Aliran Filsafat Dalam Pendidikan Islam



MAKALAH

ALIRAN ALIRAN FILSAFAT  PENDIDIKAN  DAN IMPLIKASI TERHADAP PENDIDIKAN ISLAM

Di Susun Untuk Memenuhi Tugas Kuliah
Mata kuliah: Filsafat Pendidikan islam
Dosen Pengampu: Aat Hidayat






                                               Disusun Oleh kelompok 2
khoirul muarif         1510120051
Bagus cahyono        1510120044
Norma setyowati    1510120064

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
 JURUSAN TARBIYAH 
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KUDUS
TAHUN AKADEMIK 2016
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dalam proses pertumbuhannya,fisafat merupakan ilmu dari hasil pemikiran-pemikiran para ahli filosof, dengan berbagai macam pandangan. Pandangan-pandangan itu adakalanya sependapat dana saling memeperkuat antara satu sama lain tetapi ada kalanya pandangan tersebut berbeda atau berlawanan. Hal ini antara lain disebabkan oleh pendekatan-pendekatan dan metode-metode yang dipakai mereka berbeda sehingga menimbulkan kesimpulan-kesimpulan dan hasil pemikiran yang saling berbeda, walau obyek penelitiannya sama.
Sejarah pertumbuhan dan perkembangan filsafat akan lebih jelas dengan adanya perbedaan-perbedaan dari setiap pemikiran dari waktu kewaktu ,karena pemikiran filsafat tidak pernah berhenti,maka keputusan dan kesimpulan yang diperolehpun tidak pernah menemui kesimpulan final. Oleh karena itu dunia filsafat termasuk didalamnya “Filsafat Pendidikan” sering kali hanya berkisar pada masalah yang itu-itu juga,baik sebagai bentuk persetujuan maupun penolakan terhadap kesimpulan yang ada. Muhammad Noorsyam melukiskan keadaan dunia pemikiran filsafat itu,sebagai berikut : “Bagaimana wujud reaksi,aksi,cita-cita,kreasi bahkan pemahaman manusia atas segala sesuatu kepribadian ideal mereka, tersimpul dalam pokok-pokok ajaran suatu filsafat. Pengertian masing-masing pribadi tentang suatu kesimpulan sebagai belum final,belum valid , tidak mutlak dan sebagainya, memberi kebebasan pada setiap orang untuk menganut atau menolak suatu aliran . Sikap demikian justru menjadi prakondisi bagi perkembangan aliran-aliran filsafat.Sikap ini dikenal dalam filsafat dengan istilah eclectric atau electicism”[1]
Oleh karena itu ,untuk mengenal perkembangan pemikiran  dunia filsafat pendidikan, maka akan dibahas dalam makalah kami beberapa aliran-aliran yang ada dalam filsafat pendidikan,semoga kita dapat memperoleh pengetahuan dan manfaat mengenai tema pendidikan filsafat tersebut.  

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud Aliran Progresivisme?
2.      Apa yang dimaksud Aliran Esensialisme?
3.      Apa yang dimaksud Aliran Perenialisme?
4.      Apa yang dimaksud Aliran Rekonstruksionalisme?
5.      Bagaimana Implikasi Aliran Progresivisme, Esensialisme, Perenialisme, dan Rekonstruksionalisme dalam pendidikan?

C.    Tujuan Pembahasan
1.      Untuk mengetahui apa itu Aliran Progresivisme.
2.      Untuk mengetahui apa itu Aliran Esensialisme.
3.      Untuk mengetahui apa itu Aliran Perenialisme.
4.      Untuk mengetahui Implikasi Aliran Progresivisme, Esensialisme, Perenialisme, dan Rekonstruksionalisme dalam pendidikan.













BAB II
PEMBAHASAN

A.    Aliran Progresivisme
Aliran Progresivisme adalah suatu aliran filsafat pendidikan yang sangat berpengaruh pada abad ke 20 ini. Usaha pembaharuan di dalam lapangan pendidikan pada umumnya terdorong oleh aliran progressivisme ini. Biasanya aliran progresivisme ini dihubungkan dengan pandangan hidup liberal “ The liberal road to culture”. Yang dimaksudkan dengan ini ialah pandangan hidup yang mempunyai sifat-sifat berikut: Fleksibel, curious, toleran dan open-minded.
Sifat-sifat umum aliran progresivisme dapat diklarifikasikan dalam dua kelompok, yaitu sifat-sifat negative dan sifat-sifat positif.
Sifat itu dikatakan negative dalam arti bahwa, progresivisme menolak otoritarisme dan absolutism dalam segala bentuk, seperti misalnya terdapat dalam agama, politik, etika dan epistemology. Positif dalam arti, bahwa progresivisme menaruh kepercayaan terhadap kekuatan alamiah dari manusia, kekuatan-kekuatan yang diwarisi oleh manusia dari alam sejak ia lahir – man’s natural powers.[2]

B.     Aliran Esensialisme
Esensialisme merupakan falsafah pendidikan tradisional yang memandang bahwa nilai-nilai pendidikan hendaknya bertumpu pada nilai-nilai yang jelas dan tahan lama sehingga menimbulkan kestabilan dan arah yang jelas pula.Esensialisme pada mulanya muncul sebagai reaksi terhadap simbolisme mutlak dan dogmatisme abad pertengahan. Maka, para esensialis menyusun konsepsi secara sistematis dan menyeluruh mengenai manusia dan alam semesta yang dapat memenuhu tuntutan zaman modern.[3]
Esensialisme muncul pada zaman Renaissance dengan ciri-ciri utama yang berbeda dengan progresivisme. Perbedaannya yang utama ialah dalam memberikan dasar berpijak pada pendidikan yang penuh fleksibilitas, di mana serta terbuka untuk perubahan, toleran dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu. Idealisme dan realisme adalah aliran filsafat yang membentuk corak esensialisme. Dua aliran ini bertemu sebagai pendukung esensialisme, akan tetapi tidak lebur menjadi satu dan tidak melepaskan sifatnya yang utama pada dirinya masing-masing. Dengan demikian Renaissance adalah pangkal sejarah timbulnya konsep-konsep pikir yang disebut esensialisme.[4]

C.    Aliran Perenialisme
Perenialisme muncul dipengaruhi oleh falsafah neoskolastik, sama halnya dengan esensialisme, perenialisme merupakan aliran pendidikan tradisional. Perenialisme berasal dari akar kata perennial, yang dalam Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English diartikan sebagai continuing throughout the whole year, atau lasting for a very long time, yakni kekal atau abadi. Sedang dalam kamus al-Mawrid: A Modern English-Arabic Dictionary yang disusun oleh Munir al-Ba’albaki, perennial diartikan daaim thiwala al-sanah (kekall sepanjang tahun), Khalid (abadi), mutawatir (berulang-ulang secara teratur), dan mu’ammar (periode kehidupan yang berumur panjang). Semua pengertian diatas mengacu pada kontinuitas suatu peristiwa dalam waktu yang lama.
Perenialisme mengambil jalan regresif karenan mempunyai pandangan bahwa tidak ada jalan lain kecuali kembali pada prinsip umum yang telah menjadi dasar tingkah laku dan perbuatan zaman Yunani Kuno dan Abad Pertengahan.
Anteseden munculnya perenialisme adalah adanya situasi sosio-kultural yang terganggu oleh kekacauan, kebingungan, dan kesimpangsiuran. Ini menimbulakan suatu kesimpulan bahwa system yang ada pada waktu itu harus dibenahi, dan jalan untuk membenahinya adalah kembali pada nilai dan prinsip umum yang ada pada masa Yunani Kuno dan Abad Pertengahan.[5]

D.    Aliran Rekonstruksionisme
Rekonstruksionalisme yang sering sekali diartikan sebagai rekonstruksi social merupakan perkembangan dari gerakan filsafat pendidikan progresivisme.
Rekonstruksionalisme timbul sebagai akibat dari pengamatan tokoh-tokoh pendidik terhadap masyarakat Amerika khususnya, dan masyarakat Barat umumnya, yang menjelang tahun tiga puluhan menjadi kurang menentu.
Imam Barnadib, mengartikan bahwa rekonstruksionalisme sebagai filsafat pendidikan menghendaki agar anak didik dapat dibangkitkan kemampuannya untuk secara rekonstruktif menyesuaikan diri dengan tuntunan perubahan dan perkembangan masyarakat sebagai akibat adanya pengaruh dari ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sementara itu, Arthur K.Ellis menganggap bahwa rekonstruksionalisme merupakan perkembangan dari progresivisme dalam pendidikan, yang kadang kala diartikan sebagai rekonstruksi sosial.[6]
Pada dasarnya aliran rekonstruksionalisme adalah sepaham dengan aliran perennialisme dalam hendak mengatasi krisis kehidupan modern. Hanya saja jalan yang ditempuhnya berbeda dengan apa yang dipakai oleh perennialisme, tetapi sesuai dengan istilah yang dikandungnya, yaitu berusaha membina suatu consensus yang paling luas dan paling mungkin tentang tujuan utama dan tertinggi dalam kehidupan manusia.[7]

E.     Implikasi Aliran Progresivisme, Esensialisme, Perenialisme, dan Rekonstruksionalisme dalam pendidikan.
1.      Implikasi Aliran Progresivisme Terhadap Pendidikan
Istilah progresivisme dalam bagian ini akan dipakai dalam hubungannya dengan pendidikan, dan menunjukkan sekelompok keyakinan-keyakinan yang tersususn secara harmonis dan sistematis dalam hal mendidik. Keyakinan-keyakinan dimana didasarkan pada sekelompok keyakinan-keyakinan filsafat yang lazim disebaut sebagai orang pragmatism, instrumentalisme dan eksperimentalisme.
Perlu diketahui bahwa pragmatism sebagai filsafat dan progresivisme sebagai pendidikan erat sekali hubungannya dengan kepercayaan yang sangat luas dari John Dewey dalam lapangan pendidikan. Hala ini dengan jelas dapat ditelusuri lewat bukunya, Democracy And Education. Menurut Dewey tujuan umum pendidikan ialah warga masyarakat yang demokratis. Isi pendidikannya lebihmengutamakan bidang-bidang studi, seperti IPA, Sejarah, Keterampilan serta hal-hal yang berguna atau langsung dirasakan oleh masyarakat.[8]

2.      Implikasi Aliran Esensialisme Terhadap Pendidikan
Hubungan esensialisme dengan pendidikan, esesnsialisme menekankan pada tujuan pewarisan nilai-nilai cultural-historis kepada peserta didik melalui pendidikan yang akumulatif dan terbukti dapat bertahan lama serta bernilai untuk diketahui oleh semua orang.Pengetahuan ini dilaksanakan dengan memberikan skill, sikap, dan nilai-nilai yang tepat, yang merupakan  bagian esensial dari unsure-unsur pendidikan.
Kurikulum dipusatkan pada penguasaan materi pelajaran (subject-contered), dankarenanya focus pendidikan selama masa sekolah dasar adalah ketrampilan membaca, menulis dan berhitung; sementara pada sekolah menengah hal tersebut diperluas dengan memasukkan pelajaran matematika, sains, humaniora, bahasa dan sastra.
Guru, dalam proses pendidikan, dipandang sebagai center of excellence, karena dituntut untuk menguasai bidang studi dan senagai model atau figure yang amat diteladani bagi siswa. Guru harus menguasai materi pengetahuannya, sebab mereka dianggap memegang posisi tertinggi dalam pendidikan.[9]

3.      Implikasi Aliran Perennialisme Terhadap Pendidikan
Dalam bidang pendidikan, perennialisme sangat dipengaruhi oleh tokoh-tokohnya: Plato, Aristoteles dan Thomas Aquinas.
Menurut Plato, manusia secara kodrati memiliki tiga potensi, yaitu : nafsu, kemauan dan pikiran. Pendidikan hendaknya berorientasi pada potensi itu dan kepada masyarakat, agar supaya kebutuhan yang ada pada setiap lapisan masyarakat bisa terpenuhi. Bagi Aristoteles, tujuan pendidikan dalah “kebahagiaan”. Untuk mencapai tujuan pendidikan itu, maka aspek jasmani, emosi, dan intelek harus dikembangkan secara seimbang.
Seperti halnya prinsip-prinsip Plao dan Aristoteles, tujuan pendidikan yang dimaui oleh Thomas Aquinas adalah sebagai “Usaha mewujudkan kapasitas yang ada dalam individu agar menjadi aktualitas, aktif dan nyata”.[10]
Perennialisme memandang bahwa tujuan utama pendidikan adalah untuk membantu siswa dalam memperoleh dan merealisasikan kebenaran abadi. Aliran ini menilai bahwa kebenaran itu bersifat universal dan konstan. Maka jaln untuk mencapainya adalah melatih intelek disiplin mental. Tujuan pendidikan tersebut terurai dalam format kurikulum yang berpusat pada materi dan mengutamakan disiplin ilmu sastra, matematika, bahasa, sejarah dan lain-lain.
Guru, dalam pandangan perenialisme, mestilah orang yang menguasai betul terhadap disiplin ilmunya, sehingga mampu mengarahkan muridnya menuju pada kebenaran. Sedangkan sekolah berperan untuk melatih intelektual demi tercapainya kebenran, dimana kebenaran tersebut suatu ketika akan diwariskan kepada generasi berikutnya.[11]

4.      Implikasi Aliran Rekonstruksionalisme Terhadap Pendidikan
Kaitannya dalam pendidikan, rekonstruksionalisme menghendaki tujuan pendidikan untuk meningkatkan kesadaran siswa mengenai problematika sosial, politik dan ekonomi yang dihadapi oleh manusia secara global, dan untuk membina mereka, membekali mereka dengan kemampuan-kemampuan dasar agar bisa menyelesaikan persoalan-persoalan tersebut. Kurikulum dan metode pendidikan bermuatn materi sosial, politik, dan ekonomi yang sedang dihadapi oleh masyarakat. Termasuk juga masalah-masalah pribadi yang dihadapi oleh siswanya.
Peranan guru sama dengan pandangan progresivisme. Guru harus menjadikan muridnya siap menghadapi persoalan-persoalan dalam masyarakat, membantu mereka mengidentifikasi permasalahan, lalu meyakinkan bahwa mereka sanggup menghadapi semua itu. Apabila ternyata mereka tidak sanggup, maka tugas guru adalah membimbing mereka secara tepat. Guru harus terampil dalam membantu siswa menghadapi persoalan dan perubahan. Guru harus memberi semangat terhadap munculnya pemikiran yang berbeda sebagai sarana membentuk alternative penyelesaian masalah. Karenanya, kepala sekolah sebagai agen utama bagi perubahan sosial, politik, dan ekonomi masyarakat.[12]
F.      Analisis


























BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari bahasan diatas dapat disimpulkan bahwa :
1.      Progresivisme bukan merupakan bangunan filsafat atau aliran filsafat yang berdiri sendiri, melainkanmerupakan suatugerakan dan perkumpulan yang didirikan pada tahun 1918. Aliran ini berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini mungkin tidak benar di masa mendatang. Pendidikan harus terpusat pada anak bukannya memfokuskan pada guru atau bidang muatan.
2.      Perenialisme merupakan salah satu aliran dalam filsafat pendidikan yang lahir pada abad kedua puluh. Perenialisme percaya mengenahi adanya nilai-nilai, norma-norma yang bersifat abadi dalam kehidupan ini. Atas dasar itulah perenialisme memandang pola perkembangan kebudayaan sepanjang zaman adalah sebagai pengulangan dari apa yang ada sebelumnya.  
3.      Esensialisme adalah pendidikan yang didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak peradaban umat manusia.
4.      Rekontruksionisme adalah adalah aliran filsafat yang tema utamanya berkenaan dengan hakikat ilmu pengetahuan. Namun demikian aliran rekontruksionisme berimplikasi terhadap pendidikan, khususnya terhadap pendidikan sains dan matematika. 
5.       Tujuan Umum Pendidikan membantu anak menyingkap dan menanamkan kebenaran-kebenaran hakiki. Oleh karena itu kebenaran-kebenaran itu universal dan konstan, maka kebenaran-kebenaran tersebut hendaknya menjadi tujuan-tujuan pendidikan yang murni.
6.       Tujuan pendidikan esensialisme adalah menyampaikan warisan budaya dan sejarah melalui suatu inti pengetahuan yang telah terhimpun, dasar bertahan sepanjang waktu untuk diketahui oleh semua orang.
7.       Tujuan Pendidikan Rekonstruksivisme pada dasarnya, aliran rekonstruksionis menekankan pada kebutuhan untuk perubahan, yaitu perubahan sosial dan tindakan sosial.
B.     Saran




























DAFTAR PUSTAKA

Assegaf ,Abd. Rachman. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2011.
            Zuhairini. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 2012.
            Abd. Aziz. Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta:TERAS, 2009.


[1] Muhammad Noorsyam, Pengantar Filsafat Pendidikan,(Malang:IKIP, 1978),hlm. 96.
[2] Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam,( Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012),hlm.20-21.
[3] Abd. Rachman Assegaf, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,2011), hlm. 191.
[4] Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012),hlm. 25.
[5] Abd. Rachman Assegaf, Filsafat Pendidikan Islam,( Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011),hlm. 193-194.
[6] Ibid.,hlm.206-207.
[7] Abd. Aziz, Filsafat Pendidikan Islam,( Yogyakarta: TERAS, 2009),hlm. 87.
[8] Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam,( Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012),hlm. 24.
[9] Abd. Rachman Assegaf, Filsafat Pendidikan Islam,( Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011),hlm. 192.
[10] Abd. Aziz, Filsafat Pendidikan Islam,( Yogyakarta:TERAS, 2009),hlm. 89.
[11] Abd. Rachman Assegaf, Filsafat Pendidikan Islam,( Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011),hlm. 194.
[12]  Ibid.,hlm.  208-209.

0 komentar: