Pendekatan-Pendekatan Dalam Bimbingan Konseling



PENDEKATAN-PENDEKATAN
DALAM BIMBINGAN KONSELING

MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Bimbingan Konseling
Dosen Pengampu: Dr. Sulthon M.Ag. M.Pd
B-ELK Semester Gasal










Disusun oleh:
1.      Muhammad Rois                                 (1510120041)
2.      Ahmad Hidayat                                  (1510120048)
3.      M. Imam Zarkasi                                 (1510120074)
4.      Khoerul Muarif                                   (1510120051)


 
SEKOLAH TINNGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KUDUS
JURUSAN TARBIYAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
TAHUN AKADEMIK 2017/2018
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
            Dalam memenuhi tugas mata kuliah Pembelajaran Bimbingan dan Konseling, maka kami susun makalah ini dengan tema Pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam bimbingan dan konseling untuk siswa Madrasah Ibtidaiyah ini sebaik-baiknya. Kami bermaksud agar pembaca memahami pembahasan yang akan kami sajikan ini.
            Tema tentang Pendekatan-pendekatan dalam bimbingan dan konseling ini merupakan suatu pokok bahasan yang sangat penting untuk dipahami, apalagi kita sebagai calon guru MI, sudah seharusnya sebagai seorang guru kita harus memiliki banyak keahlian dalam mengajar termasuk juga dalam memberikan bimbingan dan penyuluhan kepada siswa agar terjalinnya hubungan yang dekat saling terbuka antara guru dan siswa.
            Oleh karena itulah, secara umum pada makalah ini akan dibahas tentang berbagai macam jenis pendekatan dalam bimbingan dan konseling.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa saja jenis-jenis pendekatan dalam bimbingan dan konseling ?
2.      Apa saja jenis-jenis pendekatan bimbingan dan konseling yang sering di pakai di sekolah ?
C.    Tujuan Penulisan
1.      Memahami apa saja jenis-jenis pendekatan dalam bimbingan dan konseling.
2.      Memahami jenis-jenis pendekatan bimbingan dan konseling yang sering di pakai di sekolah.









BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pendekatan –Pendekatan Bimbingan Konseling
Dalam menguraikan pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam bimbingan dan konseling. Lis Haryanti (2009) menyatakan bahwa setiap pendekatan memiliki pandangan yang berbeda tentang sifat manusia, pribadi manusia, kondisi manusia, dan lain-lain. Pandangan tentang manusia ini akan melahirkan konsep dan landasan filosofis mengenai bimbingan dan konseling.
Oleh karena itu, merujuk pada filosofis ini, Lis Hariyati, yang mengutip pandangan Gerald Corey (2005), menguraikan berbagai pendekatan dalam bimbingan dan konseling,[1] Antara lain :
1.      Pendekatan Psikoanalitik
Psikoanalisi adalah sebuah model perkembangan kepribadian, filsafat tentang sifat manusia. Aliran ini memandang bahwa struktur kejiwaan manusia sebagian besar terdiri dari alam ketaksadaran, sedangkan alam kesadarannya dapat di umpamakan puncak gunung es yang muncul di tengah laut, sebagian besar gunung es yang terbenam itu di ibaratkan alam ketaksadaran manusia.[2]
Menurut pandangan psikoanalistis, struktur kepribadian terdiri atas Id, ego, dan super ego, Id merupakan aspek biologis yang mempunyai energy yang dapat mengaktifkan ego dan super ego. Energy yang meningkat dari Id sering menimbulkan ketegangan dan rasa tak enak. Dorongan –dorongan untuk memuaskan hawa nafsu manusia bersumber dari Id. Kadang-kadang dorongan itu tak terkendali dan tidak sesuai dengan kenyataan sehingga ego terpaksa menekan dorongan-dorongan tersebut. Sedangkan super ego berperan untuk mengatur agar ego bertindak sesuai moral masyarakat. Di samping itu super ego berfungsi untuk merintangi dorongan-dorongan (implus) Id terutama dorongan seksual dan agresivitas yang bertentangan dengan moral dan agama.[3]
Ada tiga macam kecemasan yang dikenal oleh aliran ini, yaitu: (1) Kecemasan Realistis: takut akan bahaya yang datang dari luar; cemas atau takut jenis ini bersumber dari ego, (2)Kecemasan Neorutis: bersumber dari Id, khawatir kalau insting tidak dapat dikendalikan sehingga menyebabkan orang berbuat sesuatu yang dapat dihukum, (3)Kecemasan Moral, atau kecemasan kata hati: bersumber pada ego yang disebabkan oleh pertentangan moral yang sudah baik dengan perbuatan-perbuatan yang mungkin menentang norma-norma moral itu.
Konselor penganut model ini mengakui bahwa perkembangan kepribadian individu banyak dipengaruhi oleh pengalaman hidup masa kecil. Perkembangan kepribadian individu terjadi melalui respon terhadap sumber-sumber ketegangan yaitu: (1) sumber ketegangan dari proses perkembangan fisiologis, (2) frustasi, (3) konflik, dan (4) ancaman.
Tujuan-tujuan konseling yang menggunakan model psikoanalistis adalah membantu konseli: membuat hal-hal yang tak disadari menjadi disafari, membentuk kembali struktur kepribadian konseli dengan jalan mengembalikan hal yang tak disadarinya menjadi disadari, menghidupkan kembali pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak dini dengan menembus konflik-konflik yang diresepsi, membangkitkan kesadaran intelektual.
2.      Pendekatan Eksistensial Humanistik
Berfokus pada sifat dan kondisi manusia yang mencakup kesanggupan untuk menyadari diri, kebebasan untuk menentukan nasib sendiri, kebebasan dan tanggung jawab, kecemasan sebagai suatu unsure dasar, pencarian makna yang unik pada duia yang tak bermakna, ketika sendirian dan ketika berada dalam hubungan dengan orang lain. Keterhinggaan dan kematian, dan cenderung untuk mengaktualkan diri.
Pendekatan Eksistensial Humanistik bertujuan menyajikan kondisi-kondisi untuk memaksimalkan kesadaran diri dan pertumbuhan. Menghapus penghambat-penghambat aktualisasi potensi pribadi; mengubah pertanyaan “apa” ke “bagaimana” (Gendlin:1973). Membantu klien menemukan dan menggunakan kebebasan memilih dengan memperluas kesadaran diri, membantu klien agar bebas dan bertanggung jawab atas arah kehidupannya sendiri.[4]
3.      Pendekatan Client-Centered
Pendekatan ini memandang manusia secara positif bahwa manusia memiliki suatu kecenderungan kearah berfungsi penuh. Dalam konteks hubungan konseling, klien mengalami perasaan-perasaan yang sebelumnya diingkari. Klien mengaktualkan potensi dan bergerak ke arah peningkatan kesadaran, spontanitas, kepercayaan kepada diri, dan keterarahan.[5]
Klien dianggap memiliki kemampuan untuk menjadi sadar atas masalah-masalahnya serta cara-cara mengatasinya.Kepercayaan diletakkan pada kesanggupan klien untuk mengarahkan dirinya sendiri.
Konseling yang dikembangkan berdasarkan pendekatan ini bertujuan untuk menyediakan suatu iklim yang aman dan kondusif bagi eksplorasi diri klien sehingga ia mampu menyadari penghambat-penghambat pertumbuhan dan aspek-aspek pengalaman diri yang sebelumnyan diingkari atau didistorsinya. Konselor membantu klien mampu bergerak ke arah keterbukaan pengalaman serta meningkatkan spontanitas dan perasaan hidup.
4.      Pendekatan Gestalt
Manusia dipandang memiliki kesanggupan memikul tanggung jawab pribadi dan hidup sepenuhnya sebagai pribadi yang terpadu. Konseli terdorong ke arah keseluruhan dan integrasi pemikiran perasaan serta perilaku. Pandangannya anti deterministik dalam arti individu dipandang memiliki kesanggupan untuk menyadari bagaimana pengaruh masa lampau berkaitan dengan kesulitan-kesulitan sekarang.
Proses konseling jenis ini secara umum bertujuan membantu konseli untuk memperoleh kesadaran atas pengalaman dari saat ke saat-nya. Menantang konseli agar menerima tanggung jawab atas pengambilan dukungan internal alih-alih dukungan eksternal.



5.      Pendekatan Analisis Transaksional
Manusia dipandang memiliki kemampuan memilih. Apa yang sebelumnya ditetapkan, bisa di tetapkan ulang. Meskipun manusia bisa menjadi korban dari keputusan-keputusan dini dan skenario kehidupan, aspek-aspek yang mengalahkan diri dapat diubah dengan kesadaran.
Tujuan konseling adalah membantu konseli agar bebas dari scenario, bebes dari permainan, menjadi pribadi yang otonom yang sanggup memilih posisi dan menentukan kehendak ingin menjadi apa dirinya. Oleh sebab itu, konselor selalu bertugas membatu konseli dalam menguji putusan-putusan dirinya dan membuat putusan-putusan baru berlandaskan kesadaran yang muncul dalam diri konseli.
6.      Pendekatan Tingkah Laku
Pendekatan perilaku tidak menguraikan asumsi-asumsi filosofis tertentu tentang manusia secara langsung. Setiap orang dipandang memiliki kecendrungan-kecenderungan positif dan negative yang sama. Manusia pada dasarnnya dibentuk dan ditentukan oleh lingkungannya social budayanya. Segenap perilaku manusia itu dipelajari. Dengan kata lain, Manusia dibentuk dan dikondisikan oleh pengondinisian sosial budaya. Pandangannya deterministik, dalam arti, tingkah laku dipandang sebagai hasil belajar dan pengondisian.
Tujuan umum dari konseling perilaku adalah menghapus pola-pola perilaku yang maladaptive dan membantu konseli dalam mempelajari pola-pola perilaku yang konstruktif. Konselor dituntut untuk menciptakan kondisi-kondisi baru bagi proses belajar. Tujuan-tujuan yang secara spesifik dipilih oleh konseli dan ditetapkan pada permulaan proses konseling. Asesmen terus menerus dilakukan sepanjang konseling untuk menentukan sejauh mana tujuan-tujuan terapiutik itu tercapai secara efektif. [6]




7.      Pendekatan Rasinal Emotif
Manusia dilahirkan dengan potensi untuk berpikir rasional, tetapi juga dengan kecendrungan-kecendrungan ke arah berpikir curang. Mereka cenderung untuk menjadikorban dari keyakinan-keyakinan yang irasional dan untuk menindoktrinasi dengan keyakinan-keyakinan yang irasional itu, tetapi berorientasi kognitif-tingkah laku-tindakan, dan menekankan berpikir, menilai, menganalisis, melakukan, dan memutuskan ulang modelnya adalah didaktif, direktif, tetapi dilihat sebagai proses reduksi.[7]
Konseling rasional emotif bertujuan untuk menghapus pandangan hidup konseli yang mengalahkan dirinya dan membantu konseli dalam memperolah pandangan hidup yang lebih toleran dan rasional.
Pada saat proses konseling, konselor berfungsi sebagai guru dan konseli sebagai murid. Sebagai guru, konselor senantiasa mengarahkan konseli agar mempelajari perilaku yang mengalahkan dirinya. Hubungan terapis dan konseli tidak esendial. Dalam konseling ini konseli diajak untuk memperolah pemahaman atas masalah dirinya dan kemudian harus secara aktif menjalankan pengubahan perilaku yang telah mengalahkan diri.[8]
8.      Pendekatan Realitas
Pendekatan realitas berlandaskan motivasi pertumbuhan dan anti deterministik. Menurut Dedi Supriadi (2004:213), berdasarkan adegannya, bimbingan dapat dilakukan secara individual dan kelompok (group). Bimbingan dan konseling yang dilakukan secara individual disebut bimbingan individual, dan yang dilakukan secara kelompok disebut bimbingan kelompok.
Bimbingan individual dilakukan dengan pendekatan perseorangan. Tiap orang dicoba didekati, dipahami dan ditolong secara perseorangan.[9]
Bimbingan kelompok diberikan oleh pembimbing perkelompok. Beberapa orang yang bermasalah sama, atau yang dapat memperoleh manfaat dari pembimbingan kelompok, berkumpul untuk membahas persoalannya dalam kelompok di bawah pimpinan seorang pembimbing atau terapis.[10]
Bimbingan kelompok meliputi kegiatan-kegiatan: (a) orientasi belajar, biasanya pada tahap awal siswa memasuki sekolah; (b) bimbingan kesulitan belajar, (bimbingan belajar), misalnya pengajaran remedial untuk para siswa yang prestasi belajarnya rendah; (c) bimbingan ektrakurikuler dan pemanfaatan waktu luang, (misalnya perkemahan, widyawisata, pembentukan kelompok diskusi; (d) bimbingan karier (pemberian informasi mengenai prospek karier, peluang-peluang dan hambatannya); (e) pemberian informasi mengenai berbagai hal, baik menganai hal-hal yang di dalam maupuin di luar lingkungan sekolah ( misalnya mengenaai buku-buku, majalah, kegiatan-kegiatan ilmiah, kebijaksaan baru, kurikulum, dan lain-lain).[11]
Adapun bimbingan individual atau konseling meliputi segala kegiatan tatap muka antara konselor dan lien dalam rangka mengatasi masalah klien melalui hubungan yang mendalam dan berorientasi pada pemecahan masalah klien.
Dalam membina hubungan dengan klien, konselor dapat menggunakan salah satu di antara pendekatan utama dalam konseling.
a.         Pendekatan yang berpusat pada konselor (conseulor centered counseling), disebut juga, directive counseling. Dalam pendekatan ini , konselor lebih banyak aktif daripada klien. Konselor bertindak sebagai pengarah bagi klien.
b.        Pendektaan yang berpusat kepada klien (client centered counseling), disebut juga, non-directive counseling. Dalam pendektan ini klien lebih banyak aktif, dan konselor berperan sebagai fasilitator yang mempermudah proses konseling), dan reflector (cermin) bagi klien.
c.                 Pendekatan selektif (campuran), konselor mengkombinasikan pendekatan pertama dan kedua bergantung pada situasi konseling yang sedang berlangsung.
Pendekatan yang akan digunakan oleh konselor sangan bergantung pada beberapa faktor berikut:[12]
a.       Sifat klien, ada klien yang terbuka dan tertutup. Klien yang terbuka biasanya dengan mudah mengungkapkan perasaan-perasaan dan isi hatinya. Klien demikian dapat untuk didekati dengan pendekatan pertam. Adapun klien yang tertutup, memnuntut konselor untuk lebih banyak aktif untuk menunjang klien agar mengungkapkan dirinya. Karena itu, pendekatan kedua lebih tepat digunakan.
b.        Derajat keeratan hubungan antara konselor dan klien. Pada tahap wawal konseling, klien biasanya lebih banyak diamkarena masih merasa canggung. Pada tahap ini, konselor di tuntut rapport (klien maupun konselor merasa bebas dan komunikasi menjadi enak) telah tercipta, klien biasanya lebih terbuka. Pada tahap ini, klien dan konselor sama-sama aktif. Memang dalam kenyataannya, pendekatan ketiga lebih banyak dipakai karena sifat klien yang tidak tetap.
c.         Sifat konselor, ada yang bicara dan ada yang pendiam. Meskipun faktor ini memengaruhi pendektan konseling yang dipilih oleh konselor, sesungguhnya konselorlah yang seharusnya menyesuaikan diri dengan sifat klien, bukan sebaliknya.( Anas Salahuddin : 61-64)
B.     Pendekatan Bimbingan dan Konseling di Sekolah
Pendekatan dalam bimbingan dan konseling yang sering dipakai antara lain pendekatan krisis, pendekatan remedial, pendekatan preventif, dan pendekatan perkembangan.[13]
Pendekatan-pendekatan tersebut diambil sesuai dengan karakteristik permasalahan dan ruang lingkup bimbingan konseling yang ditangani. Pendekatan-pendekatan tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut.[14]
1.      Pendekatan krisis
Pendekatan ini menyadarkan diri pada teori-teori psikoanalisis yang berpusat padapengaruh masa lampau sebagai akar dari krisis pesserta didik saat ini. Pendekatan ini merupakan pendektan yang berorientasi dan diarahkan pada upaya untuk mengatasi krisis atau permasalahn-permasalahan yang dialami peserta didik. Oleh sebab itu, pembimbing cenderung bersifat pasif karena hanya menunggu peserta didik yang bermasalah datang, kemudian memberikan bantuan sesuai dengan masalah yang dialami.
2.      Pendekatan Remedial
Pendekatan ini mendasarkan diri pada teori-teori behavioristik yang memahami perilaku peserta didik hanya pada saat ini yang sebgian besar dipengaruhi liongkungan. Pendekatan ini mengarahkan pada  upaya memperbaiki kesulitan-kesulitan yang dialami peserta didik dalam bentuk pengoptimalisasikan kelemahan yang dimiliki peserta didik. Kegiatan layanan yang diberikan lebih fokus pada usaha pemecahan masalah peserta didik sehingga layanan hanya bagi peserta didik yang membutuhkan.
3.      Pendekatan Preventif
Pendekatan ini mendasarkan diri pada teori yang kurang jelas. Namun dmeikian, secara konseptual cukup bagus karena bergerak atas dasar upaya untuk mengantisipasi munculnya masalah-masalah umum individu dan berusaha mencegahnya agar jangan terjadi dan menimpa peserta didik. Oleh sebab itu, proses bimbingan dan konseling lebih fokus pada bagaimana guru pembimbing mengajarkan pengetahuan dan keterampilannya untuk mencegah munculnya permasalaha.
4.      Pendekatan Perkembangan
Menurut Syamsu Yusuf dan A. Juntika Nurihsan, pola pembimbingan dan konselinng perkembangan memiliki kegiatan yang lebih kompleks dan komprehensif dengan visi edukatif , pengembanagan, dan menyeluruh (outreach). Edukatif  artinya menekankan pada pencegahan dan pengembangan. Pengembangan artinya tujuan yang ingin di capai adalah perkembangan peserta didik secara optimal sesuai dengan tugas-tugas perkembangan melalui aktivitas dan rekayasa lingkungan. Outreach  artinya layanan bimbingan dan konseling diberikan kepada seluruh peserta didik, baik yang bermasalah maupun tidak.
Mengacu pada prinsip tersebut, kegiatan bimbingan dan konseling dilakukan dengan berbagai ragam dimensi masalah, target intervensi, setting, metode, lamanya proses, dan sebagainya. Artinya, kegiatan layanan yang diberikan cukup luas, beragam,dan kompleks yang tidak terlepas dari proses pendidikan dan pembelajaran itu sendiri. Oleh sebab itu, salah satu tekhnik yang digunakan dalam pendekatan perkembangan antara lain proses pembelajaran dan konseling.





























BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan.
1.      Jenis-jenis pendekatan dalam bimbingan konseling secara umum ada beberapa macam, diantaranya :
a.    Pendekatan Psikoanalititik
b.    Pendekatan Eksestensial-Humanistik
c.    Pendekatan Client-Centered
d.   Pendekatan Gestalt
e.    Pendekatan Analisis Transaksional
f.     Pendekatan Tingkah Laku
g.    Pendekatan Rasional Emotif
h.    Pendekatan Realitas
2.      Jenis-jenis pendekatan dalam bimbingan konseling yang sering dilakukan di sekolah, diantaranya adalah :
a.    Pendekatan Krisis
b.    Pendekatan Remedial
c.    Pendekatan Preventif
d.   Pendekatan Perkembangan
B.     Kritik dan Saran
            Kami  merasa bahwa pada makalah ini banyak sekali kekurangan, oleh karena kurangnya pengetahuan pada saat pembuatan makalah, kami sebagai penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun kepada pembaca agar kami dapat membuat makalah yang lebih baik lagi.










DAFTAR PUSTAKA

Anas Salahudin, M.Pd. Bimbingan dan Konseling (Bandung. Pustaka Setia: 2010)
Muhammad irham & Novan Ardy Wiyani, bimbingan dan konseling , (yogyakarta: Ar-ruzz Media, 2014)
Syarifuddin Dahlan. Bimbingan dan Konseling di Sekolah. (Yogyakarta: Graha Ilmu: 2014)
Slameto. Bimbingan di Sekolah . (Jakarta. Bina Aksara: 1988)
Syamsu Yusuf & A. Juntika Nurihsan, Landasan bimbingan dan konseling, (Bandung: Remaja Rosdakarya dan UPI, 2011)
Zainal Aqib, Bimbingan & Konselling Di Sekolah, (Bandung: Rama Widya, 2012)








[1] Anas Salahudin. Bimbingan dan Konseling (Bandung. Pustaka Setia: 2010).  Hlm. 61.
[2] Syarifuddin Dahlan. Bimbingan dan Konseling di Sekolah. (Yogyakarta: Graha Ilmu: 2014) hlm. 48.
[3] Ibid…hlm. 49.
[4] Ibid...hlm. 52.
[5] Anas Salahudin. Op Cit…hlm.  61.
[6] Syarifuddin Dahlan. Op Cit...hlm.  57.
[7] Anas Salahudin. Op Cit…hlm. 62.
[8] Syarifuddin Dahlan. Op Cit...hlm. 57-61
[9] Slameto. Bimbingan di Sekolah . (Jakarta. Bina Aksara: 1988). hlm. 35.
[10] Ibid…hlm. 35.
[11] Anas Salahudin . Op Cit…hlm. 62.
[12] Zainal Aqib, Bimbingan & Konselling Di Sekolah, (Bandung: Rama Widya, 2012) hlm. 46.
[13] Syamsu Yusuf & A. Juntika Nurihsan, Landasan bimbingan dan konseling (Bandung: Remaja Rosdakarya dan UPI, 2011). hlm. 82.
[14] Muhammad Irham & Novan Ardy Wiyani, Bimbingan dan Konseling , (yogyakarta: Ar-ruzz Media, 2014) .hlm. 112.

0 komentar: