabang, yaitu :
1.
Epistemologi yaitu teori pengetahuan yang membicarakan cara memperoleh
pengetahuan
2.
Ontologi yaitu teori hakikat yang membicarakan pengetahuan itu sendiri
3.
Axiologi yaitu teori nilai yang membicarakan guna pengetahuan itu
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/epistimologi
http://artikel-makalah-almajdzub.blogspot.com/
0 komentar: