Sudahkah Anda Berzakat?





ZAKAT FITRAH

Disusun Memenuhi Tugas Mata kuliah  : Fiqih Ibadah
Dosen Pengampu : Hj. Any Umy Mashlahah, M.Pd.




Disusun oleh:

1.      Ahmad Hidayat                                  (1510120050)
2.      Agus Manshurudin                             (1510120062)
3.      M. Nurul Badri                                   (1510120077)




 
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI ( STAIN ) KUDUS
JURUSAN TARBIYAH
PROGAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TAHUN AJARAN 2016/2017
 


ZAKAT FITRAH

A.    Pengertian Zakat Fitrah
Zakat fitrah dilihat dari komposisi kalimat yang membentuknya terdiri dari kata “zakat” dan “fitrah”. Zakat secara umum sebagaimana dirumuskan oleh banyak ulama’ bahwa dia merupakan hak tertentu yang diwajibkan oleh Allah terhadap harta kaum muslimin menurut ukuran-ukuran tertentu (nishab dan khaul) yang diperuntukkan bagi fakir miskin dan para mustahiq lainnya sebagai tanda syukur atas nikmat Allah swt. dan untuk mendekatkan diri kepada-Nya, serta untuk membersihkan diri dan hartanya (Qardhawi, 1996:999). Dengan kata lain, zakat merupakan kewajiban bagi seorang muslim yang berkelebihan rizki untuk menyisihkan sebagian dari padanya untuk diberikan kepada saudara-saudara mereka yang sedang kekurangan.
Sementara itu, fitrah dapat diartikan dengan suci sebagaimana hadits Rasul “kullu mauludin yuladu ala al fitrah” (setiap anak Adam terlahir dalam keadaan suci) dan bisa juga diartikan juga dengan ciptaan atau asal kejadian manusia.
Zakat fitrah adalah zakat diri yang diwajibkan atas diri setiap individu baik lelaki maupun perempuan muslim yang berkemampuan dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan. Kata fitrah merujuk pada keadaan manusia saat baru diciptakan sehingga dengan mengeluarkan zakat ini manusia diharapkan akan kembali fitrah / suci.
B.     Dalil Wajibnya Zakat Fitrah
Di dalam Surat Al Ahzab ayat 33 disebutkan:
وَأَقِمْنَ الصَّلاةَ وآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (Al-Ahzab: 33)
Sedanglan perintah zakat fitrah secara spesifik disebutkan dalam hadis Nabi sebagai berikut:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ : أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ε فَرَضَ زَكَاةَ الْفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ عَلَى النَّاسِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى كُلِّ حُرٍّ أَوْ عَبْدٍ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى مِنَ الْمُسْلِمِينَ. (رَوَاهُ الْبُخَارِىُّ ومسلم)
Dari Ibu 'Umar, katanya: Bahwasanya Rasululloh SAW, mewajibkan zakat fitrah pada bulan Ramadhan, sebanyak satu sho' (3.5) liter kurma atau gandum. Atas tiap-tiap muslim merdeka atau hamba lelaki atau perempuan. (HSR. Bukhori dan Muslim).
عَنْ أَبِى سَعِيدٍ قَالَ : كُنَّا نُخْرِجُ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنْ كُلِّ صَغِيرٍ وَكَبِيرٍ حُرٍّ أَوْ مَمْلُوكٍ صَاعًا مِنْ طَعَامٍ أَوْ صَاعًا مِنْ أَقِطٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ زَبِيبٍ.
Dari Abi Sa'id, katanya , "Kami mengeluarkan zakat fitrah segantang dari makanan atau gandum atau kurma, atau susu kering, atau anggur kering." (HR. Bukhori dan Muslim).

C.    Syarat Wajib
Syarat wajib zakat fitrah adalah sebagai berikut:
1.    Islam
2.    Merdeka (bukan budak, hamba sahaya)
3.    Mempunyai kelebihan makanan atau harta dari yang diperlukan di hari raya dan malam hari raya. Maksudnya mempunyai kelebihan dari yang diperlukan untuk dirinya sendiri dan orang-orang yang wajib ditanggung nafkahnya, pada malam dan siang hari raya. Baik kelebihan itu berupa makanan, harta benda atau nilai uang.
4.    Menemui waktu wajib mengeluarkan zakat fitrah. Artinya menemui sebagian dari bulan Ramadhan dan sebagian dari awalnya bulan Syawwal (malam hari raya).

Keterangan: Yang dimaksud “ mempunyai kelebihan di sini “ adalah kelebihan dari kebutuhan pokok sehari-harinya. Maka barang yang menjadi kebutuhan sehari-hari, seperti rumah yang layak, perkakas rumah tangga yang diperlukan, pakaian sehari-hari dan lain-lain tidak menjadi perhitungan. Artinya, jika tidak mampu membayar zakat fitrah, harta benda di atas tidak wajib dijual guna mengeluarkan zakat.

D.    Jenis dan Kadar Zakat Fitrah
Kriteria jenis dan kadar zakat fitrah adalah sebagai berikut:
1.    Berupa bahan makanan pokok daerah tersebut (bukan uang)
2.    Sejenis. Tidak boleh campuran
3.    Jumlahnya mencapai satu Sho’ untuk setiap orang. ( 1 Sho’ = 4 mud = kurang lebih 3 Kilogram )
4.    Diberikan di tempatnya orang yang dizakati.
Misalnya, seorang ayah yang berada di Surabaya dengan makanan pokok beras, menzakati anaknya yang berada di Kediri dengan makanan pokok jagung. Maka jenis makanan yang digunakan zakat adalah jagung dan diberikan pada faqir miskin di Kediri.
Catatan :
-          Menurut Imam Abu Hanifah, zakat fitrah boleh dikeluarkan dalam bentuk qimah atau uang.
-          Jika tidak mampu 1 sho’, maka semampunya bahkan jika tidak mempunyai kelebihan harta sama sekali, maka tidak wajib zakat fitrah.

E.     Waktu Mengeluarkan Zakat Fitrah
Waktu pelaksanaan mengeluarkan zakat fitrah terbagi menjadi 5 kelompok :
1.      Waktu Wajib
Yaitu waktu dimana sesorang menemui akhir bulan Ramadhan dan sebagian awalnya bulan Syawwal.[1]
2.      Waktu Jawaz
Yaitu mulai awalnya bulan Ramadhan sampai memasuki waktu wajib.
3.      Waktu Fadhilah
Yaitu setelah terbit fajar tanggal 1 syawwal dan sebelum sholat hari raya Idul Fitri.
4.      Waktu Makruh
Yaitu setelah sholat hari raya sampai menjelang tenggelamnya matahari pada tanggal 1 Syawwal kecuali jika ada udzur seperti menanti kerabat atau orang yang lebih membutuhkan, maka hukumnya tidak makruh.
5.      Waktu Haram
Yaitu setelah tenggelamnya matahari tanggal 1 Syawwal kecuali jika ada udzur seperti hartanya tidak ada ditempat tersebut atau menunggu orang yang berhak menerima zakat, maka hukumnya tidak haram. Sedangkan status dari zakat yang dikeluarkan tanggal 1 Syawwal adalah qodho’.

F.     Syarat Sah Zakat Fitrah
1.      Niat
Harus niat di dalam hati ketika mengeluarkan zakat, memisahkan zakat dari yang lain, atau saat memberikan zakat kepada wakil untuk disampaikan kepada yang berhak atau antara memisahkan dan memberikan. Niat zakat untuk diri sendiri :
نَوَيْتُ اَنْ اُخْرِجَ زَكاَةَ اْلفِطْرِعَنْ نَفْسِي / هَذَا زَكاَةُ مَالِي اْلمَفْرُوْضَةْ
" Saya niat mengeluarkan zakat untuk diriku / ini adalah zakat harta wajibku “
Jika niat zakat fitrah atas nama orang lain, hukumnya diperinci sebagai berikut :
a.       Jika orang lain yang dizakati termasuk orang yang wajib ditanggung nafkah dan zakat fitrahnya, seperti istri, anak-anaknya yang masih kecil, orang tuanya yang tidak mampu dan setrusnya, maka yang melakukan niat adalah orang yang mengeluarkan zakat tanpa harus minta idzin dari orang yang dizakati. Namun boleh juga makanan yang akan digunakan zakat diserahkan oleh pemilik kepada orang-orang tersebut supaya diniati sendiri-sendiri.
b.      Jika mengeluarkan zakat untuk orang yang tidak wajib ditanggung nafkahnya, seperti orang tua yang mampu, anak-anaknya yang sudah besar (kecuali jika dalam kondisi cacat atau yang sedang belajar ilmu agama), saudara, ponakan, paman atau orang lain yang tidak ada hubungan darah dan seterusnya, maka disyaratkan harus mendapat idzin dari orang-orang tersebut. Tanpa idzin dari mereka , maka zakat yang dikeluarkan hukumnya tidak sah.
Niat atas nama anaknya yang masih kecil :
نَوَيْتُ اَنْ اُخْرِجَ زَكاَةَ اْلفِطْرِعَنْ وَلَدِي الصَّغِيْرِ
Saya niat mengeluarkan zakat atas nama anakku yang masih kecil…”
- Niat atas nama ayahnya :
نَوَيْتُ اَنْ اُخْرِجَ زَكاَةَ اْلفِطْرِعَنْ اَبِي ...
Saya niat mengeluarkan zakat atas nama ayahku…”
- Niat atas nama ibunya :
نَوَيْتُ اَنْ اُخْرِجَ زَكاَةَ اْلفِطْرِعَنء اُمِّي ...
Saya niat mengeluarkan zakat atas nama ibuku…”
- Niat atas nama anaknya yang sudah besar dan tidak mampu :
نَوَيْتُ اَنْ اُخْرِجَ زَكاَةَ اْلفِطْرِعَنْ وَلَدِي اْلكَبِيْرِ...
Saya niat mengeluarkan zakat atas nama anakku yang sudah besar…”
2.      Dikeluarkan kepada orang-orang yang berhak menerima zakat
Mustahiq zakat (orang-orang yang berhak menerima zakat) adalah delapan golongan yang telah disebutkan dalam Al-Quran Allah SWT berfirman :
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ.
1.  Faqir
Faqir adalah orang yang tidak mempunyai harta atau pekerjaan sama sekali, atau orang yang mempunyai harta atau pekerjaan namun tidak bisa mencukupi kebutuhannya.
Semisal seseorang dalam sehari ia membutuhkan biaya hidup sebesar Rp. 50.000, akan tetapi penghasilannya hanya sebesar Rp. 20.000 (tidak mencapai separuh yang dibutuhkan). Yang dimaksud dengan harta dan pekerjaan di sini adalah harta yang halal dan pekerjaan yang halal dan layak.
Dengan demikian yang termasuk golongan faqir adalah :
-         Tidak mempunyai harta dan pekerjaan sama sekali.
-         Mempunyai harta, namun tidak mempunyai pekerjaan. Sedangkan harta yang ada sangat tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan selama umumnya usia manusia.
-         Mempunyai harta dan pekerjaan, harta saja atau pekerjaan saja namun harta atau pekerjaan tersebut haram menurut agama. Bagi orang yang mempunyai harta yang melimpah atau pekerjaan yang menjanjikan, namun haram menurut agama, maka orang tersebut termasuk faqir sehingga berhak dan boleh menerima zakat.
-         Tidak mempunyai harta, namun mempunyai pekerjaan yang tidak layak baginya. Seperti pekerjaan yang bisa merusak harga diri, kehormatan dan lain-lain.

2.  Miskin
Miskin adalah orang yang mempunyai harta atau pekerjaan yang tidak bisa mencukupi kebutuhannya dan orang-orang yang ditanggung nafkahnya. Misalnya dalam sebulan ia butuh biaya sebesar Rp; 500.000, namun penghasilannya hanya mendapat Rp; 400.000 (mencapai separuh yang dibutuhkan).

3.  Amil
Amil zakat yaitu orang-orang yang diangkat oleh Imam atau pemerintah untuk mengumpulkan dan membagikan zakat kepada orang yang berhak menerimanya dan tidak mendapat bayaran dari baitul mal atau Negara.
Amil zakat meliputi bagian pendataan zakat, penarik zakat, pembagi zakat dan lain-lain. Jumlah zakat yang diterima oleh amil disesuaikan dengan pekerjaan yang dilakukan / menggunakana standart ujroh mistly (bayaran sesuai tugas kerjaannya masing-masing).
Syarat-syarat amil zakat :
1.      Islam
2.      Laki-laki
3.      Merdeka
4.      Mukallaf
5.      Adil
6.      Bisa melihat
7.      Bisa mendengar
8.      Mengerti masalah zakat

4.  Muallaf
Secara harfiyah, muallaf qulubuhum adalah orang-orang yang dapat diluluhkan hatinya untuk measuk kepada agama islam.
Sedangkan orang-orang yang termasuk muallaf, yang berhak menerima zakat adalah :
1.      Orang yang baru masuk Islam dan Iman (niat) nya masih lemah
2.      Orang yang baru masuk Islam dan imannya sudah kuat, namun dia mempunyai kemuliaan dikalangan kaumnya. Dengan memberikan zakat kepadanya, diharapkan kaumnya yang masih kafir mau masuk Islam.
3.      Orang Islam yang melindungi kaum muslimin dari gangguan dan keburukan orang-orang kafir
4.      Orang Islam yang membela kepentingan kaum muslimin dari kaum muslim yang lain yang dari golongan anti zakat atau pemberontak dan orang-orang non Islam.
Semua orang yang tergolong muallaf di atas berhak menerima zakat dengan syarat Islam. Sedangakan membujuk orang non muslim dengan menggunakan harta zakat itu tidak diperbolehkan.

5.  Budak Mukatab
Budak mukatab yaitu budak yang dijanjikan merdeka oleh tuannya apabila sudah melunasi sebagian jumlah tebusan yang ditentukan dengan cara angsuran. Tujuannya adalah untuk membantu melunasi tanggungan dari budak mukatab tersebut.

6.  Ghorim (Orang yang Berhutang)
Ghorim terbagi menjadi 3 bagian :
1.      Orang yang berhutang untuk mendamaikan dua orang atau dua kelompok yang sedang bertikai.
2.      Orang yang berhutang untuk kemaslahatan diri sendiri dan keluarga.
3.      Orang yang berhutang untuk kemaslahatan umum, seperti berhutang untuk membangun masjid, sekolah, jembatan dan lain-lain.
4.      Orang yang berhutang untuk menanggung hutangnya orang lain.

7.  Sabilillah
Sabilillah yaitu orang yang berperang di jalan Allah dan tidak mendapatkan gaji/ bayaran. Sabilillah berhak menerima zakat untuk seluruh keperluan perang. Sejak berangkat sampai kembali, sabilillah dan keluarganya berhak mendapatkan tunjangan nafkah yang diambilkan dari zakat. Sedangkan yang berhak memberikan zakat untuk sabilillah adalah imam (penguasa) bukan pemilik zakat.

Keterangan :
Dikalangan ulama terdapat khilaf tentang makna fii sabilillah;
-          Pendapat Pertama, mayoritas ulama’ (pendapat yang kuat) mengatakan bahwa yang dimaksud fii sabilillah tiada lain adalah orang-orang yang menjadi suka relawan untuk berperang di jalan Allah Swt dan tidak mendapatkan gaji.
-          Pendapat Kedua, sebagian ulama mengatakan bahwa fii sabilillah adalah semua aktifitas yang menyangkut kebaikan untuk Allah sebagaimana dinuqil oleh Imam Al-Qaffal[2], seperti untuk sarana-sarana pendidikan, peribadatan Islam dan orang-orang memperjuangkan agama islam (seperti guru-guru madrasah, khatib dan bilal masjid) dan pendapat ini adalah lemah.
-          Pendapat Ketiga, dalam Kitab Tafsir Munir Juz I Halaman 344 disebutkan bahwa kata sabilillah diarahkan pada sabilil khair (orang-orang yang menunjukkan pada kebaikan) dan wujuhil khair (hal-hal kebaikan). Seperti halnya untuk perawatan jenazah dan lain sebagainya.

8.  Ibnu Sabil (musafir)
Ibnu sabil yaitu orang yang memulai bepergian dari daerah tempat zakat atau musafir yang melewati daerah tempat zakat dengan syarat :
1.      Bukan bepergian untuk maksiat
2.      Membutuhkan biaya atau kekurangan biaya. Walaupun ia mempunyai harta di tempat yang dituju.

G.    Orang-orang yang tidak berhak menerima zakat
1.      Orang kafir atau murtad
2.      Budak / hamba sahaya selain budak mukatab
3.      Keturunan dari bani Hasyim dan Bani Muthalib (para habaib), sebagaimana hadits shohih, Nabi Saw bersabda :
إِنَّ هَذِهِ الصَّدَقَاتِ إِنَّمَا هِيَ أَوْسَاخُ النَّاسِ وَإِنَّهَا لَا تَحِلُّ لِمُحَمَّدٍ وَلَا لِآلِ مُحَمَّدٍ
 “Sesungguhya shodaqah ini (zakat) adalah kotoran manusia dan tidak dihalalkan bagi Muhammad dan keluarga Muhammad “.
4.      Orang kaya
Yaitu orang yang penghasilannya sudah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya.
5.      Orang yang ditanggung nafkahnya.
Artinya, orang yang berkewajiban menanggung nafkah, tidak boleh memberikan zakatnya kepada orang yang ditanggung tersebut.

H.    Mekanisme pembagian zakat
Apabila zakat dibagikan sendiri oleh pemilik atau wakilnya, maka perinciannya sebagai berikut :
-          Jika orang yang berhak menerima zakat terbatas (bisa dihitung), dan harta zakat mencukupi, maka mekanisme mengeluarkan zakatnya harus mencakup semua golongan penerima zakat yang ada di daerah tempat kewajiban zakat. Dan dibagi rata antar golongan penerima zakat.
-          Jika orang yang berhak menerima zakat tidak terbatas atau jumlah harta zakat tidak mencukupi, maka zakat harus diberikan pada minimal tiga orang untuk setiap golongan penerima zakat.
-          Pemilik zakat tidak boleh membagikan zakatnya pada orang-orang yang bertempat di luar daerah kewajiban zakat. Zakat harus diberikan pada golongan penerima yang berada di daerah orang yang dizakati meskipun bukan penduduk asli wilayah tersebut.
-          Sedangkan jika pembagian dilakukan oleh Imam (penguasa), baik zakat tersebut diserahkan sendiri oleh pemilik kepada Imam atau diambil oleh Imam, maka harus dibagi dengan cara sebagai berikut :
a.       Semua golongan penerima zakat yang ada harus mendapat bagian
b.      Selain golongan amil, semua golongan mendapat bagian yang sama.
c.       Masing-masing individu dari tiap golongan penerima mendapat bagian (jika harta zakat mencukupi)
d.      Jika hajat dari masing-masing individu sama, maka jumlah yang diterima juga harus sama.

Catatan :
Menurut pendapat Imam Ibnu Ujail R.A. adalah :
1.      Zakat boleh diberikan pada satu golongan dari delapan golongan yang berhak menerima zakat.
2.      Zakatnya satu orang boleh diberikan pada satu orang yang berhak menerima zakat.
3.      Boleh memindah zakat (naqlu zakat) dari daerah zakat.

Tiga pendapat terakhir ini boleh kita ikuti (taqlid) walaupun berbeda dengan pendapat dari Imam Syafi’i . Mengingat sulitnya membagi secara rata pada semua golongan, apalagi zakat fitrah yang jumlahnya tidak begitu banyak.



DAFTAR PUSTAKA

1.      Ahkamul Fuqaha, Solusi Problematika Umat
2.      Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab
3.      Bughyatul Mustarsyidin
4.      Bulughul Maram
5.      Fathul Qorib
6.      Hasyiah Al-Bajuri
7.      I’anah At-Tholibin
8.      Ihya Ulumuddin
9.      Tanwirul Qulub
10.  Tuhfatul Muhtaj



TANYA JAWAB
SEPUTAR MASALAH ZAKAT FITRAH

1.      Panitia Zakat Desa
Sahkah panitia zakat / amil yang dibentuk oleh pemerintah desa ?
Jawab : Jika memenuhi persyaratan-persyaratannya seperti diangkat oleh Imam dan panitia itu termasuk orang yang menguasai bab zakat, maka dapat disebut amil zakat.
(Referensi: Kitab Al-Bajury, jilid 1 hal: 290 ).
2.      Lembaga Amil Zakat
Apakah pengurus panitia zakat yang didirikan oleh suatu organisasi Islam itu termasuk amil menurut SyarI’at, ataukah tidak ?
Jawab : Panitia pembagian zakat yang ada seperti yang terjadi pada masyarakat saat ini tidak termasuk amil zakat menurut agama Islam, sebab mereka tidak diangkat oleh Imam (kepala negara).
(Referensi: Kitab Al-Bajuri 1/283 dan At-Taqrirat : 424).
3.      Menjual Beras Zakat
Bolehkah zakat fitrah dijual oleh panitia zakat dan hasil penjualannya dipergunakan menurut kebijaksanaan panitia ?
Jawab : Zakat fitrah tidak boleh dijual kecuali oleh mustahiqnya .
(Referensi: Kitab Al-Anwar juz 1 bab zakat)
4.      Zakat yang dikembangkan menjadi Usaha
Bolehkah zakat atau sebagiannya dijadikan modal usaha bagi panitia-panitia zakat atau badan-badan sosial tersebut ?
Jawab : Tidak boleh zakat atau sebagiannya.
(Referensi: Kitab Al-Muhadzab, jilid 1 hal : 169)
5.      Pengusaha Bangkrut
Seorang pengusaha yang kaya namun banyak hutang (Sekiranya kekayaannya dibuat untuk melunasi hutang maka tidak cukup). Apakah wajib menunaikan zakat fitrah?
Jawab: Menurut imam ramli tetap wajib zakat, karena hutang bukan penghalang atas wajibnya membayar zakat. Namun menurut imam ibnu hajar, diperinci: apabila untuk mebayar hutang uangnya masih tersisa, maka wajib zakat dan apabila tidak tersisa sama sekali maka tidak wajib berzakat.
(Referensi: Ianatut Thalibin Juz 2, Halaman 195)
6.      Panitia Mencampur Beras Zakat
Bagaimana hukumnya panitia mencampur beras zakat, yangnsi mana ada kemungkinan beras akan kembali kepada pemilik zakat. Bagaimana hukumnya mencampur zakat tersebut?
Jawab: tidak boleh, karena akan memumngkinkan kembali lagi pada orang yang punya. Sementara orang yang menunaikan zakat tidak boleh menerima zakatnya sendiri.
(Referensi: Kitab Al Umm, juz 2, halaman 84)
7.      Santri Menerima Zakat
Apakah seorang santri (pelajar agama) boleh menerima zakat fitrah?
Jawab: Boleh, dengan syarat anak tersebut sudah mukallaf dan faqir.
(Referensi: Kitab Bughyatul Musytarsyidin, halaman 173)
8.      Menyerahkan Zakat kepada Habib/ Sayyid
Bolehkah memberikan zakat kepada Habib/ Sayid (keturunan Nabi) yang sedang tidak miskin tidak mempunyai penghasilan yang cukup?
Jawab: Menurut jumhur As Syafiiyah tidak boleh, akan tetapi menurut mayoritas Ulama Mutaqoddimin dan Mutaakhhirin diperbolehkan dengan alasan tidak adanya jatah bagian 1/25 dari harta rampasan perang sebagaimana realita sekarang.
(Referensi: Kitab Bughyatul Musytarsyidin, halaman 175)
9.      Miskin Pemalas
Banyak kita jumpai orang miskin yang malas bekerja, padahal banyak lapangan pekerjaan dan sebenarnya dia mampu bekerja. Apakah yang sperti itu berhak mendapatkan zakat fitrah?
Jawab: Tidak berhak, karena tidak termasuk faqir miskin.
(Referensi: Nihayatul Muhtaj, Juz 6, Halaman 152)
10.  Berhakkah miskin glamor menerima zakat
Seseorang miskin tetapi hidup mewah-mewah, apakah berhak menerima zakat?
Jawab: tetap berhak mendapatkan zakat, namun jika kebutuhan tempat tinggalnya dapat dicukupkan dengan rumah kontrakan maka ia tidak berhal lagi. Karena dengan memiliki rumah, ia termasuk kategori orang kaya.
(Referensi: Al Mahalli, juz 3, Halaman 197)
11.  Pemuka Agama yang Pekerjaannya tidak Layak
Ada seorang pemuka agama yang bekerja sebagai tukang tambal ban, ia tidak malu bekerja asal pekerjaannya halal.   Apakah menurut perspektif fikih ustad tersbut dapat dikategorikan faqir?
Jawab: tetap dikategorikan faqir.
(Referensi: Ianatut Thalibin juz 2 halaman 212)
12.  Zakat Sebagai Bayaran Hutang
Pak edi adalah pekerja dengan bayaran yang sangat minim. Dia hutang kepada ibu zaimah, guna membiayai anaknya. Dalam beberapa hari tibalah bulan puasa, lalu ibu zaimah berkata, nanti zakatmu berikan aku lagi sebagai pembayaran hutangmu. Sahkah membayar zakat semacam itu?
Jawab: tidak sah, kecuali tidak ada kesepakatan.
(Referensi: Fathul Muin Juz 2 Halaman 218)
13.  Zakat Fitrah dengan Uang
Karena alasan untuk lebih mudah dan praktis, para orang kaya ketika mengeluarkan zakatnya dengan uang rupiah. Bolehkah menunaikan zakat fitrah dengan uang rupiah?
Jawab: menurut jumhur ulama syafii tidak diperbolehkan, sedangkan menurut mdzhab hambali diperbolehkan, karena dengan uang penerima zakat akan lebih leluasa memanfaatkannya.
(Referensi: Kitab Ismadul Ain Halaman 183)
14.  Mewakilkan Ziat Zakat
Joko termasuk orang yang super sibuk. Sehingga ia tidak mempunyai waktu untuk menunaikan zakat. Sehingga ia mewakilkan kepada temannya.
Apakah Joko harus meniati zakat ataukah cukup diniati oleh temannya tersebut?
Jawab: Joko harus tetap niat. Apabila Joko mewakilkan pembagian zakat sekaligus niatnya, maka dicukupkan dengan niat temannya.
(Referensi: Tuhfatul Muhtaj, Juz 3, Halaman 349)
15.  Zakat Diberikan Kepada Anaknya
Seorang ayah karena merasa kasihan dengan anaknya yang tidak mampu. Ia berinisiatif untuk memberikan zakat fitrah kepad anaknya. Apakah boleh yang dilakukan orang tersbut?
Jawab: Boleh, dengan syarat anak tersebut sudah mukallaf dan faqir.
(Referensi: Bughyatul Musytarsyidin, Halaman 173)


[1] Bagi orang yang meninggal setelah maghribnya malam 1 syawwal, wajib dizakati. Sedangkan bayi yang lahir setelah maghribnya malam 1 syawal tidak wajib dizakati.
[2] Yang dimaksud sumber keterangan yang dinuqil Imam Qoffal disini dimungkinkan adalah Imam Hasan dan Imam Anas bin Malik. Dan pendapat tersebut tidak mu’tabar diluar pendapat Imam empat. Namun sebagian Ulama Mesir dan Syekh Hasanain Makhluf menggunakan dasar ini sebagai fatwanya.

0 komentar: