Kedudukan dan Fungsi Hadist




KEDUDUKAN DAN FUNGSI HADIS

MAKALAH

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Ulumul Hadits
Dosen pengampu : Hj. Istianah, MA
B-ELK Semester Genap




 












    Disusun Oleh Kelompok 2:

Saifuddin                    (1510120047)
Yustia Wahyu Faza    (1510120072)
Khoerul Muarif           (1510120051)








 
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KUDUS
JURUSAN TARBIYAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
TAHUN AKADEMIK 2015/2016


 
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Manusia diciptakan sebagai khalifah dimuka bumi ini sebagai pemelihara kelangsungan mahluk hidup dan dunia seisinya. Dalam rangka itulah Allah membuat  sebuah undang-undang yang nantinya manusia bisa menjalankan tugasnya dengan baik, manakala ia bisa mematuhi perundang-undangan yang telah dituangkan-Nya dalam kitab suci Al-Qur’an.
Dalam kitab Al-Qur’an, telah dicakup semua aspek kehidupan, hanya saja, berwujud teks yang sangat global sekali, sehingga dibutuhkan penjelas sekaligus penyempurna akan eksistensinya. Maka, Allah mengutus seorang nabi untuk menyampaikannya, sekaligus menyampaikan risalah yang ia emban. Dari Nabi inilah yang selanjutnya lahir yang namanya hadits, yang mana kedudukan dan fungsinya amat sangatlah urgen sekali.
Terkadang, banyak yang memahami agama setengah setengah, dengan dalih kembali pada ajaran islam yang murni, yang hanya berpegang teguh pada Al-Qur’an saja, lebih-lebih mengesampingkan peranan al Hadits, sehingga banyak yang terjerumus pada jalan yang sesat, dan yang lebih parah lagi, mereka tidak hanya sesat melainkan juga menyesatkan yang lain.
Oleh karena itu, mau tidak mau peranan penting hadits terhadap Al-Qur’an dalam melahirkan hukum Syariat Islam tidak bisa di kesampingkan lagi, karena tidak mungkin  umat Islam memahami ajaran Islam dengan benar jika hanya merujuk pada Al-Qur’an saja, melainkan harus diimbangi dengan Hadits, lebih-lebih dapat disempurnakan lagi dengan adanya sumber hukum Islam yang mayoritas ulama’ mengakui akan kehujahannya, yakni ijma’ dan qiyas. Sehingga, seluruh khalayak Islam secara umum dapat menerima ajaran Islam seccara utuh dan mempunyai aqidah yang benar, serta dapat dipertangungjawabkan semua praktik peribadatannya kelak.
Oleh karna itu, penulis menyajikan makalah ini, tentang “KEDUDUKAN DAN FUNGSI HADIS”, semoga dengan makalah sederhana ini dapat bermanfaat .



B.     Rumusan Masalah
1.      Apa definisi hadist? ?
2.      Bagaimana kedudukan hadist terhadap Al-Qur’an?
3.      Apa Fungsi Hadits terhadap Al-Quran?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk  mengetahui definisi hadist.
2.      Untuk mengetahui kedudukan Hadits terhadap Hukum Islam.
3.      Untuk mengetahui fungsi Hadits terhadap Al-Qur’an.
4.      Untuk mengetahui  hukum-hukum yang tidak dijelaskan dalam Al-Qur’an.














BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Hadits
Kata hadits berasal dari bahasa arab al-hadits , jamaknya :al-ahadits,al- hidtsan dan al-hudtsan. Dari segi bahasa kata ini memiliki banyak arti, diantaranya al-jadid (sesuatu yang baru) yang merupakan lawan dari kata al-qadim (sesuatu yang lama). Bisa diartikan pula sebagai al-khabar (berita) dan al-qarib (sesuatu yang dekat).[1]
Ilmu hadis : ilmu tentang memindah dan meriwayatkan apa saja yang dihubungkan dangan Rasulullah saw, baik mengenai perkataan,ucapkan, atau perbuatan yang beliau lakukan, atau pengakuan yang beliau ikrarkan (yakni berupa sesuatu yang dilakukan di depan nabi saw,  perbuatan itu tidak dilarang olehnya) atau sifat-sifat nabi saw, termasuk tingkah laku beliau sebelum menjadi rasul atau sesudahnya, atau menukil/meriwayatkan apa saja yng dihubungkan kepada sahabat atau tabi’in.[2]
Sedangkan pengertian hadits secara terminologis adalah “Segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan, pernyataan (taqrir) dan sebagainya”.

Pengertian hadits menurut istilah dari 3 sudut pandang Ulama :
a)      Menurut para Muhadditsun (ahli hadits)
Hadits didefinisikan sebagai segala riwayat yang berasal dari Rasulullah baik berupa perkataan , perbuatan , ketetapan (taqrir), sifat fisik dan tingkah laku, beliau baik sebelum diangkat menjadi rasul (seperti tahannuts beliau di gua Hiro’) maupun sesudahnya”. Karena para muhadditsun meninjau bahwa pribadi Nabi Muhammad itu adalah sebagai uswatun hasanah , sehingga segala yang berasal dari beliau baik ada hubungannya dengan hukum atau tidak, dikategorikan sebagai hadits.




b)      Menurut para ahli ushul fiqh (ushuliyyun)
Para ushuliyyun mendefinisikan hadits sebagai segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW selain al-Qur’an , berupa perkataan ,perbuatan maupun ketetapan (taqrir) beliau , yang dapat dijadikan sebagai dalil hukum syari’ah karena bersangkut-paut dengan hukum islam. Ushuliyyun meninjau bahwa pribadi Nabi Muhammad adalah sebagai pembuat undang-undang (selain yang sudah ada dalam Al-Qur’an) yang membuat dasar-dasar ijtihad bagi para mujtahid yang datang sesudahnya dan menjelaskan kepada umat islam tentang aturan hidup.
c)      Menurut sebagian ulama (jumhur ulama)
Menurut sebagian ulama antara lain at-Thiby, sebagaimana dikutip M. Syuhudi Ismail , mengatakan bahwa hadits adalah segala perkataan , perbuatan, dan takrir nabi, para sahabat, dan para tabiin.
Ada banyak ulama periwayat hadits, namun yang sering dijadikan referensi hadits-haditsnya ada tujuh ulama, yakni:
1.      Imam Bukhari
2.      Imam Muslim
3.      Imam Abu Daud
4.      Imam Turmudzi
5.      Imam Ahmad
6.      Imam Nasa'i
7.      Imam Ibnu Majah.
B.     Kedudukan Hadis terhadap Al-Qur’an
        Al-Qur’an dan Hadis merupakan dua sumber hukum syariat islam yang tetap, yang orang islam tidak mungkin memahami syariat islam secara mendalam dan lengkap dengan tanpa kembali kepada kedua sumber islam tersebut.
Banyak ayat Al-Qur’an  dan Hadis yang memberikan pengertian bahwa hadis itu merupakan sumber hukum islam selain al-qur’an yang wajib diikuti, baik dalam perintah maupun larangannya. Uraian di bawah ini merupakan paparan tantang kedudukan hadis sebagai sumber hukum islam dengan melihat beberapa dalil, baik naqli maupun aqli.





1.      Dalil Al-Quran
Dalam Al-Quran banyak terdapat ayat yang menegaskan tentang kewajiban mengikuti Allah yang digandengkan dengan ketaatan mengikuti rasul-Nya, seperti firman Allah berikut ini:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖفَإِنْ
تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِر
ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
“Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar mengimani Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagi kalian) dan lebih baik akibatnya. (QS. An-Nisa: 59).[3]

Selain itu banyak dalil Al-Quran yang memerintahkan ketaatan kepada rasul dan mengikuti sunnahnya. Perintah patuh kepada rasul berarti perintah mengikuti sunah sebagai hujah. Antara lain:
1)      Konsekuensi iman kepada Allah adalah taat kepada-Nya. Sebagaimana perintah Allah dalam surat Ali Imran: 179
فَآمِنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ ۚوَإِنْتُؤْمِنُوا وَتَتَّقُوا فَلَكُمْ أَجْرٌ عَظِيم
 “Karena itu berimanlah kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan jika kamu beriman dan bertakwa, maka bagimu pahala yang besar”

2)      Perintah iman kepada rasul beserta iman kepada Allah. Sebagaimana perintah Allah dalam surat An-Nisa: 136
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي نَزَّلَ عَلَىٰ رَسُولِهِ
وَالْكِتَابِ الَّذِي أَنْزَلَ مِنْ قَبْلُ
“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan rasul-Nya dan kepada kitab yang Alllah turunkan kepada rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya.”

Selain Allah memerintahkan agar umat Islam agar percaya kepada Rasul SAW, juga menyerukan agar menaati segala bentuk perundang-undangan dan peraturan yang dibawanya, baik berupa perintah maupun larangan. Tuntutan taat dan patuh kepada Rasul SAW ini sama halnya dengan tuntutan taat kepada Allah SWT.

2.      Dalil Hadis
Dalam salah satu pesan Rasulullah SAW berkenaan dengan keharusan menjadikan hadis sebagai pedoman hidup, di samping Al-Quran sebagai pedoman utamanya. Beliau bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تَرَكْتُ
فِيكُمْ َمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ.
 (الإمام مالك)
“Dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi SAW, bahwa Rasulullah bersabda: "Telah Aku tinggalkan pada diri kamu sekalian dua perkara sehingga kamu tidak akan sesat selama kamu berpegang teguh kepadanya. Yaitu Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya" (H.R. Malik)
Dalam hadis lain Rasul bersabda:
...فعليكم بسنتي وسنة الخلفاء الرراشدين المهديين تمسكوا بها
         وعضوا عليها...(رواه ابو داود و ابن ماجه)

“Wajib bagi kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah Khulafa ar-Rasyidin(khalifah yang mendapat petunjuk), berpegang teguhlah kamu sekalian dengannya.”(HR.Abu Dawud dan Ibnu Majjah)

Hadis tersebut menunjukkan bahwa Nabi SAW diberi Al-Quran dan Sunnah, dan mewajibkan kita berpegang teguh pada keduanya, serta mengambil apa yang ada pada sunnah seperti mengambil pada Al-Quran.





3.      Kesepakatan Ulama (Ijma’)
Setelah Rasulullah wafat, para sahabat sepakat bahwa apa-apa yang berasal dari Rasulullah, baik perbuatan, perkataan dan takrirnya dijadikan sebagai landasan  untuk menjalankan agama. Tidak seorangpun diantara mereka menolak tentang kewajiban untuk menaati apa-apa yang datang dari Rasulullah. Kewajiban untuk menaati sunnah rasul dikuatkan oleh dalil-dalil yang bersumber dari Al-Quran dan Hadis. Kesepakatan para sahabat selanjutnya diikuti oleh para tabi’in, tabi’ tabi’in dan generasi berikutnya hingga sampai saat ini.
Banyak peristiwa menunjukkan adanya kesepakatan menggunakan hadis sebagai sumber hukum Islam, antara lain dapat diperhatikan peristiwa di bawah ini:
a.       Ketika Abu Bakar dibaiat menjadi Khalifah, ia pernah berkata “Saya tidak meninggalkan sedikit pun sesuatu yang diamalkan/dilaksanakan oleh Rasulullah, sesungguhnya saya takut tersesat bila meninggalkan perintahnya”.
b.      Saat Umar berada di depan Hajar Aswad ia berkata “Saya tahu bahwa engkau adalah batu. Seandainya saya tidak melihat Rasulullah menciummu, saya tidak akan menciummu”.
c.       Pernah ditanyakan kepada Abdullah bin Umar tentang ketentuan shalat safar dalam Al-Quran. Ibnu Umar menjawab: “Allah SWT telah mengutus Nabi Muhammad SAW kepada kita dan kita tidak mengetahui sesuatu. Sesungguhnya kami berbuat sebagaimana duduknya Rasulullah SAW, saya makan sebagaimana makannya Rasulullah dan saya sahalat sebagaimana shalatnya Rasul”.
d.      Diceritakan dari Sa’id bin Musayyab bahwa Usman bin ‘Affan berkata: “Saya duduk sebagaimana duduknya Rasulullah SAW, saya makan sebagaimana makannya Rasulullah dan saya shalat sebagaimana shalatnya Rasul”.
Masih banyak lagi contoh-contoh yang menunjukkan bahwa apa yang diperintahkan,dilakukan,dan diserukan niscaya diikuti oleh umatnya,dan apa yang dilarang selalu ditinggalkan oleh mereka.
4.      Sesuai dengan Petunjuk Akal
Dari hasil berfikir yang disusun berdasarkan pendekatan akal untuk menjelaskan kedudukan hadis, hampir tidak dapat dibayangkan betapa seorang manusia tidak akan bisa menjalankan praktik Ubudiyah maupun praktik Mu’amalah dengan benar bila mengambil pijakan langsung dari Al-Quran tanpa mengetahui  keterangan dan penjabaran dari hadis terhadap ayat-ayat mengenai hal-hal tersebut.
Kerasulan Nabi Muhammad SAW telah diakui dan dibenarkan oleh umat Islam. Di dalam mengemban misinya itu, kadang-kadang beliau hanya sekedar menyampaikan apa yang diterima dari Allah SWT, baik isi maupun formulasinya dan kadang kala atas inisiatif sendiri dengan bimbingan ilham dari Tuhan. Namun, tidak jarang beliau membawakan hasil ijtihad semata-mata mengenai suatu masalah yang tidak ditunjuk oleh wahyu  dan juga tidak dibimbing oleh ilham. Hasil ijtihad beliau ini tetap berlaku sampai ada nas yang menasakhnya.

C.    Fungsi Hadis terhadap Al-Quran
Fungsi hadis yaitu sebagai penjelas ayat-ayat al-Qur’an yang masih global. Allah SWT menurunkan al-Quran bagi manusia agar dapat difahami manusia,maka Rosulullah SAW diperintah untuk menjelaskan kandungan dan cara-cara melaksanakan ajarannya dengan hadis-hadisnya.
Menurut beberapa imam fungsi hadis sebagai penjelas (bayan) itu bermacam-macam,diantaranya yaitu:
1)      Bayan at-Taqrir
Bayan al-taqrir disebut juga dengan bayan al-ta’kid dan bayan al-itsbat. Yang artinya ialah menetapkan dan memperkuat apa yang telah diterangkan di dalam al-Qur’an. Fungsi hadis dalam hal ini hanya memperkokoh isi kandungan al-Qur’an. Suat contoh hadis yang diriwayatkan Muslim dari Ibnu Umar, yang berbunyi sebagai berikut:
  فادا رأئتم الهللال فصوموا وإذا رأىتموه فأفطروا (رواه مسلم)
Artinya: Apabila kalian melihat (ru’yah) bulan, maka berpuasalah, juga apabila melihat (ru’yah) itu maka berbukalah.(HR.Muslim)
Hadis di atas datang men-taqrir ayat al-qur’an di bawah ini:
فمن شهد منكم الشهرفليصمه (البقره)
Artinya: ...Maka barang siapa yang mempersaksikan pada waktu itu bulan, hendaklah ia berpuasa...(Qs. Al-Baqarah:185)
2)      Bayan al-Tafsir
Yang dimaksud dengan bayan al-tafsir adalah bahwa kehadiran hadis berfungsi untuk memberikan rincian dan tafsiran global (mujmal), memberikan persyaratan/batasan (taqyid) ayat-ayat al-Qur’an yang bersifat mutlak, dan mengkhususkan (takhsis) terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang masih bersifat umum.Contoh tentang ayat-ayat yang masih mujmal adalah perintah mengerjakan shalat, puasa,  dsb. Ayat-ayat al-Qur’an tentang masalah ini masih bersifat mujmal, baik mengenai cara mengerjakan, sebab-sebanya, syarat-syaratnya, atau halangan-halangannya. Oleh karena itulah Rasulullah saw, melalui hadisnya menafsirkan dan menjelaskan masalah-masalah tersebut. Contoh fungsi hadis sebagai bayan al-tafsir yaitu:
صلوا كما رأىتمونى أصلى (رواه البخارى)
”Shalatlah sebagaimana engkau melihat aku shalat”. (HR. Bukhori)
Hadis ini menjelaskan bagaimana mendirikan shalat. Sebab dalam al-Qur’an tidak dijelaskan secara rinci, salah satu ayat yang memerintahkan shalat adalah:
 واقيمواالصلاة واتواالزكاة واركعوا مع الركعين(البقرة)
“dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang  yang ruku.”(QS.al-Baqarah (2):43)

3)      Bayan at-Tasyri’
Yang dimaksud dengan bayan al-Tasyri’ adalah mewujudkan suatu hukum atau ajaran-ajaran yang tidak didapati dalam al-Qur’an, atau dalam al-Qur’an hanya terdapat pokok-pokoknya  (ashl) saja. Hadis Rasul saw, dalam segala bentuknya  (baik yang qauli, fi’li maupun taqriri) berusaha menunjukkan suatu kepastian hukum terhadap berbagai persoalan yang muncul, yang tidak terdapat dalam al-Qur’an. Hadis-hadis Rasul saw, yang termasuk ke dalam kelompok ini diantaranya hadis tentang penetapan haramnya mengumpulkan dua wanita (antara istri dengan bibinya), hukum syuf’ah, hukum merajam pezina wanita yang masih perawan, dan hukum tentang hak waris bagi seorang anak. Suatu contoh, hadis tentang zakat fitrah, sebagai berikut:
أن رسول الله عليه و سلم فرض زكاة الفطر من رمضان على الناس صاعا من تمر أولا صاعا من شعير على كل حر أو عبد ذكر او أنثى من المسمين (رواه مسلم)
“Bahwasannya Rasul saw, telah mewajibkan zakat fitrah kepada umat islam pada bulan Ramadhan satu sukat (sha’) kurma atau gandum untuk setiap orang, baik merdeka atau hamba, laki-laki atau perempuan muslim.” (HR. Muslim)
Hadis Rasul saw, yang termasuk bayan at-Tasyri’ ini wajib diamalkan, sebagaimana mengamalkan hadis-hadis lain.
4)      Bayan al-Nasakh
Kata nasikh secara bahasa berarti ibthal (membatalkan), izalah (menghilangkan), tahwil (memindahkan), dan taghyir (mengubah). Para ulama’ mengartikan bayan al-Nasikh ini banyak yang melalui pendekatan bahasa, sehingga diantara mereka terjadi perbedaan pendapat dalam menta’rifkannya. Jadi intinya ketentuan yang datang kemudian tersebut menghapus ketentuan yang datang terdahulu, karena yang akhir dipandang lebih luas dan lebih cocok dengan nuansanya. Ketidakberlakuan suatu hukum harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan, terutama  syarat ketentuan adanya nasikh dan mansukh. Pada akhirnya, hadis sebagai ketentuan yang datang kemudian daripada Al-Qur’an dapat menghapus ketentuan dan isi kandungan Al-Qur’an. Salah satu contoh yang biasa diajukan oleh para ulama’ ialah:
لا وصية لوارث                            
      “Tidak ada wasiat bagi ahli waris”.
      Hadis ini menurut mereka menasikhk isi firman Allah swt;

كثب عليكم اد حضر احدكم الموث ان ثرك خيرا ن الوصسة للولدين والاقؤبين بال مهعؤحقال علي
 المثقين
“Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, Berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.(Al-Baqarah(2) :180)”
BAB III
KESIMPULAN
1.      Definisi hadis yaitu segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan, pernyataan (taqrir) dan sebagainya.
2.      Kedudukan hadis dalam al-quran yaitu sebagai sumber hukum islam
3.      Fungsi terhadap Al-Quran yaitu sebagai penjelas ayat-ayat Al-Quran yang masih Global.



DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr H.M. Syuhud Ismail, Kaedah Kesahihan Sanad Hadis (Jakarta: Bulan Bintang,1995)
Muhammad A. Al-Maliki, Ilmu Ushul Hadis (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2009)
Drs. Munzie Suparta,MA. Ilmu Hadis .(Jakarta: Raja Grafindo Persada,2002)
http://aan888.blogspot.co.id/2013/05/kedudukan-dan-fungsi-hadits.html    kamis 26 februari 2016 pukul 01.00 wib



[1] Prof. Dr H.M. Syuhud Ismail, Kaedah Kesahihan Sanad Hadis (Jakarta: Bulan Bintang,1995), hlm 26
[2] Muhammad A. Al-Maliki, Ilmu Ushul Hadis (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2009), hlm. 37.
[3] Drs. Munzie Suparta,MA.Ilmu Hadis.(Jakarta: Raja Grafindo Persada,2002),hlm 51-52

0 komentar: